PERILAKU YANG SESUAI
DENGAN NILAI – NILAI PANCASILA
A. Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi
Negara
1. Pancasila sebagai Dasar Negara
Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi
sumber nilai, norma dan kaidah bagi segala peraturan hukum dan perundang-undangan
yang dibuat dan berlaku di Indonesia. Termasuk peraturan yang harus bersumber
pada Pancasila dan konstitusi negara baik yang tertulis (UUD) maupun yang tak
tertulis (konvensi).
Pengertian mengikat ialah bahwa
ketentuan mengenai pembuatan segala peraturan dan hukum untuk bersumber pada
Pancasila bersifat wajib dan imperatif (memaksa).
Kedudukan Pancasila sebagai dasr negara
tercantum dengan jelas dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, rangkaian
kalimat dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan hal itu adalah sebagai
berikut.
Itulah rumusan Pancasila yang sah dan
resmi. Rumusan itu tidak disebut secara khusus tan tersurat sebagai
“Pancasila”. Namun, bangsa Indonesia kemudian mengenalnya sebagai “Pancasila”,
artinya “lima dasar’ atau ‘lima asas’. Orang yang pertama memperkenalkan nama
Pancasila untuk menyebut lima butir dasar negara adalah Ir. Soekarno dalam
suatu sidang BPUPKI.
Sebagaimana yang ditentukan oleh para
pendiri dan pembentuk negara, tujuan pokok di rumuskannya Pancasila ialah
sebagai dasar negara.
Setiap negara dibangun atas dasar
falsafah tertentu. Adapun falsafah merupakan perwujudan atau cerminan dari
cita-cita dan watak suatu bangsa. Falsafah setiap bangsa akan berbeda-beda,
tergantung pada cita-cita, jiwa, cara pandang, dan idealisme dari bangsa yang
bersangkutan.
Dasar falsafah negara merupakan pedoman
cara berpikir, cara pandang, serta ciri-ciri dari negara dan bangsa yang
bersangkutan sehingga falsafah negara akan mencerminkan watak dan kepribadian
suatu bangsa.
Menurut Prof. Notonagoro, sebagai dasar negara,
Pancasila memiliki kedudukan yang istimewa dalam hukum dan kehidupan bernegara,
yakni sebagai pokok kaidah yang
fundamental.
Di tengah upaya mengatasi kritis dan
melakukan reformasi yang dewasa ini giat dilakukan, bangsa Indonesia harus
mengembalikan Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar negara secara benar.
Artinya, sebagai dasar negara, Pancasila harus benar-benar menjadi landasan
hukum dan menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Pancasila sebagai Ideologi Negara
Ideologi berasal dari kata ide dan
logos. Idea berarti gagasan, konsep, pengertian, dasar, atau cita-cita,
sedangkan logos berarti ilmu atau pengetahuan. Maka, secara harfiah-yakni makna
kata demi kata ideologi berarti ilmu mengenai pengertian-pengertian dasar.
Secara umum dapat dikatakan, ideolobi
merupakan kumpulan gagasan, ide, keyakinan, atau kepercayaan yang menyeluruh
dan teratur (sistematis). Hal-hal yang dapat termuat dalam ideologi adalah
politik, sosial, kebudayaan, dan keagamaan.
Sebagai ideologi, Pancasila bukan hanya
merupakan hasil pemikiran seseorang seperti ideologi yang di miliki
bangsa-bangsa lain, ideologi Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat,
budaya, serta agama masyarakat Indoneisa sejak zaman sebelum terbentuknya negara
Indonesia.
Sebagai ideologi, Pancasila tidak
bersifat kaku dan tertutup, tetapi bersifat dinamis dan terbuka. Hal ini
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia dapat meperlakukan Pancasila secara luwes
dan kreatif. Artinya, sebagai ideologi, Pancasila bisa digunakan untuk
menghadapi dan menjalani Zaman yang terus menerus berkembang sesuai dengan
keadaan dengan tanpa mengubah nilai-nilai dasarnya.
B. Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar
Negara dan Ideologi Negara
Nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila merupakan cita-cita, harapan, atau dambaan
bangsa Indonesia yang hendak diwujudkan dalam kehidupan.
Inti
nilai-nilai Pancasila memiliki sifat yang universal. Jika dilihat intinya, sila
pertama hingga kelima masing-masing memiliki nilai ketuhanan (sila pertama),
kemanusiaan (kedua), persatuan (ketiga), kerakyatan(keempat), dan keadilan
(kelima). Nilai-nilai ini adalah nilai yang universal karena sesungguhnya dapat
diterapkan dan digunakan juga oleh bangsa-bangsa lain.
Nilai –
nilai yang terkandung di dalam Pancasila bersifat objektif dan subjektif. Nilai
– nilai Pancasila bersifat objektif karena memiliki pengertian sebagai berikut :
1.
Rumusan setiap sila pada Pancasila
sebenarnya mempunyai sifat umum dan abstrak. Hal ini karena rumusan itu
merupakan nilai.
2.
Nilai-nilai dalam Pancasila akan tetap
ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia baik dalam adat istiadat,
kebudayaan, kegiatan kenegaraan, maupun dalam keagamaan.
3.
Oleh karena tercantum di dalam pembukaan
UUD 1945, Pancasila memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental
(staats fundamental norm). Maka, Pancasila menjadi sumber tertib hukum
tertinggi di Indonesia yang isi dan kedudukannya tidak dapat diubah.
Adapun
nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan sebagai berikut :
1.
Nilai-nilai Pancasila mengandung
nilai-nilai kerohanian, seperti kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan,
etika, keindahan(estetika), dan agama (religius) yang perwujudannya sesuai
dengan hati nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian bangsa
Indonesia.
2.
Nilai-nilai dalam Pancasila timbul dari
bangsa Indonesia sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis, serta perenungan
(refleksi) filosofis bangsa Indonesia.
3.
Nilai-nilai dalam Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia sehingga
merupakan jati diri bangsa yang diyakini sebagai sumber nilai mengenai
kebenaran, keadilan, dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat,berbangsa, dan
bernegara.
1. Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar
Negara
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar
hakikatnya terletak pada kedudukannya sebagai sumber dari segala sumber hukum
di negara Indonesia.
Nilai – nilai Pancasila sebagai dasar
negara terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 yang memuat
nilai-nilai Pancasila mengandung empat pokok pikiran. Keempat pokok pikiran
tersebut merupakan penjabaran dari sila-sila Pancasila.
1.
Pokok pikiran pertama menyebutkan bahwa
negara Indonesia adalah negara persatuan, yakni negara yang melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi perseorangan dan golongan.
Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.
2.
Pokok pikiran kedua menyebutkan bahwa
negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berarti negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga
negara, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hal ini sebagai
penjabaran sila kelima.
3.
Pokok pikiran ketiga menyebutkan bahwa
negara berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan /
perwakilan. Pokok pikiran ini menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara
demokrasi. Hal ini merupakan penjabaran sila keempat.
4.
Pokok pikiran keempat menyebutkan bahwa
negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab. Pokok pikiran ini mengandung pengertian bahwa negara
Indonesia menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan agama dalam pergaulan
hidup bermasyarakat dan bernegara. Hal ini merupakan penjabaran sila pertama
dan kedua.
Empat pokok pikiran itu merupakan dasar
fundamental dalam pendirian negara.
Dengan demikian, pelaksanaan atau
perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai peraturan tidak langsung dilakukan
dari seiap sila Pancasila. Akan tetapi, hal itu dilakukan melalui pasal-pasal
yang terdapat di dalam UUD 1945.
2. Nilai – nilai Pancasila sebagai Ideologi
Negara
Ideolobi berkaitan dengan hal-hal yang
mendasarkan satu ajaran mengenai bagaimana manusia harus bersikap dan
bertindak.
Ideologi tertentu yang dianut oleh suatu
masyarakat atau bangsa mempunyai seperangkat nilai sebagai landasan untuk
berpikir, berperilaku, dan bertindak.
a.
Nilai dasar hakikatnya merupakan nilai
yang terdapat di dalam kelima sila Pancasila dalam bentuk asli atau Pokok yang
belum dikaitkan dengan hal lain, yaitu Ketuhanan (sila pertama), kemanusiaan
(kedua), persatuan(ketiga), kerakyatan (keempat), dan keadilan (kelima).
b.
Nilai instrumental merupakan nilai yang
terkait dengan nilai Pancasila sebagai arahan, kebijakan, strategi, serta
terkait pula dengan lembaga pelaksananya.
3. Nilai – nilai luhur dalam Pancasila
Kamu tentunya masih ingat bahwa
Pancasila merupaka suatu sistem nilai bagi bangsa Indonesia. Sebagai sistem
nilai, tentu saja Pancasila sarat akan nilai.
a. Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Sila pertama ini memuat nilai pokok
ketuhanan. Artinya, manusia Indonesia percaya akan keberadaan Tuhan sebagai
Pencipta dan Pengatur kehidupan alam raya seisinya. Lebih terperinci,
nilai-nilai yang terkandung di dalam sila ini, sebagai berikut :
1.
Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
2.
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
sesuai agama atau Kepercayaan yang dianut,
3.
Melaksanakan kepercayaan dan ketakwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab.
4.
Membina toleransi dengan sesama pemeluk
agama.
5.
Membina kerja sama dan kerukunan hidup
dengan sesama pemeluk agama
6.
Mengakui hubungan antara manusia dengan
Tuhan Yang Maha Esa sebagai hak pribadi, serta
7.
Mengakui kebebasan setiap warga negara
untuk menjalankan ibadah berdasarkan agamanya masing-masing.
b. Sila “Kemanusiaan yang Adil dan Abadi”
Sila kedua ini memuat nilai pokok
kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan harus dijunjung tinggi, manusia memiliki
kedudukan yang sederajat, serta manusia harus diperlakukan secara adil dan
beradab. Lebih terperinci, nilai-nilai yang terkandung di dalam sila kedua,
antara lain, sebagai berikut :
1.
Mengakui bahwa manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa;
2.
Mengakui bahwa manusia memiliki derajat,
hak, dan kewajiban yang sama;
3.
Tidak membeda-bedaka manusia berdasarkan
suku, agama, golongan, jenis kelamin, warna kulit, dan status sosial;
4.
Gemar melakukan kegiatan-kegiatan
kemanusian;
5.
Berani membela kebenaran dan keadilan
dengan kejujuran.
c. Sila “Persatuan Indonesia”
Sila ketiga ini mengandung nilai pokok
persatuan. Persatuan merupakan hal yang harus dipertahankan dan ditingkatkan.
Secara terperinci, nilai-nilai yang terkandung di dalam sila ketiga, antara
lain, sebagai berikut :
1.
Menempatkan keselamatan bangsa dan
negara di atas keselamatan pribadi dan golongan,
2.
Menempatkan kepentingan (persatuan)
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan,
3.
Bersedia berkorban untuk bangsa dan
negara,
4.
Mencintai bangsa dan negara,
5.
Menjunjung persatuan dan kesatuan
berdasarkan prinsip ‘Bhineka Tunggal Ika”,
6.
Membina kerja sama dan kerukunan hidup
dengan suku lain yang ada di Indonesia.
d. Sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan”
Sila keempat memuat nilai pokok
kerakyatan. Rakyat merupakan pemilik dan pemegang kedaulatan negara serta
musyawarah perlu di junjung tinggi. Lebih terperinci, nilai-nilai yang
terkandung di dalam sila keempat ini, antara lain, sebagai berikut :
1.
Manusia memiliki kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama;
2.
Mengutamakan kepentingan masyarakat,
bangsa, dan negara;
3.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;
4.
Mengutamakan musyawarah dalam
menyelesaikan persoalan dan membuat keputusan;
5.
Musyawarah dilakukan dengan semangat
kebersamaan dan kekeluargaan;
6.
Menghormati serta menjunjung tinggi
setiap hasil musyawarah;
7.
Keputusan diambil dengan mengutamakan
kepentingan bersama;
8.
Menjunjung kebenaran prinsip bahwa
kedaulatan negara berada di tangan rakyat.
e. Sila “Keadilan sosial bagi seluruh
Rakyat Indonesia”
Sila kelima memuat nilai pokok keadilan.
Keadilan hendak diwujudkan kepada seluruh rakyat Indonesia. Lebih terperinci,
nilai-nilai yang terkandung dalam sila kelima, antara lain sebagai berikut :
1.
Menyadari adanya hak dan kewajiban yang
sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat;
2.
Bersikap adil kepada sesama tanpa
membeda-bedakan suku, agama, golongan, jenis kelamin, dan asal-usul lainnya;
3.
Tidak melakukan hal-hal yang merugikan
kepentingan umum;
4.
Suka bekerja keras dan mencari kemajuan
hidup;
5.
Mengusahakan terciptanya kesejahteraan bersama;
6.
Berusaha mewujudkan keadilan dalam
kehidupan sosial.
