PERKEMBANGAN
KEHIDUPAN POLITIK, EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA PADA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA
Pada 1944, dengan kejatuhan pemerintahan Hideki Tojo,
Koiso dipilih sebagai PM baru Jepang meski mengalami perjuangan kuat dari
pejabat tentara senior. Selama masa pemerintahannya, angkatan Jepang menghadapi
banyak kekalahan di tangan Militer AS. Untuk mempertahankan pengaruh Jepang di
antara penduduk negeri-negeri yang dikuasainya, dalam pidatonya tanggal 7
September 1944 ia memberikan janji kemerdekaan di kemudian hari
PEMBENTUKAN BPUPKI
Memasuki awal tahun 1944, kedudukan
Jepang dalam perang Pasifik semakin terdesak. Angkatan Laut Amerika Serikat
dipimpin Laksamana Nimitz berhasil menduduki posisi penting di Kepulauan
Mariana seperti Saipan, Tidian dan Guan yang memberi kesempatan untuk Sekutu
melakukan serangan langsung ke Kepulauan Jepang. Sementara posisi Angkatan
Darat Amerika Serikat yang dipimpin oleh Jendral Douglas Mac Arthur melalui
siasat loncat kataknya berhasil pantai Irian dan membangun markasnya di
Holandia (Jayapura). Dari Holandia inilah Mac Arthur akan menyerang Filipina
untuk memenuhi janjinya. Di sisi lain kekuatan Angkatan Laut Sekutu yang
berpusat di Biak dan Morotai berhasil menghujani bom pada pusat pertahanan
militer Jepang di Maluku, Sulawesi, Surabaya dan Semarang.
Kondisi tersebut menyebabkan jatuhnya
pusat pertahanan Jepang dan merosotnya semangat juang tentara Jepang. Kekuatan
tentara Jepang yang semula ofensif (menyerang) berubah menjadi defensif
(bertahan). Kepada bangsa Indonesia, pemerintah militer Jepang masih tetap
menggembar gemborkan (meyakinkan) bahwa Jepang akan menang dalam perang
pasifik. Pada tanggal 18 Juli 1944, Perdana Menteri Hideki Tojo terpaksa
mengundurkan diri dan diganti oleh Perdana Menteri Koiso Kuniaki. Dalam rangka
menarik simpati bangsa Indonesia agar lebih meningkatkan bantuannya baik moril
maupun materiil, maka dalam sidang istimewa ke-85 Parlemen Jepang (Teikoku
Ginkai) pada tanggal 7 September 1944 (ada yang menyebutkan 19 September 1944),
Perdana Menteri Koiso mengumumkan bahwa Negara-negara yang ada di bawah
kekuasaan Jepang diperkenankan merdeka “kelak di kemudian hari”.
Janji kemerdekaan ini sering disebut
dengan istilah Deklarasi Kaiso. Pada saat itu, Koiso dianggap menciptakan
perdamaian dengan Sekutu, namun ia tak bisa menemukan solusi yang akan
menenteramkan militer Jepang atau Amerika. Sejak saat itu pemerintah Jepang
memberi kesempatan pada bangsa Indonesia untuk mengibarkan bendera merah putih
berdampingan dengan Hinomaru (bendera Jepang), begitu pula lagu kebangsaan Indonesia
Raya boleh dinyanyikan setelah lagu Kimigayo. Di satu sisi ada sedikit
kebebasan, namun di sisi lain pemerintah Jepang semakin meningkatkan jumlah
tenga pemuda untuk pertahanan.
Selain dari organisasi pertahanan
yang sudah ada ditambah lagi dengan organisasi lainnya seperti: Barisan Pelajar
(Suishintai), Barisan Berani Mati (Jikakutai) beranggotakan 50.000 orang yang
diilhami oleh pasukan Kamikaze Jepang yang jumlahnya 50.000 orang (pasukan
berani mati pada saat penyerangan ke Pearl Harbour). Pada akhir 1944, posisi
Jepang semakin terjepit dalam Perang Asia Timur Raya dimana Sekutu berhasil
menduduki wilayah-wilayah kekuasaan Jepang, seperti Papua Nugini, Kepulauan
Solomon, Kepulauan Marshall, bahkan Kepulauan Saipan yang letaknya sudah sangat
dekat dengan Jepang berhasil diduduki oleh Amerika pada bulan Juli 1944. Sekutu
kemudian menyerang Ambon, Makasar, Manado, Tarakan, Balikpapan, dan Surabaya.
