ORGANISASI
Gagasan mengenai organisasi
dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang yang berbeda. Pertama, keberadaan
organisasi lebih ditekankan sebagai entitas yang mengandung bobot kelembagaan. Organisasi
dianggap sepenuhnya sebagai suatu sistem kelembagaan yang konkrit dan berdiri
sendiri. Dalam perspketif ini entitas sosial adalah juga termasuk organisasi. Kedua, keberadaan organisasi lebih sebagai lembaga yang mengandung berbagai
perangkat organisasi. Dalam perspektif ini, perangkat organisasi dapat berbentuk
struktur, prosedur, dan batasan-batasan mengenai tugas, wewenang maupun
tanggung jawabnya. Dikaitkan dengan pengertian ini maka suatu entitas sosial
patut pula memiliki perangkat organisasi
seperti itu. Ketiga, keberadaan organisasi lebih ditekankan pada
proses pengorganisasiannya. Dalam perspektif ini, organisasi diletakkan
sebagai sebuah proses dari suatu pengorganisasian dan pada aktivitas organisasi
itu sendiri.
Organisasi
sebagai sistem terbuka
Suatu organisasi dapat
dianggap memiliki sistem tertutup atau terbuka bergantung pada titik berangkat
pendekatan yang dianutnya. Sistem tertutup adalah suatu sistem yang tidak
tergantung pada lingkungannya : ia bergerak mandiri, membatasi diri dan sangat
tertutup dari dunia luar. Sebaliknya pada sistem terbuka, organisasi adalah
merupakan suatu sistem yang berupaya memelihara kinerjanya secara saling
berkaitan dan berkesinambungan dengan lingkungannya demi menggapai semua tujuan
yang dicanangkannya. Dengan demikian, organisasi dianggap sebagai suatu relasi
antar sistem (kumpulan dari bagian-bagian yang saling terkait) dengan
lingkungan eksternalnya yang menghubungkan masukan (input) menjadi keluaran
(output).
Pada Organisai Publik/Sosial Murni lebih ditekankan pada upaya
memecahkan problematika kemasyarakatan, sehingga penciptaan dan pendistribusian
nilai-nilai publik / Kemasyarakatan menjadi fokus utamanya. Sedangkan Organisasi Sosial – Ekonomi berupaya
meraih, baik tujuan sosial maupun ekonomi, namun penciptaan dan pendistribusian
nilai-nilai kemasyarakatan lebih diutamakan dan nuansa ekonomi secara
terselubung, misalnya : melayani pekerjaan tertentu dengan : menjadi perusahaan
bayangan, memiliki rumah sakit dan lain-lain.
Nilai
kemasyarakatan
Fungsi organisasi
senanatiasa dilandasi oleh dorongan spiritualitas yang terkandung dalam
tujuannya. Fokus utama dari tujuan organisasi publik adalah pada kreasi dan
distribusi kandungan nilai-nilai kemasyarakatannya.
Apa
nilai kemasyarakatan
Menurut Volgens Moore (1994) bahwa, gagasan tentang “nilai kemasyarakatan”
dapat diisi dengan berbagai cara. Salah satu wacana yang muncul pertama kali
adalah mempersamakan “nilai kemasyarakatan” itu dengan melaksanakan pesan-pesan
politik. Tugas pokok para manajer organisasi publik adalah, mengemban amanah
untuk mengaktualisasikan tujuan utama yang telah ditentukan, dengan cara yang
efektif dan efisien.
Penciptaan
nilai kemasyarakatan
Secara konkret penciptaan
nilai kemasyarakatan oleh organisasi publik mencerminkan dua pola yang sama
serta saling mengisi, yakni :
·
Sebagai kelanjutan dari langkah-langkah strategik dalam upaya
menyediakan barang dan jasa
·
Upaya menjangkau ke wilayah eksternal organisasi dengan
memfungsikan “warga masyarakat” dan/atau komunitasnya berdasarkan inisiatif
dari stakeholder yang sesuai dengan persayaratan berikut pilihan strategi yang
dikembangkannya.
Dengan demikian nilai
kemasyarakatan yang tercipta merupakan perpaduan antara di satu sisi berbagai
manfaat yang tercipta dan di sisi lain pengakuan warga masyarakat setempat
dan/atau para pemangku kepentingan lainnya mengenai hak atas pemanfaatan
sarana-sarana bagi organisasi publik. Melalui suatu kerjasama implisit patut
senantiasa terjalin proses-proses penciptaan dan distribusi nilai
kemasyarakatan : landasan wewenang dan legitimasi tercerminnya kepercayaan
formal dan non-formal yang menunjukkan pengakuan terhadap eksistensi organisasi
olehpara pemangku kepentingannya. Kepercayaan formal dan non-formal menunjukkan
kredibilitas dari organisasi publik dalam menjalankan wewenang
kemasyarakatannya.
Apabila suatu organisasi
publik tidak mampu memenuhi tuntutan persyaratan sebagaimana yang telah
diamanatkan atau kurang terampil menciptakan dan mendistribusikan nilai, maka
para pemangku kepentingan akan menarik kembali kepercayaan yang telah mereka
berikan itu, satu demi satu. Kemudian organisasi publik akan kehilangan
eksistensi mereka untuk berkarya. Pada sisi yang lain penguatan terhadap
landasan kepercayaan dan legitimasi atas organisasi akan membuka kesempatan
bagi organisasi publik untuk memperluas perangkat finansial dan non-finansial
mereka. Tampak secara kasat mata para pemangku kepentingan akan memberikan
pengakuan dalam bentuk penyerahan sarana-sarana yang lebih banyak dan bahkan
lebh baik kepada organisasi publik yang terbuti sanggup mengoptimalkan
keseluruhan proses penciptaan dan pendistibusian nilainya.