C. Sikap Positif terhadap Pancasila dalam
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Sejak
tahun 1998, bangsa dan negara Indonesia giat menjalankan reformasi dalam usaha
untuk memperbarui dan memperbaiki semua sendir kehidupan yang cerai – berai di
landa krisis. Krisis terjadi sejak bulan Juli 1997 serta hingga saat ini belum
sepenuhnya dapat di atasi.
Sejak
krisis pertama muncul hingga tahun 2006,
sering sekali muncul gejolak sosial dan politik di tengah kehidupan bangsa dan
negara. Berbagai konflik dalam kehidupan sosial dan politik sering pecah di
pusat dan daerah-daerah.
Sebagai
bagian dari masyarakat, kamu tentunya dapat merasakan gejala-gejala tersebut,
bukan ? jika kamu sering membaca koran atau mengikuti berita-berita di
televisi, kamu pasti akan mengetahui hal itu.
Semua
itu sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, padahal, sebagai bangsa, kita
sangat sering membangga-banggakan Pancasila sebagai dasar dan ideologi yang
hebat yang dapat mengantarkan bangsa dan negara Indonesia ke gerbang kemajuan
hidup yang adil dan makmur.
Tidak
bisa lain, untuk mencapai keselarasan-keselarasan hidup seperti yang
dikehendaki selama ini, kita harus bersikap positif terhadap Pancasila.
Reformasi
terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara bukan ditujukan pada Pancasila
sebagai dasar dan ideologi negara, melainkan ditujukan pada perilaku bangsa
Indonesia dalam menata kehidupan
bernegara.
Dengan
mengamalkan nilai-nilai Pancasila secara nyata, Pancasila sebagai dasar dan
ideologi negara akan kembali tegak dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia
lewat perbuatan dan kebijakan nyata, bukan melalui slogan kata-kata kosong tak
bermakna.
Walaupun
kenyataannya melaksanakan nilai-nilai Pancasila tidaklah mudah, bangsa
Indonesia harus tetap berusaha melakukannya.
1. Pelaksanaan Sila “Ketuhanan Yang Maha
Esa”
Dalam sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”
terkandung nilai ketuhanan dan keagamaan. Maka, segala hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, seperti moral penyelenggara
negara, politik negara, pemerintahan negara, serta hukum dan peraturan
perundang-undangan negara, harus dijiwai oleh nilai-nilai sila tersebut.
Dengan berlandaskan pada nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa, para penyelenggara negara terutama pemerintah dan lembaga
tinggi negara akan berupaya mengelola
kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan nilai-nilai kebijakan yang
diwajibkan Tuhan.
a.
Mewujudkan kehidupan religius yang
sejati;
b.
Mengusahakan terwujudnya ketakwaan warga
negara dan masyarakat kita kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
Mengusahakan terbinanya kerukunan di
antara sesama pemeluk agama dalam kehidupan warga negara;
d.
Menjalankan pemerintahan negara dengan
prinsip-prinsip etika, kebenaran, dan keadilan;
e.
Menjalankan pemerintahan untuk
kepentingan dan kebaikan bangsa dan negara.
2. Pelaksanaan Sila “Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab”
Sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”
mengandung nilai utama kemanusiaan.
Karena itu, penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara antara lain, harus dilakukan dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut :
a.
Menghormati hak-hak asasi manusia dengan
menghindari terjadinya penindasan terhadap warga negara,
b.
Memecahkan berbagai masalah hidup warga
negara dengan cara yang adil,
c.
Memecahkan berbagai masalah hidup warga
negara dengan cara yang beradab (berbudaya dan bermartabat).
d.
Membina sikap saling tolong antarwarga,
misalnya, dalam mengatasi dampak-dampak akibat bencana alam.
3. Pelaksanaan Sila “Persatuan Indonesia”
Dalam sila “Persatuan Indonesia”
terkandung nilai persatuan dan nasionalisme religius. Karena itu terkait dengan
pelaksanaan sila ketiga ini, hal-hal yang harus dilakukan dalam penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara, antara lain, sebagai berikut :
a.
Mengakui kemajemukan suku sebagai
kekayaan khazanah bangsa,
b.
Menciptakan kerukunan hidup antarsuku
yang ada di Indonesia,
c.
Memberikan perlakuan yang sama dan adil
terhadap semua suku,
d.
Menjaga persatuan bangsa dengan prinsip
Bhineka Tunggal Ika serta tidak membeda-bedakan suku, agama, dan sebagainya.
4. Pelaksanaan Sila “Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyaratan / Perwakilan”
Sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan” mengandung nilai
kerakyatan dan demokrasi. Rakyat dan demokrasi saling terkait dan harus di
perjuangkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
a.
Menyertakan suara atau aspirasi rakyat
dalam penyusunan kebijaksanaan dan keputusan negara,
b.
Memberi kesempatan rakyat untuk mengajukan
kritik dan koreksi dalam pelaksanaan pembangunan,
c.
Memberi kesempatan rakyat untuk
menyampaikan aspirasi, serta
d.
Mewujudkan adanya lembaga perwakilan
rakyat yang aspiratif
5. Pelaksanaan sila “Keadilan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”
Dalam sila “Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia” terkandung nilai keadilan dan pemerataan sosial. Artinya,
keadilan merupakan hal yang akan dan harus diwujudkan dalam kehidupan
masyarakat secara merata dan menyeluruh.
a.
Melaksanakan pembangunan yang merata di
semua lapisan masyarakat dan wilayah negara;
b.
Memberikan perlakuan yang sama dan adil
kepada warga negara dalam berbagai bidang dan sektor kehidupan;
c.
Mendorong masyarakat untuk menyadari
pentingnya mengutamakan kebersamaan dan kegotongroyongan dengan sesama;
d.
Menjalankan pemerintahan dan pembangunan
dengan bersih dan berwibawa, yakni yang bebas dari kolusi, korupsi, dan
nepotisme.
D. Sikap Positif terhadap Pancasila dalam
Kehidupan Bermasyarakat
Dalam
kehidupan di masyarakat, terdapat berbagai kegiatan sebagai pelaksanaan hak dan
kewajiban.
Agar semua
kegiatan kemasyarakatan dapat berlangsung sesuai dengan harapan, semua pihak
harus menyadari serta melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing dengan
seimbang dan bertanggung jawab.
Bagaimana
sebenarnya cara menunjukkan sikap positif terhadap Pancasila itu dalam
kehidupan bermasyarakat ? sikap positif
yang sejati terhadap Pancasila itu tidak hanya menganggap Pancasila sebagai hal
yang baik, melainkan juga menggunakan Pancasila sebagai tuntunan berperilaku
dan bertindak serta melaksanakannya dengan nyata dalam kehidupan di tengah
masyarakat.
Tanpa
dihadapi dengan sikap positif seperti itu, Pancasila cenderung hanya akan
menjadi semboyan. Dan sebagai semboyan, Pancasila menjadi deretan kata yang
indah untuk diucapkan dan didengarkan, tetapi belum dengan nyata memberikan
manfaat.
Sebagai
contoh, jika sesama suku saling menghargai keberadaannya berarti melaksanakan
Sila Ketiga Pancasila maka akan terjalin kerukunan hidup antarsuku di
masyarakat serta persatuan di antara sesama warga negara Indonesia akan tetap
terjaga.
Nah,
dengan kata lain, menunjukkan sikap positif terhadap Pancasila ia tidak cukup
hanya dengan memandang Pancasila sebagai sesuatu yang baik.
Pelaksanaan
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, antara lain, meliputi pelaksanaan di lingkungan
keluarga, kantor, dan masyarakat umum
1. Pelaksanaan Sila “Ketuhanan Yang Maha
Esa”
Dalam melaksanakan sila pertama ini, hal
utama yang harus diperhatikan ialah ketuhanan dan sikap beragama. Keyakinan
terhadap Tuhan dan agama menjadi pegangan pokok.
a.
Percaya dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa berdasarkan agama yang dianut;
b.
Menghormati, menghormati dan
bertoleransi terhadap pemeluk dan kegiatan peribadatan agama lain;
c.
Melaksanakan ajaran dan moral agama
tidak hanya dalam bentuk peribadatan atau hubungan dengan Tuhan, tetapi juga
dalam bentuk hubungan dengan Tuhan, tetapi juga dalam bentuk hubungan dengan
sesama warga negara;
d.
Melaksanakan ajaran dan moral agama
dalam semua kegiatan kemasyarakatan (seperti dalam bekerja, berdagang, bergaul
dsb)
e.
Membina kerukunan dan kedamaian hidup
dengan pemeluk agama lain yang berbeda.
2. Pelaksanaan Sila “Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab”
Dalam mengamalkan sila kedua ini, hal
pokok yang menjadi penekanan ialah nilai-nilai kemanusiaan. Aspek lainnya ialah
sikap adil dan beradab.
a.
Melaksanakan hak dengan cara tidak
melanggar hak – hak orang lain serta ketertiban dan kepentingan umum;
b.
Tidak melakukan tindakan – tindakan yang
dapat menimbulkan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak orang lain, seperti
pemaksaan, pengekangan, dan perampasan;
c.
Tidak menganggap diri memiliki kedudukan
yang lebih tinggi dan menganggap orang lain berkedudukan lebih rendah;
d.
Menghormati, menghargai, dan menyayangi
orang lain tanpa membeda-bedakan asal-usul suku, golongan, agama, jenis kelamin,
dsb.
3. Pelaksanaan Sila “Persatuan Indondesia”
Sila ketiga memuat nilai pokok
persatuan. Persatuan yang dimaksud di sini tentu saja persatuan Bangsa
Indonesia yang terdiri atas berbagai suku.
a.
Mengakui dan menghargai keberadaan suku
– suku lain yang ada di Indonesia.
b.
Membina kerja sama dan hubungan yang
baik dengan individu atau masyarakat dari suku lain,
c.
Mengutamakan kepentingan bersama
(masyarakat) daripada kepentingan pribadi dan golongan, dan
d.
Bersikap toleran terhadap pelaksanaan
tradisi atau adat istiadat yang dilakukan masyarakat suku lain.
4. Pelaksanaan Sila “Kerakyatan yang
dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan”
Dalam melaksanakan sila keempat ini ha
yang perlu diperhatikan adalah musyawarah dan demokrasi.
a.
Memerhatikan aspirasi masyarakat atau
anggota kelompok dalam setiap membuat keputusan yang menyangkut kepentingan
bersama,
b.
Memberi kesempatan kepada masyarakat
atau anggota kelompok untuk menyampaikan pendapat berkenaan dengan keputusan
yang akan di ambil bersama,
c.
Mengutamakan cara musyawarah dalam
menyelesaikan masalah dan membuat keputusan yang menyangkut kepentingan
bersama,
d.
Menghormati dan melaksanakan hasil
musyawarah yang telah diambil dan disepakati bersama.
5. Pelaksanaan Sila ‘’Keadilan Sosial bagi
seluruh Rakyat Indonesia”
Sila kelima memuat nilai pokok tentang
pemerataan keadilan. Keadilan adalah hal yang akan dan harus diwujudkan secara
merata dalam kehidupan masyarakat.
a.
Berlaku adil terhadap sesama tanpa
membeda-bedakan suku, agama, jenis kelamin, golongan, dan asal-usul lain.
b.
Aktif ikut menciptakan tata pergaulan
dan kehidupan yang adil dalam masyarakat dan kelompok;
c.
Ikut mendukung berbagai upaya
penyelesaian masalah-masalah kemasyarakatan dan kelompok secara dil.
KONSTITUSI YANG PERNAH
BERLAKU DI INDONESIA
A. Konstitusi yang pernah di gunakan
Sejak proklamasi kemerdekaan, bangsa
Indonesia sudah menciptakan tiga buah konstitusi serta memberlakukannya dalam
masa yang berbeda-beda.
1. Undang - Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
Seperti sudah dibahan di buku untuk kelas VII, UUD 1945
dirancang oleh BPUPKI sebelum kemerdekaan Bangsa Indonesia di proklamasikan.
UUD 1945 disahkan sebagai langkah untuk menindaklanjuti proklamasi kemerdekaan RI. Begitu kemerdekaan
diproklamasikan, Indonesia lahir sebagai negara.
Sebagai konstitusi negara, UUD 1945 berisi hal-hal prinsip
tentang negara Indonesia. Hal-hal itu di antaranya mencakup dasar negara,
tujuan negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan, dan
pembagian kekuasaan.
a. Bentuk negara
Menurut UUD 1945,bentuk negara Indonesia adalah kesatuan. Hal
ini sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat (1).
Sebagai negara kesatuan, Indonesia menggunakan dan
mengembangkan sistem desentralisasi seperti yang diatur dalam Pasal 18 UUD
1945.
Daerah-daerah Indonesia di bagi ke dalam daerah Provinsi dan
daerah provinsi akan dibagi pula menjadi daerah yang lebih kecil yang
masing-masing memiliki otonomi.
b. Bentuk Pemerintahan
Sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 1945, Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk Republik.