Menghadapi situasi yang kritis itu,
maka pada tanggal 1 Maret 1945 pemerintah pendudukan Jepang di Jawa yang
dipimpin oleh Panglima tentara ke-16 Letnan Jenderal Kumakici Harada
mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tujuan pembentukan badan
tersebut adalah menyelidiki dan mengumpulkan bahan-bahan penting tentang
ekonomi, politik dan tata pemerintahan sebagai persiapan untuk kemerdekaan
Indonesia. Walaupun dalam penyusunan keanggotaan berlangsung lama karena
terjadi tawar menawar antara pihak Indonesia dan Jepang, namun akhirnya BPUPKI
berhasil dilantik 28 Mei 1945 bertepatan dengan hari kelahiran Kaisar Jepang,
yaitu Kaisar Hirohito. Adapun keanggotaan yang terbentuk berjumlah 67 orang
dengan ketua Dr. K.R.T. Radjiman Widiodiningrat dan R. Suroso dan seorang
Jepang sebagai wakilnya Ichi Bangase ditambah 7 anggota Jepang yang tidak
memiliki suara.
Ir. Soekarno yang pada waktu itu juga
dicalonkan menjadi ketua, menolak pencalonannya karena ingin memperoleh
kebebasan yang lebih besar dalam perdebatan, karena biasanya peranan ketua
sebagai moderator atau pihak yang menegahi dalam memberi keputusan tidak
mutlak. Pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkanlah upacara peresmian BPUPKI
bertempat di Gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon Jakarta, dihadiri oleh
Panglima Tentara Jepang Wilayah Ketujuh Jenderal Itagaki dan Panglima Tentara
Keenam Belas di Jawa Letnan Jenderal Nagano. BPUPKI mulai melaksanakan tugasnya
dengan melakukan persidangan untuk merumuskan undang-undang dasar bagi
Indonesia kelak. Hal utama yang dibahas adalah dasar negara bagi negara
Indonesia merdeka. Selama masa tugasnya BPUPKI hanya mengadakan sidang dua
kali. Sidang pertama dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 di gedung
Chou Sang In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang sekarang dikenal dengan sebutan
Gedung Pancasila. Pada sidang pertama, Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat selaku
ketua dalam pidato pembukaannya menyampaikan masalah pokok menyangkut dasar
negara Indonesia yang ingin dibentuk pada tanggal 29 Mei 1945.Ada tiga orang
yang memberikan pandangannya mengenai dasar negara Indonesia yaitu Mr. Muhammad
Yamin, Prof. Dr. Supomo dan Ir. Soekarno. Orang pertama yang memberikan
pandangannya adalah Mr. Muhammad Yamin. Dalam pidato singkatnya,ia mengemukakan
lima asas yaitu:
a. peri kebangsaan
b. peri ke Tuhanan
c. kesejahteraan rakyat
d. peri kemanusiaan
e. peri kerakyatan
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Soepomo dalam pidatonya mengusulkan pula lima asas yaitu:
a. persatuan
b. mufakat dan demokrasi
c. keadilan social
d. kekeluargaan
e. musyawarah
Pada sidang hari ketiga tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar negara Indonesia merdeka yaitu:
a. Kebangsaan Indonesia
b. Internasionalisme dan peri kemanusiaan
c. Mufakat atau demokrasi
d. Kesejahteraan social
e. Ketuhanan yang Maha Esa.
Kelima asas dari Ir. Soekarno itu disebut Pancasila yang menurut beliau dapat diperas menjadi Tri Sila atau Tiga Sila yaitu:
a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan yang berkebudayaan
b. peri ke Tuhanan
c. kesejahteraan rakyat
d. peri kemanusiaan
e. peri kerakyatan
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Soepomo dalam pidatonya mengusulkan pula lima asas yaitu:
a. persatuan
b. mufakat dan demokrasi
c. keadilan social
d. kekeluargaan
e. musyawarah
Pada sidang hari ketiga tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar negara Indonesia merdeka yaitu:
a. Kebangsaan Indonesia
b. Internasionalisme dan peri kemanusiaan
c. Mufakat atau demokrasi
d. Kesejahteraan social
e. Ketuhanan yang Maha Esa.
Kelima asas dari Ir. Soekarno itu disebut Pancasila yang menurut beliau dapat diperas menjadi Tri Sila atau Tiga Sila yaitu:
a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan yang berkebudayaan
Bahkan menurut Ir. Soekarno Trisila tersebut di atas masih
dapat diperas menjadi Eka sila yaitu sila Gotong Royong.