Esensi
Manajemen Strategik
Manajemen strategik memiliki
pengertian dengan muatan yang sangat banya, baik secara teoritis maupun dalam
praktik manajemennya. Berdasarkan pertimbangan akan keutamaan dari penciptaan
dan pendistribusian nilai dalam setiap tugas organisasi, maka berikut ini
dideskripsikan “manajemen strategik” sebagai kesatuan proses manajemen pada
suatu organisasi yang berulang-ulang dalam menciptakan nilai serta kemampuan
untuk menghantar dan memperluas distribusinya kepada pemangku kepentingan
ataupun pihak lain yang berkepentingan. Artinya, manajemen strategik menjadi
suatu kesatuan dari keseluruhan proses yang terintegrasi, yang dapat dibedakan
ke dalam 6 (enam) strata (Heene,2002)
yaitu :
1.
Tidak terlampau sistematis, hanya sebatas mengandalkan pada
analisis intuitif dalam menilai lingkungan organisasi,terutama secara spesifik
ketika ingin memperoleh gambaran mengenai nilai kemasyarakatan seperti apa yang
akan tercipta agar menghasilkan prestasi (output) berikut terbentuknya respons
afektif masyarakat (outcome);
2.
Dipikirkan dan direncanakan adanya berbagai opsi untuk
mewujudkan penciptaan nilai tersebut;
3.
Tidak terlampau sistematis, hanya sebatas mengandalkan pada
analisis intuitif serta melakukan evaluasi terhadap berbagai opsi untuk
penciptaan nilai kemasyarakatan;
4.
Memilih satu atau lebih dari berbagai kemungkinan yang
tersedia untuk penciptaan nilai kemasyarakatan;
5.
Pengembangan lebih lanjut berbagai kemungkinan untuk
menciptakan nilai kemasyarakatan, kemudian dipilih yang paling memadai dari
alternatif yang tersedia;
6.
Mencari dan mengembangkan berbagai kemungkinan untuk
memperoleh sarana-sarana yang sangat dibutuhkan demi meraih penciptaan nilai
kemasyarakatan.
Pengetahuan ilmiah mengenai
manajemen keorganisasian tidak ditemukan secara spontan oleh seorang ilmuwan
atau manajer dengan begitu saja, walaupun ada beberapa pakar manajemen yang
suka membusungkan dada. Namun lebih merupakan hasil dari suatu proses analisis
dan pembuktian dalam praktek yang berkesinambungan.
Sekitar tahun 1850 revolusi
industri telah merubah dunia Barat secara sangat mendasar. Pengembangan dari
tenaga uap yang kemudian berganti bahan bakar batubara mengakibatkan terjadinya
eskalasi pertumbuhan produktivitas dan aktivitas perekonomian yang tidak pernah
terlihat sebelumnya. Namun kesemuanya itu masih belum mencapai titik puncak
sebagaimana yang diharapkan. Penemuan berikutnya
yang kemudian berhasil menyempurnakan energi listrik, lalu gas dan minyak bumi,
berada pada tahap awal persemaian dari serangkaian perkembangan teknologi yang
memungkinkan untuk mengoptimalkan berbagai jenis proses produksi yang ada saat
itu, yang berlangsung dari 1871 hingga 1914. Batubara telah tumbang dari
singgasananya selaku primadona sumber energi primer. Artinya, era berlakunya
energi yang murah sudah dimulai (Houthoofd,
1998).
Situasi sarat kompleksitas
yang berkembang serta keleluasaan gerak dari proses produksi mengakibatkan
antara para pengusaha dan para birokrat pemerintahan semakin sering dihadapkan
dengan persoalan krusial seputar spesialisasi kerja dan pengkoordinasiannya. Terpengaruh
oleh situasi lingkungan sosial-ekonomi ini serta anggapan bahwa secara rasional
para pekerja selalu berupaya untuk meraih keuntungan pribadi yang
sebesar-besarnya, maka pada periode itu berkembanglah dua perspektif manajemen
moderen. Disatu sisi dikenal model tujuan rasional dengan Frederick Taylor selaku penggagasnya, dan disisi yang lain terdapat
model proses internal yang terutama diwakili oleh Henri Fayol dan Max Weber.
Suatu kelanjutan dari
manajemen ilmiah dimasa sekarang masih bisa ditemukan pada penyusunan sistem
rute geografis dari perusahaan Pos De Post. Berdasarkan data yang telah
dikomputerisasi yang memuat lebih dari 200 variabel, antara lain rute
pengantaran, usia, kondisi jalan, dan lain-lain. De Post di Belgia berusaha
menata ulang tahapan pengiriman posnya. Maksudnya agar dapat dibangun tolok
ukur objektif dalam menilai prestasi dari para kurir (tukang) pos ini secara
adil dan menghilangkan semua ketidaksesuaian yang mungkin ada. (sumber : Manajemen Strategik Keorganisasian Publik Prof. Dr. Aime Heene. Dr. Sebastian Desmidt. Prof. Dr. Faisal Afiff, Spec. Lic. Drs. Ismeth Abdullah) 265 halaman.