Untuk pertama pada awal pembentukan negara setelah merdeka,
presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Hal ini karena MPR, sebagai
lembaga pemilih dan pengangkat presiden, ketika itu belum terbentuk.
c. Sistem Pemerintahan
Berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan
kabinet presidensial. Menurut sistem ini, presiden adalah penyelenggara
pemerintahan negara yang tertinggi di bawah MPR.
Pada saat itu, kekuasaan presiden dapat dikatakan sangat
luas. Menurut Pasal IV aturan peralihan, selain menjalankan kekuasaan
eksekutif, presiden juga menjalankan kekuasaan MPR dan DPR.
Ketentuan pasal IV Aturan Peralihan tersebut menimbulkan
kesan bahwa kekuasaan presiden mutlak atau tak terbatas (absolut). Hal ini
kiranya perlu dinetralisasi.
2. Konstitusi RIS 1949
Sejak akhir tahun 1949 terjadi pergantian konstitusi di
Indonesia. Hal ini terkait dengan situasi politik dalam negeri Indonesia yang
agak terguncang akibat agresi dan campur tangan Belanda.
Oleh sebab itu, dalam kurun waktu tahun 1945 – 1949 Indonesia harus berperang melawan Belanda
untuk mempertahankan kemerdekaan.
Nama republik Indonesia berganti menjadi Republik Indonesia
Serikat (RIS). Dan sebagai undang-undang dasar negara digunakan Konstitusi RIS.
Sesungguhnya Konstitusi RIS 1949 bersifat sementara saja.
Menurut salah satu pasal dalam konstitusi ini yakni pasal 186 akan dibentuk
konstitusi permanen atau tetap untuk menggantikan konstitusi RIS 1949.
Konstitusi RIS 1949 diberlakukan sejak tanggal 27 Desember
1949. Pasal yang terdapat dalam konstitusi ini berjumlah 197 buah.
a. Bentuk Negara
Berdasarkan Konstitusi RIS 1949, Negara Indonesia berbentuk
serikat atau federal. Ketentuan ini tercantum di dalam pasal 1 ayat (1)
konstitusi tersebut.
Pada prinsipnya, negara serikat atau federal adalah negara
yang terbagi-bagi atas berbagai negara bagian. Demikianlah pula yang dialami
Indonesia setelah menjadi negara serikat.
Ketujuh negara bagian adalah
1.
Negara Republik Indonesia,
2.
Negara Indonesia Timur
3.
Negara pasundan (termasuk Distrik
Federal Jakarta)
4.
Negara Jawa Timur
5.
Negara madura
6.
Negara Sumatera Timur
7.
Negara
Sumatera Selatan
Adapun kesembilan satuan kenegaraan yang dimaksud adalah :
1.
Jawa tengah
2.
Bangka
3.
Belitung
4.
Riau
5.
Kalimantan barat (Daerah Istimewa)
6.
Dayak Besar
7.
Daerah banjar
8.
Kalimantan tengah
9.
Kalimantan timur.
Negara bagian dan satuan kenegaraan ini memiliki kebebasan
untuk menentukan nasib sendiri dalam ikatan federasi RIS.
b. Bentuk dan Sistem Pemerintahan
Pemerintahan negara RIS berbentuk Republik. Pemerintahan
terdiri atas presiden dan kabinet. Adapun kedaulatan negara dipegang oleh
presiden, kabinet, DPR, dan Senat.
Pemerintahan RIS menganut sistem kabinet parlementer.
Artinya, kebijakan dan tanggung jawab kekuasaan pemerintah berada di tangan
menteri baik secara bersama maupun individual.
3. UUD 1950
Berubahnya Indonesia menjadi negara serikat yang terbagi-bagi
ke dalam negara atau daerah bagian menimbulkan banyak ketidak puasan di
kalangan rakyat Indonesia.
Maka, untuk memenuhi tuntutan tersebut, melalui sebuah
kesepakatan pemerintah RI dan Pemerintah RIS pada 19 Mei 1950 di buat Piagam
Persetujuan.
Lewat panitia gabungan antara pemerintahan RI dan pemerintah
RIS akhirnya dihasilkan sebuah rancangan Undang-undang Dsar.
Oleh karena UUDS 1950 bersifat sementara, selanjutnya akan di
rancang suatu konstitusi tetap bagi negara Indonesia yang bersatu.
a. Bentuk negara
Berlakunya UUDS 1950 membuat Indonesia kembali menjadi negara
yang berbentuk kesatuan.
b. Bentuk dan Sistem Pemerintahan
Berdasarkan UUDS 1950, Pemerintahan negara Indonesia
berbentuk Republik
4. Kembali ke UUD 1945
Pembentukan konstitusi yang permanen sebagai pengganti UUDS
1950 ternyata tidak berjalan seperti yang direncanakan.
Dalam setiap sidangnya, para anggota Konstituante selalu
terlibat perdebatan panjang dan berlarut-larut sehingga keputusan untuk
menghasilkan rancangan konstitusi selalu menemui jalan buntu.
Untuk mengatasi keadaan, Presiden Soekarno mengusulkan kepada
konstituante agar Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 saja sebagai konstitusi.
Keadaan tersebut dipandang sebagai sangat merugikan dan
membahayakan. Kemacetan yang dibuat konstituante dan pemberontakan di beberapa
daerah dianggap dapat menjerumuskan Indonesia ke jurang perpecahan dan
kehancuran.
Dengan pertimbangan untuk menyelamatkan bangsa dan negara
pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekret yang
berisi tiga hal :
1.
Membubarkan Konstituante
2.
Memberlakukan kembali UUD 195
3.
Membentuk MPRS dan DPAS (Dewan
Pertimbangan Agung Sementara) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
B. Penyimpangan terhadap Konstitusi
Keluarnya dekret 5 Juli 1959 menandai
kembalinya Indonesia kepada UUD 1945. Namun, dalam perjalan bangsa dan negara
Indonesia selanjutnya, keluarnya dekret itu juga ternyata sekaligus menandai
mulai terjadinya penyimpangan atau penyelewengan UUD 1945.
Melalui dekretnya, Presiden Soekarno
menyatakan Indonesia kembali berlandaskan UUD 1945. Namun setelah itu
kepemimpinan yang dijalankannya ternyata justru banyak melanggar UUD 1945.
Pemerintahan yang dipimpin Presiden
Soekarno bisa disebut pemerintah Orde Lama, sedangkan pemerintahan yang
dipimpin Presiden Soeharto Lazim di juluki Pemerintahan Orde Baru.
1. Penyimpangan pada Era Orde Lama
Setelah Indonesia kembali ke UUD 1945, Presiden Soekarno menerapkan
konsep kepemimpinan yang disebutnya sebagai demokrasi terpimpin. Menurutnya,
demokrasi terpimpin adalah demokrasi khas Indonesia yang diarahkan oleh “Hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan”.
Jalannya pemerintahan serta aktivitas berbangsa dan bernegara
bahkan kemudian tidak menunjukkan sifat-sifat demokrasi yang memperhatikan
aspirasi dan kepentingan rakyat.
Bermula dari keluarnya dekret 5 Juli 1959, kecendrungan
Presiden Soekarno untuk membuat gebrakan-gebrakan yang melenceng terus
berlanjut.
Permulaan yang sudah menyimpang tersebut, dalam praktik
selanjutnya menghasilkan penyimpangan-penyimpangan lanjutan yang kian di luar
batas.
Praktis hal-hal penting dan mendasar yang menyangkut
penyelenggaraan negara saat itu hampir semuanya diatur dengan penpres.
a.
Penpres No. 2 tahun1959 dikeluarkan
presiden untuk membentuk MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara).
b.
Penpres No. 1 tahun 1960
dikeluarkan untuk menetapkan Manifesto
Politik Republik Indonesia (Manipol) sebagai GBHN (Garis Besar Haluan Negara).
c.
Penpres No. 7 tahun 1959 dikeluarkan
untuk membubarkan beberapa partai politik
d.
Penpres No. 3 tahun 1960 dikeluarkan
untuk membubarkan DPR hasil pemilu tahun 1955.
e.
Penpres No. 4 Tahun 1960 dikeluarkan
untuk membentuk DPR GR (Gotong Royong) sebagai pengganti DPR yang dibubarkan.
Dengan demikian, dalam praktiknya,
penpres yang hanya berupa keputusan presiden itu, boleh dikatakan memiliki
kedudukan dan kekuatan di atas semua peraturan perundang-undangan yang lain
serta hampir menyaingi UUD 1945.
Lembaga tertinggi negara dan tinggi
negara, seperti MPRS dan DPR – GR, yang dibentuk dengan penpres sendiri
akhirnya juga “tertular” virus penyimpangan yang dilakukan oleh Presiden.
a.
Dengan Tap. I / MPRS / 1960, MPRS
menetapkan / mengukuhkan manipol (yang
tidak lain merupakan hasil pemikiran pribadi Presiden Soekarno) sebagai GBHN.
b.
Dengan Tap. III / MPRS / 1963, MPRS
mengangkat Soekarno menjadi Presiden Seumur hidup.
c.
MPRS melakukan sidang dua kali sidang
umum, sidang umum I dan II, di kota Bandung, bukan di ibu Kota Negara, Jakarta.
MPRS, DPR – GR dan DPAS selain
pembentukannya di lakukan dengan penpres, pemilihan para anggotanya pun
ditunjuk oleh presiden.
Karena itu, keadaannya menjadi tumpang
tindah dan terbalik-balik. Presiden yang seharusnya berada di bawah MPR, dapat
menundukkan dan mengatasi MPR.
Orde lama dan presiden Soekarno sendiri
akhirnya jatuh oleh tekanan keadaan dan tuntutan rakyat.
2. Penyimpangan pada Era Orde Baru
Sepeninggal presiden Soekarno dan orde lama, pemerintahan baru
di bawah pimpinan Soeharto tampil
mengendalikan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun, kenyataan selanjutnya membuktikan bahwa tekad dan
semangat yang mereka canangkan berbelok ke arah yang hampir sama dengan gaya
pemerintahan Orde lama. Artinya Presiden Soeharto berikut orde barunya ternyata
mewarisi perilaku yang sama dengan Presiden Soekarno dengan orde lamanya.
Selama mengendalikan bangsa dan negara lebih dari 30 tahun,
presiden Soeharto dan Orde Baru melakukan banyak penyalahgunaan wewenang dan
kepercayaan rakyat.
a.
Orde baru menyelewengkan pemilu
(pemilihan umum) untuk mempertahankan dan melanggengkan kekuasaan mereka dan
utamanya kekuasaan pemimpin mereka, yaitu Presiden Soeharto. Pemilu-pemilu yang
mereka adakan direkayasa untuk selalu di menangkan oleh partai mereka, yakni
Golkar (Golongan Karya), agar mereka selalu menguasai pemerintahan, DPR, dan
MPR. Untuk mencapai kemenangan itu, Orde Baru diantaranya mewajibkan semua
pegawai negeri sipil untuk memilih Golkar serta mengeluarkan undang-undang yang
melarang berdirinya partai politik baru di luar tiga partai politik yang sudah
ada (PPP, Golkar dan PDI).
b.
Orde Baru memperalat ABRI (Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia) untuk kepentingan mereka, yakni memperkuat
kekuasaan mereka sekaligus melindungi penyimpangan mereka. Selama kepemimpinan
Orde Baru, ABRI cenderung menjadi alat politik dan kekuasaan, sementara fungsi
utamanya sebagai alat keamanan dan pertahan negara terabaikan.
c.
Orde baru menyalahgunakan Pancasila
untuk memanipulasi dan mengarahkan pendapat masyarakat agar memberikan
dukungan. Melalui penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)
pikiran masyarakat tentan gpengambalan Pancasila dibentuk secara seragam
menurut model yang ditentukan secara sepihak oleh Orde Baru. Hal pokok yang
hendak ditanamkan lewat model itu ialah bawah Orde Baru merupakan pelaksana
Pancasila dan UUD 1945 yang murni dan konsekuen. Dengan tertanamnya hal itu,
rakyat Indonesia akan memberikan dukungan penuh kepada Orde Baru.
d.
Orde Baru tidak mengakui dan memenuhi
hak-hak asasi manusia warga negara secara semestinya. Banyak sekali hak asasi
warga negara yang dilanggar oleh Orde Baru. Beberapa contohnya adalah.
Masyarakat tidak diperbolehkan mendirikan partai politik baru, dipaksa untuk
memilih Golkar dalam pemilihan umum, di kekang dalam menyampaikan pendapat, dan
dipaksa menyerahkan hak milik (terutama dalam bentuk tanah) dengan ganti rugi
tak memadai. Kalangan masyarakat yang kritis terhadap pemerintahan di awasi
dengan ketat serta sebagiannya lagi dialrang melakukan kegiatan atau di tahan
dengan tuduhan yang dibuat-buat. Bahkan kelompok masyarkat yang secara terbuka
berani menuntut hak dan keadilan diperlakukan sangat tidak manusiawi (diserang
dan dibunuh). Hal terakhir ini misalnya di Aceh, Tanjung Priok (Jakarta),
Lampung, Papua (Irian Jaya), dan Dili (sebelum menjadi Timur Leste).
e.
Orde Baru membelokkan fungsi hukum untuk
berpihak kepada mereka dan sebaliknya jauh dari rakyat dan kaum yang lemah.
Begitu banyak penyelewengan dan skandal besar yang terjadi di pemerintahan
dengan pelaku para pejabat dan aparat negara, tetapi sangat sedikit yang
diproses secara hukum di pengadilan. Sebaliknya, kasus-kasus yang melibatkan
masyarakat umum di proses secara ketat menurut prosedur yang berlaku. Dalam
setiap kasus yang menghadapkan aparat pemerintah dan rakyat sebagai pihak yang
bersengketa, hampir selalu pihak aparat pemerintahlah yang dimenangkan oleh
pengadilan.
f.
Orde baru melakukan pembangunan bidang
ekonomi dnegna mengabaikna prinsip keadilan dan pemerataan. Orde baru
menggerakkan kegiatan ekonomi dengan berpihak kepada para pengusaha besar
(konglomerat) dan cenderung mengenyampingkan pengusaha menengah dan kecil.
Lewat berbagai persengkongkolan, orde baru mempermudah para pengusaha besar
mendapatkan fasilitas negara, sementara para pengusaha menengah dan kecil mendapat perlakuan yang sebaliknya. Secara umum,
pembangunan bidang ekonomi menunjukkan hasil-hasil kemajuan yang semu, keropos,
dan tidak merata.
g.
Orde baru melakukan kolusi, korupsi, dan
nepotisme (KKN) yang sangat merugikan rakyat dan negara. Kolusi dan korupsi
pada masa orde baru berlangsung secara besar-besaran dan sistematis. Hal ini
terjadi di tubuh pemerintahan Orde baru dari tingkat yang tertingi hingga yang
terendah. Rakyat yang mengurus keperluan di instansi-instansi pemerintah juga
tidak luput menjadi sasaran pungli (pungutan liar) para aparat Orde Baru di
tingkat bawah. Adapun pembukaan lowongan untuk pegawai baru di lingkungan
pemerintah sarat dengan nepotisme, yakni mengutamakan menerima orang-orang yang
terkait yang memiliki hubungan famili dengan para pegawai dan pejabat negara.
Hal yang sama juga terjadi dalam penentuan daftar calon anggota DPR dan DPRD
melalui pemilu.
Akibatnya banyak penyimpangna yang dilakukan orde baru,
kerusakan yang terjadi pada kehidupan bangsa dan negara dapat dikatakan sangat
parah.
Kerusakan yang diakibatkan oleh penyimpangan Orde Baru
terjadi di semua aspek kehidupan, termasuk hukum dan moral.
Krisis membuat masyarakat terguncang dan bangkit melakukan perlawanan
terhadap rezim orde baru.
Sejak pertengahan Mei 1998, demonstrasi proreformasi
mengelembung menjadi besar-besaran dan menuntut dengan keras agar presiden
Soeharto dan Orde Baru mundur dari kekuasaan.
C. Hasil – Hasil Amandemen UUD 1945
Setelah m ampu menjatuhkan rezim Orde
baru, gerakan reformasi yang dimotori mahasiswa serta para ahli dan cendekiawan
terus mengelinding dan merambah berbagai
perangkat ketatanegaraan. UUD 1945 adalah salah satu perangkat ketatanegaraan.
UUD 1945 adalah salah satu perangkat yang tidak luput dari sentuhan reformasi.
Perlunya amandemen terhadap UUD 1945
setidaknya didasari Oleh dua hal. Pertama, UUD 1945 memiliki beberapa
kekurangan yang dalam pemerintahan Orde Lama dan Orde Baru telah disalahgunakan
oleh rezim penguasa untuk kepentingan pribadi dan golongan. Kedua, UUD perlu
disesuaikan dengan berbagai perkembangan keadaan yang terjadi dalam kehidupan
bangsa dan negara Indonesia.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, MPR
mengadakan sidang untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945.
1.
Amandemen pertama dilakukan dan
ditetapkandi dalam sidang umum MPR tahun 1999 serta hasilnya dinyatakan mulai
berlaku pada tanggal penetapannya, yakni 19 Oktober 1999.
2.
Amandemen kedua dilakukan dan ditetapkan
dalam sidang tahunan MPR tahun 2000 serta hasilnya dinyatakan mulai berlaku
pada tanggal penetapannya, yakni 18 Agustus 2000.
3.
Amendemen ketiga dilakukan dan
ditetapkan dalam sidang Tahunan MPR tahun 2001 serta hasilnya dinyatakan mulai
berlaku pada tanggal penetapannya, yakni 9 November 2001.
4.
Amandemen keempat dilakukan dan ditetapkan dalam sidang
tahunan MPR tahun 2002 serta hasilnya dinyatakan mulai berlaku pada tanggal
penetapannya, yakni 10 Agustus 2002.
Dari empat kali amandemen yang
dilakukan, sistematika UUD 1945 mengalami perubahan. Susunan UUD 1945 mengalami
pengurangan pada bagian penjelasan. Bagian penjelasan tidak lagi disertakan;
kini pasal yang mengalami perubahan adalah pasal1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 13,
14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34,
36 dan 37. Berikut ini sitematika UUD
1945 sebelum dan sesudah mengalami amandemen.
Sebelum amandemen
|
Setelah amandemen
|
1.
Pembukaan
2.
Batang tubuh
a.
16 bab
b.
37 pasal
c.
4 pasal aturan peralihan
d.
2 ayat aturan tambahan
3.
Penjelasan
a.
Umum
b.
Pasal demi pasal
|
1.
Pembukaan
2.
Batang tubuh
a.
21 bab
b.
73 pasal
c.
3 pasal aturan peralihan
d.
2 pasal aturan tambahan
|
Jumlah bab dan pasal mengalami
penambahan dari semula 16 bab dan 37 pasal menjadi 21 bab dan 73 pasal.
1. Bentuk kedaulatan
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (hasil amandemen) menyebutkan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar
(UUD).
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Di dalam pasal 2 ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa MPR
terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum.
Wewenang MPR kini terbatas pada hal-hal berikut ini :
a.
Mengubah dan menetapkan UUD
b.
Melantik presiden dan wakil presiden
c.
Atas usulan DPR dan putusan MK,
memberhentikan presiden dan / atau wakil presiden dalam masa jabatannya (dalam
hukum tata negara di sebut sebagai Impeachment).
3. Kekuasaan Pemerintah Negara
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen, presiden dan wakil
presiden sekarang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu sehingga keduanya
memiliki legitimasi yang kuat.
Presiden dan wakil presiden kini tak dapat lagi berkuasa
lebih dari dua kali masa bakti atau selama sepuluh tahun.
Jika melanggar konstitusi atau hukum atau tidak lagi memenuhi
syarat sebagai presiden, presiden dapat diberhentikan MPR atas usul DPR.
Adapun dalam soal pertimbangan, presiden kini tidak lagi
memintanya kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga tinggi negara DPA
kini sudah di hapus. Sebagai gantinya, presiden membentuk suatu dewan
pertimbangan sendiri yang diberi tugas memberikan nasihat dan pertimbangan
kepada presiden.
4. Pemerintah daerah
UUD 1945 sebelum di amandemen membagi daerah di Indonesia
menjadi daerah besar dan daerah kecil
Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing merupakan kepala
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota yang dipilih secara
demokratis.
5. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR sekarang memiliki kekuasaan untuk membentuk
undang-undang. Sebelum diamandemen, UUD 1945 memberikan kekuasaan ini kepada
presiden, tetapi presiden kini hanya berhak mengajukan rancangan undang-undang.
Para anggota DPR dipilih lewat pemilihan umum. Fungsi dan hak
DPR kini disebutkan secara langsung dalam UUD 1945.
6. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
DPD adalah lembaga baru. UUD 1945 sebelum amandemen tidak
mengatur keberadaan lembaga perwakilan daerah berupa DPD ini.
DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang (RUU)
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Sebelum diamandemen, UUD 1945 memberikan kekuasaan ini kepada
presiden, tetapi presiden kini hanya berhak mengajukan rancangan undang-undang.
7. Pemilihan Umum (Pemilu)
UUD 1945 hasil amandemen secara langsung juga mengatur
perihal pemilihan umum (pemilu). Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Pemilu di
selenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta presiden dan wakil
presiden.
Pemilu diselenggarakan oleh sebuah komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
8. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BPK kini termasuk dalam pengaturan tersendiri dalam UUD 1945
hasil amandemen. BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.
9. Kekuasaan kehakiman
Kekuasaan kehakiman diatur lebih tegas dan jelas dalam hal
kemerdekaan dan pelaksanaan tugas.
Terkait dengan pelaksanaan kekuasaan kehakiman, hakim agung
harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
profesional, dan berpengalaman dalam bidang hukum.
10. Hak Asasi Manusia
Dalam UUD 1945 hasil amandemen, masalah hak asasi manusia
(HAM) menjadi topik yang mendapat perhatian yang serius dalam pengaturan.
Hal itu menunjukkan makin pentingnya persoalan HAM di tanah
air. Pengaturan HAM yang cukup detil tersebut kiranya merupakan upaya untuk
mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM oleh pemerintah yang pada masa
lalu telah berulang-ulang menimpa warga negara.
Dapat dikatakan bahwa dalam UUD 1945 hasil amandemen, masalah
HAM menjadi salah satu topik prioritas.
a.
Hak hidup serta mempertahankan hidup dan
kehidupan
b.
Hak untuk bebas dari perlakuan yang
diskriminatif,
c.
Hak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan
d.
Hak memeluk agama dan beribadah menurut
agama yang dipeluk
e.
Hak untuk bebas berkumpul dan
mengeluarkan pendapat
f.
Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi, serta
g.
Hak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan martabat kemanusiaan.
11. Pendidikan dan Kebudayaan
Dalam UUD 1945 hasil amandemen,pendidikan dan kebudayaan juga
mendapat penambahan aturan yang cukup berarti.
Pemerintah menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa.
12. Perekonomian Nasional dan kesejahteraan
Sosial
Kegiatan perekonomian sekarang makin dikaitkan dengan isu-isu
penting nasional dan internasional. Disebutkan, perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan,
kebersamaan, efisiensi, dan berkelanjutan.
Adapun dalam masalah kesejahteraan rakyat, ditambahkan
beberapa tanggung jawab yang harus di pikul negara. Antara lain, disebutkan
negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan.
D. Sikap positif terhadap pelaksanaan UUD
1945 Hasil Amandemen
Amandemen terhadap UUD 1945 merupakan
kebijakan yang tidak lepas dari upaya reformasi menyeluruh yang dijalankan
bangsa Indonesia dalam rangka memperbaiki tata kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Tentunya kamu
masih ingat bahwa reformasi harus dilakukan karena sendi-sendi kehidupan bangsa
dan negara kita dilanda krisis hebat akibat penyimpangan yang dilakukan rezim
Orde Baru selama berkuasa lebih dari 30 tahun.
Dengan dilakukannya amandemen UUD 1945,
maka kini tersedia di hadapan kita tata cara baru dalam penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Tata cara baru tersebut diharapkan dapat
membawa perubahan-perubahan baru yang segar.
Pada saat ini saja sudah mulai terlihat
adanya perubahan yang positif di dalam penyelenggaraan aktivitas berbangsa dan bernegara secara keseluruhan.
1.
Pemilu tahun 2004 sudah dilakukan secara
lebih langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemerintah tidak lagi
memaksa warga negara untuk memilih partai politik tertentu, juga tidak melarang
warga negara untuk mendirikan partai politik baru.
2.
Pemerintah dan negara makin menghargai
hak-hak asasi warga negara. Pemenuhan hak asasi warga negara di antaranya di
tandai dengan diberikannya kebebasan kepada masyarakat untuk menyampaikan
pendapat dan menentukan pilihan politik.
3.
Secara umum penyelenggaraan negara sudah berlangsung lebih terbuka dan
demokratis. Hal ini di antaranya di tandai dengan dibukanya kesempatan kepada
masyarakat untuk ikut mengontrol dan mengoreksi jalannya pemerintahan.
Pemerintah sendiri sudah membuka diri untuk menerima kritik dan masukan dari
masyarakat.
1. Turut memberikan Dorongan
Tiga perkembangan tersebut menunjukkan perbedaan yang
mencolok di bandingkan dengan keadaan pada saat Orde Baru berkuasa.
Perkembangan tersebut memperlihatkan kecendrungan yang baik dan positif.
Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa pada waktu-waktu yang
akan datang hasil-hasil yang diraih akan dapat bertambah baik. Apa yang kini terlihat baru hasil awal dari
pelaksanaan UUD 1945 hasil amandemen.
Jika dalam tahap awal atau percobaan saja hasil yang
diperoleh sementara sudah cukup baik, maka pada tahap-tahap lanjutan kita patut
berharap bahwa kemajuan yang dicapai akan mengalami peningkatan terus menerus.
Presiden, aparat pemerintah, dan lembaga-lembaga tinggi
negara (terutama MPR, DPR, MA,MK dan BPK) adalah pihak-pihak yang terkena
tanggung jawab dan kewajiban untuk melakukan hal itu.
Sebagai warga negara, masyarakat harus ikut memberikan
dorongan agar pelaksanaan UUD 1945 hasil amandemen dapat berjalan dengan ajek
dan berkesinambungan. Kita perlu memberikan kontrol dan pengawasan agar
pelaksanaannya tidak mengalami kemacetan.
2. Bersikap Proaktif
Pada prinsipnya, seluruh unsur bangsa Indonesia bertanggung
jawab atas kelancaran dan kesinambungan pelaksanaan UUD 1945 hasil amandemen.
Bangsa Indonesia berkepentingan untuk meraih keberhasilan
Keberhasilan pencapaian hal itu tidak hanya tergantung pada
pemerintah dan lembaga tinggi negara sebagai pelaksana langsung.
Bagaimanakah sikap dan partisipasi yang proaktif itu ? sikap dan partisipasi yang proaktif adalah
sikap dan keikutsertaan dalam wujud nyata yang lebih aktif dalam pelaksanaan
UUD 1945 hasil amandemen.
Warga negara harus aktif menerapkan hasil-hasil amandemen UUD
1945 dalam kehidupan bermasyarakat.
Sikap dan partisipasi yang proaktif dari masyarakat
sesungguhnya sangat berarti dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan UUD 1945
hasil amandemen.
Oleh sebab itu, kita semua, sebagai warga negara, harus pula
turut melaksanakan UUD 1945 hasil amandemen sesuai dengan peran dan lingkungan
kita masing-masing.
a.
Oleh karena tuntutan UUD 1945 hasil
amandemen, negara dan pemerintah kini lebih menghargai hak asasi warga negara
sehingga warga negara diberi kebebasan yang lebih besar untuk melaksanakan
hak-haknya. Terkait dengan hal ini, kita tidak boleh menggunakan kebebasan itu
secara melampaui batas. Di rumah, sekolah, kampung, dan dimanapun, kita
diharuskan menggunakan kebebasan secara bertanggung jawab, yakni menggunakannya
sesuai dengan peraturan yang berlaku serta tidak menyebabkan terlanggarnya
hak-hak orang lain dan terganggunya ketertiban umum.
b.
UUD 1945 hasil amandemen juga mendorong
banyak sisi kehidupan mayarakat lebih bercorak demokratis. Berbagai forum dan
kegiatan masyarakat sudah banyak dilakukan dengan semangat demokrasi. Terkait
dengan hal ini, setiap warga negara harus dapat menghindarkan penyalahgunaan
demokrasi untuk kepentingan-kepentingan sempit, seperti menonjolkan kepentingan
pribadi dan golonga. Demokrasi harus digunakan dan dipraktikkan dala bingkai
untuk mewadahi danmemperjuangkan kepentingan bersama.
c.
Pemerintah juga sudah menjalankan kegiatan
kenegaraan dengan lebih demokratis dan terbuka. Masyarakat telah diberi
keleluasaan untuk menyampaikan kritik dan aspirasinya. Sehubungan dengan hal
ini, kita diharuskan untuk menyampaikan aspirasi dan kritik sesuai dengan sopan
santun dan tata cara yang sudah disepakati. Aspirasi dan kritik, antara lain,
harus disampaikan dengan iktikad yang baik, dengan bahasa yang mudah dipahami,
serta dengan isi yang bersifat positif dan membangun.
d.
Negara dan pemerintah juga sudah dan
akan terus menyelenggarakan pemilihan umum yang lebih bebas, jujur, dan adil,
serta di sisi lain masyarakat juga dibebaskan untuk mendirikan partai politik
baru. Terkait dengan hal ini, setiap warga negara yang sudah cukup umur (17
tahun ke atas) sepatutnya ikut menggunakan hak pilihnya dalam setiap pemilu.
Warga negara yang hendak mendirikan partai politik baru juga wajib menaati ketentuan-ketentuan
pendirian partai politik seperti yang sudah di tetapkan.
KETAATAN TERHADAP
UNDANG-UNDANG NASIONAL
A. Tata urutan peraturan perundang-undangan
Tata urutan perundang-undangan
adalah tingkatan atau penjenjangan jenis
– jenis peraturan perundang – undangan yang didasarkan pada asas bahwa
peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi.
Adapun peraturan perundang-undangan
merupakan peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara atau pejabat
berwenang yang memiliki kekuatan mengikat secara umum.
1.
Undang – undang dasar RI tahun 1945 (UUD
1945);
2.
Undang – undang (UU) / peraturan
pemerintah pengganti undang – undang
(perpu);
3.
Peraturan pemerintah (PP);
4.
Peraturan Presiden (Penpres);
5.
Peraturan daerah (perda), terdiri atas
a.
Peraturan daerah provinsi
b.
Peraturan daerah kabupaten / kota,
c.
Peraturan desa
Tata urutan tersebut memperlihatkan
bahwa undang-undang dasar (UUD) 1945 menempati kedudukan paling tinggi,
sedangkan peraturan tingkat desa menempati kedudukan paling rendah. Tata urutan
tersebut menjadi pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan.
1. UUD 1945
Negara kita memiliki UUD 1945 yang dijadikan sebagai landasan
dasar pengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kamu pasti
masih ingat bahwa UUD 1945 merupakan konstitusi atau hukum dasar yang tertulis.
UUD 1945 merupakan produk hukum yang istimewa. Di samping
kedudukannya yang vital, UUD 1945 justru dirancang sebelum bangsa Indonesia
merdeka dan terbentuk menjadi negara.
Oleh sebab itu, di dalam UUD 1945 disebutkan dengan jelas
hal-hal mendasar yang bersangkut paut
dengan negara. Melalui bagian pendahuluannya yang lazim di sebut pembukaan UUD
1945 disebutkan tentang dasar negara, bentuk pemerintahan negara, dan tujuan
negara.
Setelah Indonesia merdeka dan berdiri sebagai negara, UUD
1945 disahkan menjadi konstitusi. Pengesahannya juga dilakukan oleh para pendiri
negara yang tergabung dalam PPKI dalam keadaan mendesak.
2. Undang – Undang / Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang
Undang – Undang adalah peraturan perundang-undangan yang
dibuat oleh DPR dengan persetujuan bersama presiden.
Dalam UUD 1945, ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan
penetapan UU diantaranya terdapat pasal 5, pasal 20, pasal 21, dan pasal 22D.
Pada prinsipnya, kekuasaan membentuk undang-undang berada di
tangan DPR.
Secara keseluruhan presiden juga menjadi partner (pasangan)
DPR dalam pembahasan dan menyetujui undang-undang. Undang-Undang tidak dapat
dibuat, disetujui, dan disahkan hanya oleh salah satu pihak.
Adapun peraturan pemerintah pengganti Undang-undang (Perpu)
adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan sepenuhnya oleh presiden tanpa
lewat persetujuan bersama DPR.
3. Peraturan Pemerintah
Peraturan pemerintah (PP) dibuat dan ditetapkan oleh presidan
dalam kedudukannya sebagai kepala pemerintahan.
4. Peraturan Presiden
Sebagaimana peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden
(perpres) adalah peraturan
perundang-undangan yang dibuat dan ditetapkan oleh presiden.
5. Peraturan Daerah
Peraturan daerah (perda) ialah peraturan perundang-undangan yang
dibuat oleh DPRD dengan persetujuan
bersama kepala daerah. Peraturan daerah dapat berupa peraturan daerah tingkat
provinsi, tingkat kabupaten atau kota, dan tingkat desa.
Di tingkat provinsi, peraturan daerah dibuat DPRD provinsi
melalui persetujuan dengan gubernur.
B. Proses pembuatan Peraturan Perundang –
Undangan Nasional
Sebagai negara yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, Indonesia harus menyelenggarakan semua aspek kehidupan
dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, serta kenegaraan (termasuk
pemerintahan) dengan berdasarkan atas hukum
1. Proses Pembentukan UUD 1945
UUD 1945 adalah konstitusi atau undang-undang dasar yang
pembentukkannya dilakukan dengan cara yang paling khusus di antara semua
peraturan perundang-undangan yang ada.
UUD 1945 dirancang oleh para tokoh pendiri negara Indonesia
yang tergabung dalam BPUPKI.
2. Proses Pembentukan Undang-Undang
Sebagaimana sudah disinggung di murka, undang-undang dibuat
melalui persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.
a. RUU dari Presiden
Dalam praktiknya, RUU dari presiden tidak dibuat langsung
oleh presiden sendiri, melainkan dibuat oleh menteri atau pimpinan lembaga
pemerintahan nondepartemen sesuai dengan ruang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya.
1.
Latar belakang dan tujuan penyusunan;
2.
Sasaran yang ingin diwujudkan;
3.
Pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek
yang akan diatur;
4.
Jangkauan atau arah pengaturan.
Disetujui atau tidaknya oleh presiden
prakarsa penyusunan RUU itu, diberitahukan secara tertulis oleh menteri
sekretaris negara kepada menteri atau pimpinan lembara pemrakarsa dengan
tembusan kepada menteri kehakiman (sekarang menteri hukum dan hak asasi
manusia).
b. RUU dari DPR
Sementara itu, jika diajukan oleh DPR, RUU yang telah
dipersiapkan DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada presiden.
Kemudian presiden menyampaikan RUU tersebut kepada menteri sekretaris negara di
sertai saran mengenai menteri yang akan ditugasi untuk mengoordinasi
pembahasannya dengan menteri atau pimpinan lembaga yang terkait.
1.
Mengonsultasikan RUU disertai pemberian
pendapat, pertimbangan, dan saran penyempurnaan;
2.
Menyelesaikan seluruh proses konsultasi
RUU sampai pelaporannya kepada presiden dalam waktu 60 hari sejak penerimaan
surat dari menteri sekretaris negara.
Kemudian presiden menyampaikan kembali
RUU kepada DPR melalui surat.
c. Pengesahan dan penyebarluasan
Undang-Undang
RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan presiden
disampaikan DPR kepada presiden untuk disahkan menjadi undang -undang (UU).
Penyampaian oleh DPR dilakukan paling lambat tujuh hari sejak tanggal
persetujuan.
Terhadap RUU yang sudah disahkan menjadi UU, pemerintah
(presiden dan menteri) wajib menyebarluaskannya dalam lembaran negara rebuplik
Indonesia atau berita Negara Republik Indonesia.
Proses pengesahan dan penyebarluasan undang-undang sudah
diatur lebih jelas dalam Keputusan Presiden No. 188 Tahun 1998 mengenai tata cara
mempersiapkan RUU.
1.
Menteri sekretaris negara menyiapkan
naskah RUU yang telah disetujui oleh DPR dan selanjutnya mengajukannya kepada
presiden untuk memperoleh pengesahan.
2.
Jika pada RUU masih terdapat kesalahan
teknik penulisan, menteri sekretaris negara dapat melakukan perbaikan dengan
terlebih dahulu memberitahukannya kepada pimpinan DPR.
3.
Menteri sekretaris negara mengundangkan
UU tersebut dengan menempatkannya di Lembaran Negara Republik Indonesia.
3. Proses pembentukan peraturan pemerintah
pengganti Undang-Undang
Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) dibuat
dalam keadaan mendesak atau memaksa.
Namun, pada waktu berikutnya, perpu harus dimintakan
persetujuan kepada DPR. Dalam UU No. 10 Tahun 2004 pasal 25, antara lain,
disebutkan beberapa ketentuan sebagai berikut :
a.
Perpu harus diajukan kepada DPR dalam
persidangan berikut.
b.
Pengajuan perpu kepada DPR dilakukan
dalam bentuk pengajuan RUU tentang penetapan perpu untuk menjadi UU.
c.
Jika perpu di tolak oleh DPR, maka perpu
tersebut tidak berlaku.
d.
Jika perpu ditolak DPR, maka presiden
mengajukan RUU mengenai pencabutan perpu itu yang isinya dapat mengatur pula
segala akibat dari penolakan DPR itu.
4. Proses Pembentukan Peraturan Pemerintah
Peraturan pemerintah (PP). Dibuat oleh presiden untuk
menjalankan UU. Peraturan pemerintah lazim dirancang oleh menteri kemudian
diajukan kepada presiden untuk mendapatkan persetujuan dan penetapan.
Prosesnya tidak melibatkan dan tidak perlu mendapatkan
persetujuan DPR.
5. Proses Pembentukan Peraturan Presiden
Peraturan presiden (perpres) adalah peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara. Isi atau materi peraturan presiden bersifat melaksanakan
isi undang-undang atau isi peraturan pemerintah.
Proses pembentukannya tidak mengikutsertakan DPR dan tidak
perlu mendapatkan persetujuan dari DPR. Seperti halnya dalam pembentukan
peraturan pemerintah, dalam pembuatan peraturan presiden ini menterilah yang
justru banyak berperan.
6. Proses Pembentukan Peraturan Daerah
Peraturan daerah dibuat melalui persetujuan bersama antara
DPRD dan kepala daerah. Proses pembentukan peraturan daerah sebenarnya secara umum sama dengan proses pembentukan
undang-undang. Posisi DPR dan presiden dalam pembuatan undang-undang masing-masing
digantikan oleh DPRD dan kepala daerah (Gubernur, bupati, atau walikota) dalam
pembuatan peraturan daerah.
Adapun penetapan rancangan peraturan daerah menjadi peraturan
daerah oleh kepala daerah dilakukan dengan membubuhkan tanda tangan paling
lambat 30 hari sejak rancangan peraturan itu disetujui bersama. Jika dalam
jangka waktu itu (30 hari) rancangan peraturan daerah tidak ditandatangani
kepala daerah, maka rancangan itu sah menjadi peraturan daerah dan wajib
diundangkan.
C. Menaati Peraturan Perundang - Undangan
Peraturan di sekolah bahkan jumlahnya
tidak hanya satu atau dua butir, melainkan umumnya banyak dan beragam.
Peraturan yang berlaku di sekolah
biasanya bertingkat-tingkat, ada peraturan di tingkat kelas, peraturan tingkat
sekolah.
Peraturan-peraturan itu secara umum
diterapkan dengan maksud untuk menciptakan ketertiban.
Manfaat yang diberikannya tidak lain
adalah terwujudnya keteraturan dan ketertiban. Indonesia adalah negara hukum
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Peraturan perundang-undangan merupakan
penjabaran lebih detail dan operasional dari UUD 1945. Sebagai penampung amanat
UUD 1945 sekaligus sebagai pedoman tata tertib.
Jika peraturan yang tidak di patuhi itu
undang-undang normatif yang bersifat mengarahkan perilaku masyarakat, yang akan
terjadi dapat lebih buruk lagi, misalnya kehidupan jadi banyak di warnai
kejahatan serta kemungkinan akan berlaku hukum rimba; siapa yang kuat, akan
menang dan berkuasa.
Soal menaati peraturan
perundang-undangan, berikut ini diuraikan beberapa contoh sikap taat yang
diperlukan tersebut.
1.
Di dunia pendidikan berlaku
undang-undang tentang sistem pendidikan nasional (UU No. 20/2003).
2.
Di tempat kita hilir mudik setiap hari
untuk berbagai keperluan, yakni jalan raya, juga telah berlaku undang-undang
tentang lalu lintas dan jalan raya.
3.
Di lingkungan umum berlaku undang-undang
yang namanya undang-undang perpajakan. Undang-undang ini mengatur keharusan
warga negara yang memiliki kemampuan keuangan dan harta benda tertentu untuk
membayar pajak kepada negara.
D. Kasus Korupsi dan Upaya Pemberantasan
Korupsi di Indonesia
Pada era reformasi ini, masyarakat
menghendaki agar upaya pemberantasan korupsi makin ditingkatkan. Hal ini karena
korupsi telah terbukti menimbulkan kerugian yang sangat besar pada rakyat,
bangsa, dan negara.
1. Arah Kebijakan Pemberantasan Korupsi
Korupsi di Indonesia sudah masuk dalam persoalan yang sangat
serius. Lewat krisis hebat tahun 1997/1999, korupsi telah menggoyahkan
sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Krissis yang nyaris menghancurkan
bangsa dan negara itu memang tidak sepenuhnya diakibatkan oleh korupsi, tetapi
sebagian besar dipicu oleh korupsi yang dilakukan rezim Orde Baru.
Arah kebijakan pemberantasan korupsi, seperti tercantum dalam
Tap No. VIII/MPR/2001, antara lain menekankan hal-hal sebagai berikut :
a.
Mempercepat proses hukum terhadap aparat
pemerintah, terutama penegak hukum serta penyelenggara negara, yang diduga
melakukan praktik korupsi.
b.
Melakukan tindakan hukum dengan
sungguh-sungguh terhadap semua kasus korupsi, serta mereka yang telah terbukti
bersalah agar dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya.
c.
Mendorong partisipasi masyarakat dalam
mengatasi dan melaporkan kepada pihak yang berwenang berbagai macam dugaan
praktik korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri, penyelenggara negara, dan
anggota masyarakat.
d.
Mencabut, mengubah, atau mengganti semua
peraturan perundang-undangan
e.
Memperbaiki semua peraturan
perundang-undangan yang berkenaan dengan korupsi.
f.
Membentuk undang-undang dan peraturan
pelasana lain guna mempercepat serta meningkatkan efektivitas pelaksanaan
pemberantasan dan pencegahan korupsi, yang muatannya meliputi
1.
Komisi pemberantasan tindak pidana
korupsi,
2.
Perlindungan sanksi dan korban
3.
Kejahatan terorganisasi,
4.
Kebebasan mendapatkan informasi
5.
Etika pemerintahan
6.
Kejahatan pencucian uang, dan
7.
Ombudisman
g.
Perlunya negara membentuk undang-undang
untuk mencegah terjadinya perbuatan – perbuatan kolusi dan / atau nepotisme
yang dapat memungkinan terjadinya tindak pidana korupsi.
2. Mengenali dan menetapkan kasus korupsi
Pada zaman reformasi sekarang ini, rakyat makin kuat menuntut
terwujudnya penyelenggaraan negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya
secara sungguh-sungguh, penuh rasa tanggung jawab, serta bebas dari korupsi.
Sehubungan dengan hal itu perlu adanya upaya untuk menetapkan
perilaku aparat, pegawai, atau aparat pemerintah serta aparat penegak hukum
yang tergolong sebagai perbuatan korupsi. Berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, beberapa perbuatan yang tergolong
korupsi dan karenanya dapat di kenai hukuman, antara lain, sebagai berikut :
a.
Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atauorang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
b.
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
bisa merugikan keuangan atau perekonomian negara;
c.
Setiap orang yang melakukan percobaan,
pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi;
d.
Setiap orang di luar wilayah negara
Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan
untuk terjadinya tindak pidana korupsi.
3. Upaya Pemberantasan Korupsi
Upaya pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan tegas,
konsekuen, dan konsisten berdasarkan undang-undang pemberantasan tindak pidana
korupsi.
Untuk mencapai tujuan yang lebih efektif dalam mencegah dan
memberantas korupsi, diperlukan ancaman pidana khusus.
Dibeberapa negara lain, misalnya China, hukuman mati untuk
para koruptor sudah diberlakukan dan terbukti mengurangi angka kasus korupsi.
E. Pengertian Antikorupsi dan Instrumen
Antrikorupsi di Indonesia
1. Pengertian Antikorupsi
Korupsi berasal dari kata bahasa Inggris corruption dalam
bahasa Belanda disebut Korruptie, dalam bahasa latin disebut corruptio. Secara
harfiah, korupsi berarti jahat atau buruk.
Telah diuraikan pula ciri-ciri perilaku yang mengarah pada
perbuatan korupsi. Nah, sekarang bagaimana dengan pengertian antikorupsi ? apa
yang disebut sikap antikorupsi ?
Kata antikorupsi terbentuk dari kata anti dan korupsi. Kata
anti memiliki arti melawan, menentang, tidak setuju, tidak suka, atau tidak
senang.
2. Instrumen Antikorupsi
Instrumen antikorupsi yang dianggap penting dan berperan
besar dalam upaya pemberantasan korupsi adalah hukum dan lembaga pemberantasan
korupsi.
a. Hukum dan Undang-Undang Antikorupsi
Berbagai peraturan perundang-undangan yang merupakan landasan
untuk memberantas korupsi, antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
1.
Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
2.
Ketetapan MPR RI No. VIII/MPR/2001 tentang
Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme;
3.
UU No. 28 / 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
4.
UU No. 31 / 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
5.
UU No. 20 / 2001 tentang Perubahan UU
No. 31 / 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
6.
UU No. 30 / 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
7.
UU No. 15 / 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang;
8.
UU No. 25 / 2003 tentang Perubahan atas
UU No. 15 / 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang;
9.
UU No. 15 / 2004 tentang Pemeriksaan,
Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
10. Inpres
No. 5 / 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
b. Lembaga Antikorupsi : KPK
Maka, melalui UU No. 31 / 1999 dimulai prakarsa untuk
membentuk lembaga yang dimaksud. Menurut UU No. 31 / 1999, lembaga itu harus
sudah terbentuk paling lambat dua tahun sejak UU No. 31 / 1999 diberlakukan.
Untuk memperkuat pembentukan lembaga tersebut, bahkan kemudian dibuat UU No. 30
/ 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setelah keluarnya
undang-undang yang terakhir ini, maka lembaga yang di idam-idamkan banyak
kalangan itu akhirnya terbentuk pada 27 Desember 2002 dengan nama resmi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
1. Tugas
Seperti diatur dalam UU No. 30 / 2002, tugas-tugas KPK adalah
sebagai berikut :
a.
Menjalin koordinasi
b.
Melakukan supervisi
c.
Melakukan penyelidikan
d.
Melakukan pencegahan
e.
Melakukan pemantauan
2. Wewenang
Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan tugas KPK lebih maksimal
dengan membawa hasil yang optimal. Seperti tercantum dalam UU No. 30 / 2002.
3. Kewajiban
Dalam menjalankan tugasnya, KPK juga dikenai kewajiban.
Kewajiban KPK menurut UU No. 30 / 2002 :
a.
Memberikan perlindungan kepada saksi
atau pelapor yang menyampaikan laporan atau memberikan keterangan mengenai
terjadinya tindak pidana korupsi;
b.
Memberikan informasi kepada masyarakat
yang memerlukan
c.
Menyusun laporan tahunan dan
menyampaikan kepada presiden
d.
Menegakkan sumpah jabatan.
Oleh sebab itu, sebagai lembaga
pemberantas korupsi, KPK diberi wewenang yang demikian luas.
PELAKSANAAN DEMOKRASI DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN
Kata demokrasi pasti sudah tidak asing
lagi bagi sebagian besar orang. Demokrasi digunakan sebagai sistem dalam
menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
A. Hakikat Demokrasi
1. Pengertian Demokrasi
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos dan
cratos. Demos berarti rakyat, sedangkan cratos berarti kedaulatan. Dengan demikian,
demokrasi berarti kedaulatan rakyat. Istilah ini pada zaman yunani kuno,
khususnya di Kota Athena yang sudah menerapkan demokrasi secara langsung.
Demokrasi dapat juga berarti gagasan atau pandangan hidup
yang mengutamakan persamaan hak, kewajiban, dan perlakuan bagi semua warga
negara (KBBI, 2002 : 249)
Demokrasi juga telah banyak di kaji oleh para ahli politik
dan pemerintahan. Banya ahli dan tokoh
mengemukakan rumusannya tentang demokrasi. Berikut ini adalah beberapa di
antaranya :
a.
Carol C. Gould mengatakan bahwa
demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang di dalamnya rakyat memerintah
b.
International Commision of jurist
menyatakan, demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang menjamin hak untuk
membuat keputusan politik.
c.
Samuel huntington mengatakan, suatu
sistem politik dinamakan demokrasi jika para pembuat keputusan kolektif yang
paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan yang jujur dan adil.
d.
Abraham Lincoln mengatakan, demokrasi
adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (dalam Jutmini
dan Winarto, 2004 : 106)
2. Ciri – Ciri Demokrasi
Pemerintahan dan unsur-unsur lain dalam negara adalah rakyat
yang mendapat status tambahan karena diberi mandat dan kepercayaan oleh rakyat
untuk memegang atau melakukan hal (status) itu.
Dari uraian mengenai sifat-sifat yang dapat kita jumpai dalam
sistem demokrasi di atas, kiranya dapat ditarik beberapa ciri demokrasi.
Ciri-ciri yang dimaksud tersebut, antara lain, sebagai berikut :
a.
Adanya pengakuan, penghargaan, dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara);
b.
Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur,
dan adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta
anggota lembaga perwakilan rakyat;
c.
Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan
kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum;
d.
Adanya pers (media massa) yang bebas
untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah;
e.
Adanya pengakuan terhadap perbedaan dan
keragaman (suku, agama, golongan, dan sebagainya).
3. Bentuk – Bentuk Demokrasi
Berikut ini, kamu diajak untuk mengetahui beberapa bentuk
demokrasi yang ada dan digunakan dalam ketatanegaraan atau perpolitikan
negara-negara di dunia.
a.
Berdasarkan cara penyampaian aspirasi
atau kehendak, demokrasi terbagi atas demokrasi langsung dan demokrasi tidak
langsung.
1.
Demokrasi langsung adalah sistem
demokrasi yang mengikutsertakan seluruh rakyat dalam mengambil keputusan atau
menentukan kebijakan negara.
2.
Demokrasi tidak langsung adalah sistem
demokrasi yang tidak mengikutsertakan seluruh rakyat secara langsung dalam
mengambil keputusan atau menentukan kebijakan negara, melainkan
pengikutsertaannya dilakukan lewat perwakilan.
b.
Berdasarkan hubungan antaralat
kelengkapan negara, demokrasi terbagi atas demokrasi sistem parlementer dan
demokrasi sistem presidensial.
1.
Demokrasi sistem parlementer adalah
demokrasi yang berlaku dan diterapkan dalam negara yang pemerintahannya
menganut sistem parlementer.
2.
Demokrasi sistem presidensial adalah
demokrasi yang berlaku dan diterapkan dalam negara yang pemerintahannya
menganut sistem presidensial.
B. Kehidupan Demokratis dalam
Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara
Hal serupa itu kiranya berlaku juga
untuk konteks Indonesia. Indonesia sebagai masyarakat, bangsa dan negara telah
memilih jalan demokrasi sebagai sistem pemerintahan sekaligus sistem dan
pandangan kehidupan. Begitulah yang ditekankan baik dalam Pancasila (sila
keempat) maupun UUD 1945 (Pasal 1 ayat (2)).
Lewat penerapan kebebasan, misalnya,
sering terjadi perselisihan yang mengarah pada konflik.
1. Pentingnya Demokrasi dalam Bermasyarakat
Masyarakat terus – menerus berada dalam tekanan dan
pengawasan ketat, sementara pemerintahan otoriter yang seharusnya justru di
awasi dan dikoreksi masyarakat malah bebas dan leluasa untuk melakukan banyak
hal di luar kewenangannya.
Adapun kehidupan masyarakat yang demokratis akan membawa
beberapa keuntungan sebagai berikut :
a.
Masyarakat dapat hidup sesuai dengan
harkat dan martabatnya sebagai manusia.
b.
Masyarakat akan saling bertoleransi,
menghargai, dan menghormati berbagai perbedaan atau asal usul hidup.
c.
Masyarakat dapat melaksanakan hak dan
kewajibannya secara lebih seimbang.
d.
Masyarakat akan lebih kritis, aktif,
dinamis, dan kreatif karena diberi kebebasan beraktivitas dan menyampaikan
pendapat.
e.
Masyarakat lebih dapat menyalurkan
aspirasinya kepada pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung.
f.
Masyarakat dapat menentukan pilihannya
baik dalam politik (lewat pemilu) maupun dalam bidang-bidang lain.
g.
Masyarakat dapat turut serta dalam pembangunan
lewat berbagai aktivitas dan kreativitas.
2. Pentingnya Demokrasi dalam Berbangsa dan
Bernegara
Sejak memasuki era reformasi serta diberlakukannya
hasil-hasil amandemen UUD 1945, demokrasi sudah diterapkan dalam
penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Pemilu 2004 sudah dilaksanakan lebih
bebas dan demokratis, hak-hak asasi masyarakat lebih dilindungi dan dijamin,
dan hukum di buat lebih independen.
3.
Pentingnya Prasarana Demokrasi dalam Mengusahakan Kehidupan yang
Demokratis
Lembaga demokratis terkait dengan
badan-badan resmi yang menjadi penggerak utama jalannya
demokrasi. Lembaga demokrasi, antara lain, terdiri atas badan-badan berikut ini
:
a.
Pemerintah
b.
Baean perwakilan rakyat
c.
Partai politik
d.
Badan peradilan, dan
e.
Pers atau media masa
Nilai demokrasi sering dikaitkan dengan
kultur atau budaya demokrasi dari suatu masyarakat atau bangsa. Nilai-nilai
demokrasi, antara lain, terdiri atas beberapa hal di bawah ini :
a.
Toleransi (bertenggang rasa terhadap
perbedaan)
b.
Kebebasan berpendapat (menghormati
kebebasan)
c.
Memahami dan menghargai keanekaragaman
d.
Keterbukaan dalam berkomunikasi
e.
Dijunjungnya nilai dan martabat
kemanusiaan
f.
Penyelesaian pertikaian secara damai dan
sukarela
g.
Terjaminnya perubahan secara damai
h.
Pergantian pemimpin (penguasa) secara
teratur
i.
Mengutamakan keterbukaan (transparansi)
j.
Penegakkan keadilan
k.
Adanya komitmen dan tanggung jawab.
Adapun negara yang dikatakan sebagai
negara demokrasi sendiri setidaknya harus memiliki ciri-ciri berikut ini :
a.
Memberikan jaminan akan kebebasan
individu
b.
Memberikan jaminan hak asasi manusia
c.
Memberikan kesempatan memperoleh
pendidikan
d.
Adanya penegakan hukum
e.
Pemerintah berada di bawah kontrol
masyarakat (rakyat)
f.
Dilakukannya pemilihan umum yang bebas,
g.
Berlakunya prinsip mayoritas suara
Adapun ciri-ciri pemerintahan demokrasi
adalah sebagai berikut :
a.
Pemerintahan dijalankan dengan
berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat
b.
Adanya pemisahan atau pembagian
kekuasaan, dan
c.
Adanya proses pertanggung jawaban dari
pelaksanaan kegiatan pemerintahan.
Prinsip musyawarah untuk mufakat
merupakan ciri khas dari demokrasi Indonesia sesuai dengan pengamalan sila
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan” yang merupakan pelaksanaan demokrasi Pancasila.
Nilai-nilai tersebut antara lain,
sebagai berikut :
1.
Mengutamakan kepentingan negara dan
masyarakat
2.
Tidak memaksakan kehendak kepada orang
lain
3.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama
4.
Musyawarah untuk mencapai mufakat
diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5.
Dengan iktikad baik dan rasa tanggung
jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah
6.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat
dan sesuai dengan hati nurani yang luhur; serta
7.
Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
harkat dan martabat manusia, serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
C.
Menghargai
Pelaksanaan Demokrasi
Sebagai panduan untuk meningkatkan dan
memantapkan keterampilanmu dalam melaksanakan nilai-nilai demokrasi , berikut ini
diberikan beberapa contoh penerapan nilai-nilai demokratis di rumah (keluarga),
sekolah, dan masyarakat serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
1. Penerapan demokrasi di Rumah (keluarga)
Hubungan antaranggota keluarga di rumah harus dilakukan dengan
baik agar tercipta keluarga yang harmonis dan bahagia. Terciptanya
keluarga-keluarga yang harmonis dan bahagia akan membawa dampak positif pada
kehidupan masyarakat dan bangsa.
2. Penerapan demokrasi di Sekolah
Sekolah merupakan lembaga resmi yang bertugas
mendiidk anak-anak bangsa untuk mencetak calon-calon pemimpin bangsa pada masa
yang akan datang. Moral dan karakter siswa yang terbentuk melalui pendidikan
dan aktivitas di sekolah akan sangat menentukan moral dan karakter masyarakat
dan bangsa pada masa yang akan datang.
3. Penerapan demokrasi di Masyarakat
Kita tidak dapat lepas dari kehidupan masyarakat karena kita
adalah anggota dari masyarakat. Masyarakat sendiri merupakan bagian dari bangsa
dan negara. Terwujudnya masyarakat yang demokratis akan memberikan dukungan
dalam menciptakan kehidupan bangsa dan negara yang demokratis juga.
4. Penerapan demokrasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, penerapan
nilai-nilai demokrasi wajib dilkukan sebagai upaya untuk mewujudkan kehidupan
bangsa dan negara yang bebas dari kesewenang-wenangan dan penyelewengan
penguasa (pemerintah) seperti pada zaman
Orde lama dan Orde Baru.
KEDAULATAN RAKYAT DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA
Siapakah yang memegang kedaulatan di
negara kita ? apakah yang disebut kedaulatan ? siapakah rakyat itu ? bagaimana
cara menerapkan dan melaksanakan kedaulatan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara ?
Seperti sudah kamu pelajari pada Bab IV
di muka, negara kita adalah negara demokrasi. Bahwa kedaulatan negara berada di
tangan rakyat sudah menjadi kesepakatan dan ketetapan bangsa Indonesia yang
dituangkan dalam konstitusi.
Hakikatnya, semua individu masyarakat
Indonesia adalah rakyat Indonesia, termasuk mereka yang menjadi presiden,
pejabat, dan anggota lembaga perwakilan rakyat.
A. Makna Kedaulatan Rakyat
Kedaulatan sangat terkait dengan
keberadaan suatu negara. Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu
negara.
Kedaulatan rakyat di Indonesia di
dasarkan pada sumber – sumber hukum berikut ini :
1.
Pancasila sila keempat
2.
Pembukaan UUD 1945 alinea keempat,dan
3.
UUD 1945 Pasal 1 ayat (2)
1. Teori Kedaulatan Tuhan
Menurut teori kedaulatan Tuhan, pemerintah memperoleh
kekuasaan yang tertinggi itu dari Tuhan. Segala sesuatu yang ada di alam
semesta berasal dari Tuhan.
Contohnya ialah kaisar Jepang, yang diklaim sebagai keturunan
dewa Amaterasu serta raja-raja di Jawa pada zaman Hindu yang menyebut dirinya
sebagai penjelmaan wisnu. Pelopor teori kedaulatan Tuhan ialah Augustinus (354-430),
Thomas Aquinas (1225-1274), dan Fredrich Julius Stahl (1802-1861).
2. Teori kedaulatan Negara
Menurut teori ini, oleh karena negara merupakan kekuasaan
tertinggi, negaralah yang memiliki kedaulatan.
3. Teori kedaulatan raja
Teori kedaulatan raja menyebutkan bahwa kekuasaan tertinggi
suatu negara terletak di tangan raja dan keturunannya.
Contoh penerapan teori tersebut dapat dilihat pada negara
Perancis saat dipimpin oleh Raja Louis XIV. Pelopor teori kedaulatan raja
adalah Niccolo Machiavelli yang menyatakan bahwa negara yang kuat harus
dipimpin oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan tidak terbatas atau mutlak
(dalam buku II Principle).
4. Teori kedaulatan Hukum
Teori kedaulatan hukum menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi
dalam suatu negara bersumber pada hukum
Pelopor teori kedaultan hukum ialah Huge de Groot, Leor
Dugoit, H. Krabbe, dan Immanuel Kant.
5. Teori kedaulatan Rakyat
Pelopor teori kedaulatan rakyat ialah John Locke,
Montesquieu, J. J. Roesseau. Teori kedaulatan rakyat merupakan teori yang
paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia.
B. Sistem Pemerintahan dan Lembaga Negara
Pelaksana Kedaulatan Rakyat
Adapun negara yang menganut paham
kedaulatan rakyat, antara lain, memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
1.
Melaksanakan pemilihan umum (pemilu)
secara periodil,
2.
Memiliki lembaga perwakilan rakyat yang
para anggotanya di pilih melalui pemilu,
3.
Memiliki pemimpin pemerintahan yang
dipilih melalui pemilu,
4.
Memiliki prosedur pertanggung jawaban
pemerintah kepada rakyat,
5.
Menerapkan prinsip demokrasi dalam
penyelenggaraan negara.
1. Sistem Pemerintahan Indonesia
Para menteri memiliki kedudukan yang sekaligus bertanggung
jawab kepada presiden, bukan bertanggung jawab kepada DPR (parlemen). Presiden sendiri
juga tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dan DPR tidak dapat saling
menjatuhkan.
DPR dapat mengajukan usul pemberhentian presiden kepada MPR
jika presiden terbukti melakukan hal-hal berikut ini :
a.
Melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat
lainnya,
b.
Melakukan perbuatan tercela; serta
c.
Tidak lagi memenuhi syarat sebagai
presiden.
·
Kekuasaan wewenang
presiden
Sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, presiden juga
memiliki kekuasaan dan wewenang tertentu.
2. Peran Lembaga Negara sebagai Pelaksana
Kedaulatan Rakyat
Lebih khusus, tugas dan tanggung jawab itu dijalankan sebagai
pelaksanaan dari kedaulatan rakyat. Lembaga-lembaga negara itu adalah sebagai
berikut :
a.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
b.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan
c.
Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
a. MPR
1. Kedudukan dan Wewenang MPR
Sebelum UUD 1945 diamandemen, MPR memiliki kedudukan sebagai
lembaga tertinggi negara sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi negara.
MPR memilih, mengangkat, dan melantik presiden, dan wakil
presiden serta menetapkan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) sebagai
pedoman yang harus dilaksanakan presiden.
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen, MPR memiliki
wewenang-wewenang sebagai berikut :
a.
Mengubah dan menetapkan undang-undang
dasar,
b.
Melantik presiden dan wakil presiden,
serta
c.
Memberhentikan presiden dan wakil
presiden.
2. Hak dan Kewajiban MPR
MPR juga dibebani beberapa kewajiban menurut UU No. 22 /
2003, para anggota MPR mempunyai kewajiban – kewajiban sebagai berikut :
a.
Mengamalkan Pancasila
b.
Melaksanakan UUD 1945 dan segala
peraturan perundangan-undangan
c.
Menjaga keutahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan kerukunan nasional
d.
Mengutamakan kepentingan negara di atas
kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan; serta
e.
Melaksanakan peranan sebagai wakil
rakyat dan wakil daerah.
Adapun dalam melaksanakan tugasnya, MPR
mempunyai hak-hak sebagai berikut :
a.
Menentukan sikap dan pilihan dalam
pengambilan keputusan,
b.
Mengajukan usul perubahan pasal-pasal
undang-undang dasar,
c.
Keuangan dan administratif,
d.
Memilih dan dipilih,
e.
Membela diri,
f.
Imunitas, serta
g.
Protokoler.
b. DPR
1. Fungsi dan Keanggotaan DPR
DPR mempunyai fungsi pokok legislasi (membentuk
undang-undang), anggaran / budget (menetapkan APBN), dan pengawasan (mengawasi
jalannya pemerintahan). Masa jabatan keanggotaan DPR selama 5 tahun.
2. Tugas dan Wewenang DPR
Adapun menurut UU No. 22 / 2003 Pasal 26 Ayat (1), tugas dan
wewenang DPR, antara lain sebagai berikut :
a.
Membentuk undnag-undang yang dibahas
dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama;
b.
Memerhatikan pertimbangan DPD atas RUU
APABN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
c.
Menetapkan APBN bersama presiden dengan
memperhatikan pertimbangan DPD;
d.
Melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah.
3. Hak dan Kewajiban DPR
Sebagai lembaga, DPR memiliki hak interpelasi, hak angket,
dan hak menyatakan. Hak interpelasi adalah hak meminta keterangan kepada
pemerintah mengenai suatu hal, sedangkan hak angket adalah untuk mengadakan penyelidikan. Dalam pada
itu, para anggota DPR memiliki hak-hak sebagai berikut :
a.
Mengajukan RUU,
b.
Mengajukan pertanyaan,
c.
Menyampaikan usul dan pendapat,
d.
Memilih dan dipilih,
e.
Keuangan dan administratif,
f.
Membela diri,
g.
Imunitas, serta
h.
Protokoler.
Adapun kewajiban-kewajiban anggota DPR
adalah sebagai berikut :
a.
Mengamalkan Pancasila,
b.
Melaksanakan UUD 1945 dan menaati segala
peraturan perundang-undangan,
c.
Memerhatikan upaya peningkatan
kesejahteraan rakyat,
d.
Mempertahankan kehidupan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, serta
e.
Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
c. DPD
1. Keanggotaan DPD
DPD terdiri atas wakil daerah provinsi yang dipilih melalui
pemilihan umum. Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak empat
orang. Jumlah anggota DPD tidak boleh lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR.
2. Kedudukan dan fungsi DPD
DPD memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :
a.
Mengajukan usul, ikut membahas dan
memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan legislasi tertentu;
b.
Mengawasi atas pelaksanaan undang-undang
tertentu
3. Tugas dan wewenang DPD
DPD mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
a.
Mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran,
danpenggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta hal-hal yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
b.
Turut membahas RUU yang berkaitan dengan
otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan
penggabungandaerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya; perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan
kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
agama;
c.
Melakukan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang mengenai otonomi daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah; hubungan pusat dan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainya; pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama, serta menyampaikan
hasil pengawasannya itu kepada DPR;
d.
Memberikan pertimbangan kepada DPR atas
RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, agama;
e.
Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam
pemilihan anggota BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbanga DPR tentang RUU
yang berkaitan dengan APBN.
4. Hak dan Kewajiban DPD
Sebagai lembaga,DPD mempunyai hak-hak sebagai berikut :
a.
Membahas RUU bersama DPR dan presiden
b.
Mengajukan RUU kepada DPR
Adapun secara perorangan, setiap anggota
DPD memiliki hak-hak sebagai berikut :
a.
Menyampaikan usul dan pendapat,
b.
Memilih dan dipilih,
c.
Keuangan dan administratif,
d.
Membela diri,
e.
Imunitas, dan
f.
Protokoler.
Dalam pada itu, para anggota DPD juga
mempunyai kewajiban – kewajiban sebagai berikut :
a.
Mengamalkan Pancasila;
b.
Melaksanakan UUD 1945 dan menaati segala
peraturan perundang-undangan;
c.
Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan;
d.
Melaksanakan dan memelihara kerukunan
nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e.
Memerhatikan upaya peningkatan kesejahteraan
rakyat;
f.
Menyerap, menghimpun, menampung, dan
menindaklanjuti aspirasi masyarakat daerah.
3. Peran Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah
sebagai Pelaksana Kedaulatan Rakyat di Daerah
Selain terdapat di pusat, lembaga
perwakilan rakyat juga terdapat di daerah-daerah. DPRD merupakan lembaga yang
berkedudukan di daerah sebagai wakil rakyat di masing – masing daerah. DPRD
terdiri atas DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten,dan DPRD kota.
a. DPRD Provinsi
1. Susunan dan Kedudukan DPRD
Provinsi
Jumlah anggota DPRD provinsi paling
sedikit 35 orang dan paling banyak 100 orang. Masa jabatan anggota DPRD
provinsi ialah lima tahun dan berakhir bersamaan dengan saat anggota DPRD
provinsi yang baru mengucapkan sumpah / janji.
2. Fungsi DPRD Provinsi
Fungsi DPRD provinsi diatur dalam UU No.
22 / 2003 pasal 61. Fungsi-fungsi yang diemban DPRD Provinsi adalah sebagai
berikut :
a.
Fungsi legislasi,
b.
Fungsi anggaran, dan
c.
Fungsi pengawasan.
3. Tugas dan Wewenang DPRD Provinsi
Tugas dan wewenang DPRD Provinsi antara
lain, sebagai berikut :
a.
Mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian gubernur,
b.
Bersama dengan gubernur membentuk
peraturan daerah dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja daerah,
c.
Menampung dan menindaklanjuti
aspirasi daerah dan masyarakat,
d.
Memberikan pendapat dan pertimbangan
kepada pemerintah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah,
e.
Melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, serta
meminta laporan keterangan pertanggung jawaban gubernur dalam pelaksanaan tugas
desentralisasi.
4. Hak dan kewajiban DPRD Provinsi
DPRD provinsi, antara lain, mempunyai
hak-hak sebagai berikut:
a.
Meminta keterangan kepada
pemerintah daerah,
b.
Mengadakan penyelidikan,
c.
Mengadakan perubahan atas
rancangan peraturan daerah,
d.
Mengajukan pernyataan pendapat,
e.
Mengajukan rancangan peraturan
daerah,
f.
Menetapkan anggaran belanja DPRD,
dan
g.
Menetapkan peraturan tata tertib
DPRD.
Adapun
kewajiban-kewajiban DPRD Provinsi, antara lain sebagai berikut :
a.
Mempertahankan dan memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
b.
Mengamalkan Pancasila dan UUD 1945
serta menaati segala peraturan perundang-undangan
c.
Membina demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah,
d.
Meningkatkan kesejahteraan rakyat
di daerah berdasarkan demokrasi ekonomi, serta
e.
Memerhatikan dan menyalurkan
aspirasi daerah dan masyarakat
b. DPRD Kabupaten / Kota
1. Susunan DPRD Kabupaten / Kota
Menurut UU No. 22 / 2003 Pasal 60 Ayat
(1), anggota DPRD Kabupaten / Kota berjumlah sekurang-kurangnya 40 orang. Masa
jabatan anggota DPRD Kabupaten / Kota adalah lima tahun dan berakhir bersamaan
anggota DPRD Kabupaten / Kota yang baru mengucapkan sumpah janji.
2. Fungsi dan Kedudukan DPRD
Kabupaten / Kota
DPRD Kabupaten / Kota merupakan lembaga
perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga daerah Kabupaten / Kota.
DPRD Kabupaten / Kota membawa fungsi-fungsi sebagai berikut :
a.
Fungsi legislasi,
b.
Fungsi anggaran, dan
c.
Fungsi pengawasan.
3. Tugas dan wewenang DPRD Kabupaten
/ Kota
DPRD Kabupaten / Kota antara lain
mempunyai beberapa tugas dan wewenang sebagai berikut :
a.
Membentuk peraturan daerah melalui
pembahasan dan persetujuan bersama dengan bupati / walikota;
b.
Menetapkan APBD Kabupaten / Kota
bersama-sama dengan bupati / walikota;
c.
Mengusulkan pemberhentian bupati /
wakil bupati atau walikota / wakil walikota kepada menteri dalam negeri melalui
gubernur;
d.
Memberikan pendapat dan
pertimbangan kepada pemerintah dareah Kabupaten / Kota terhadap rencana
perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;
e.
Meminta laporan keterangan pertanggung
jawaban bupati / walikota dalam pelaksanaan tugas desentralisasi.
C. Kedaulatan Rakyat dan Sistem
Pemerintah Indonesia
Adapun sistem pemerintahan negara yang menganut asas
kedaulatan rakyat mengandung ciri-ciri sebagai berikut :
a. Sebagai badan atau majelis, lembaga perwakilan rakyat atau
dewan perwakilan rakyat mewakili dan mencerminkan kehendak rakyat.
b. Untuk mengangkat dan menetapkan anggota majelis itu pemilihan
umum dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.
c. Kekuasaan atau kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh badan atau
majelis yang bertugas mengawasi pemerintah.
d. Susunan kekuasaan badan atau majelis ditetapkan dengan
undang-undang dasar.
1. Mengembalikan Kedaulatan rakyat
dan demokrasi
Pada era
reformasi sekarang ini upaya untuk menegakkan demokrasi di negara kita sedang
digalakkan. Sebelum era reformasi datang, yakni terutama pada masa Orde Lama
dan Orde Baru, kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia Jauh dari Demokrasi
serta prinsip kedaulatan rakyat tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
2. Mendukung Pelaksanaan Kedaulatan
Rakyat dan Demokrasi
Upaya
sistematis untuk mengembalikan demokrasi dan kedaulatan rakyat dilakukan dengan
mengamandemen UUD 1945.
Penegakkan
kedaulatan rakyat dan demokrasi jelas merupakan upaya yang tidak ringan bagi
bangsa Indonesia. Setelah sebelumnya selama puluhan tahun terbiasa dengan
sistem yang otoriter.
a. Sikap positif Penyelenggara negara
Dikutip dari
UU No. 28 / 1999 beberapa sikap dan tindakan penyelenggara yang dapat diberikan
dalam upaya pelaksanaan kedaulatan rakyat dan demokrasi :
1. Patuh kepada peraturan perundang-undangan
2. Tertib dalam melaksanakan setiap tanggung jawab
3. Mendahulukan kepentingan umum
4. Terbuka terhadap pelaksanaan hak masyarakat
5. Menyeimbangkan antara hak dan kewajiban.
6. Mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
7. Semua tindakan yang dilakukan harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
Kewajiban – kewajiban yang harus dipenuhi para penyelenggara
negara adalah sebagai berikut :
1. Mengucapkan sumpah / janji sesuai dengan agamanya sebelum
memangku jabatan;
2. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, sewaktu, dan setelah
menjabat;
3. Melaporakan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan sesudah
menjabat;
4. Tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme;
5. Melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras,
dan golongan;
6. Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan tidak
melakukan perbuatan tercela dan tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi,
keluarga, kroni, maupun kelompok dan tidak mengharapkan imbalan yang
bertentangan dengan peraturan;
7. Bersedia menjadi saksi dalam perkara lainnya sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
b. Sikap Positif Masyarakat Luas
Berikut ini
adalah beberapa contoh sikap dan tindakan yang dapat dilakukan masyarakat dalam
mendukung pelaksanaan kedaulatan rakyat dan demokrasi :
1. Percaya dengan kemampuan diri sendiri;
2. Mempunyai motivasi kuat untuk melakukan kegiatan positif;
3. Memiliki daya saing dan keinginan untuk bekerja keras;
4. Bertanggung jawab atas peran dan tugas yang diemban;
5. Mempunyai inisiatif untuk memulai suatu tindakan;
6. Mempunyai kepedulian kepada oran lain;
7. Mampu dan mau bekerja sama denga orang lain;
8. Menghargai pendapat dan pendirian orang lain;
9. Toleran terhadap berbagai perbedaan (agama, suku, dsb);
10. Berlaku jujur, adil, dan terbuka terhadap sesama;
11. Menghindari sikap diskriminatif terhadap sesama;
12. Menjunjung tinggi prinsip kebebasan yang bertanggung jawab.
(sumber : Pendidikan Kewarganegaraaan Untuk SMP dan MTS Kelas VIII Karangan SUGIYARTO)