Meskipun sudah ada tiga usulan tentang dasar negara, namun sampai 1 Juni 1945 sidang BPUPKI belum berhasil mencapai kata sepakat tentang dasar negara. Maka diputuskan untuk membentuk panitia khusus yang diserahi tugas untuk membahas dan merumuskan kembali usulan dari anggota, baik lisan maupun tertulis dari hasil sidang pertama. Panitia khusus ini yang dikenal dengan Panitia 9 atau panitia kecil yang terdiri dari:
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
3. KH. Wachid Hasyim (anggota)
4. Abdoel Kahar Muzakar (anggota)
5. A.A. Maramis (anggota)
6. Abikoesno Tjokrosoeyoso (anggota)
7. H. Agus Salim (anggota)
8. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
9. Mr. Muhammad Yamin (anggota).
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan mengadakan pertemuan. Hasil dari pertemuan tersebut, direkomondasikan Rumusan Dasar Negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisi
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Coba Anda perhatikan rumusan piagam Jakarta point pertama, konsep inilah yang pada akhirnya mengalami perubahan karena adanya kritik bahwa bangsa Indonesia majemuk dalam beragama. Di sisi lain konsep tersebut saat ini sedang gencar-gencarnya untuk diusahakan kembali yaitu upaya untuk menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya mengingat agama Islam merupakan mayoritas di Indonesia.
Setelah piagam Jakarta berhasil disusun, BPUPKI membentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Ini merupakan sidangnya yang ke-2 pada tanggal 10 - 16 Juli 1945. Panitia ini diketuai oleh Ir. Soekarno dan beranggotakan 19 orang. Pada sidang tanggal 11 Juli 1945, panitia Perancang UUD membentuk panitia kecil yang beranggotakan 7 orang.
a. Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
b. Mr. Wongsonegoro
c. Mr. Achmad Soebardjo
d. A.A. Maramis
e. Mr. R.P. Singgih
f. H. Agus Salim
g. Dr. Sukiman.
Tugas panitia kecil adalah menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan UUD yang telah disepakati. Selain panitia kecil di atas, adapula panitia Penghalus bahasa yang anggotanya terdiri dari Prof. Dr. Mr. Soepomo, Prof. Dr. P.A.A. Hoesein Djayadiningrat.
Tanggal 13 Juli 1945 panitia perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD.
Pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rapat pleno BPUPKI menerima laporan panitia perancang UUD yang dibacakan Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tiga masalah pokok yaitu:
a. pernyataan Indonesia merdeka
b. pembukaan UUD
c. batang tubuh UUD.
Meskipun sudah ada tiga usulan tentang dasar negara, namun sampai 1 Juni 1945 sidang BPUPKI belum berhasil mencapai kata sepakat tentang dasar negara. Maka diputuskan untuk membentuk panitia khusus yang diserahi tugas untuk membahas dan merumuskan kembali usulan dari anggota, baik lisan maupun tertulis dari hasil sidang pertama. Panitia khusus ini yang dikenal dengan Panitia 9 atau panitia kecil yang terdiri dari:
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
3. KH. Wachid Hasyim (anggota)
4. Abdoel Kahar Muzakar (anggota)
5. A.A. Maramis (anggota)
6. Abikoesno Tjokrosoeyoso (anggota)
7. H. Agus Salim (anggota)
8. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
9. Mr. Muhammad Yamin (anggota).
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan mengadakan pertemuan. Hasil dari pertemuan tersebut, direkomondasikan Rumusan Dasar Negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisi
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Coba Anda perhatikan rumusan piagam Jakarta point pertama, konsep inilah yang pada akhirnya mengalami perubahan karena adanya kritik bahwa bangsa Indonesia majemuk dalam beragama. Di sisi lain konsep tersebut saat ini sedang gencar-gencarnya untuk diusahakan kembali yaitu upaya untuk menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya mengingat agama Islam merupakan mayoritas di Indonesia.
Setelah piagam Jakarta berhasil disusun, BPUPKI membentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Ini merupakan sidangnya yang ke-2 pada tanggal 10 - 16 Juli 1945. Panitia ini diketuai oleh Ir. Soekarno dan beranggotakan 19 orang. Pada sidang tanggal 11 Juli 1945, panitia Perancang UUD membentuk panitia kecil yang beranggotakan 7 orang.
a. Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
b. Mr. Wongsonegoro
c. Mr. Achmad Soebardjo
d. A.A. Maramis
e. Mr. R.P. Singgih
f. H. Agus Salim
g. Dr. Sukiman.
Tugas panitia kecil adalah menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan UUD yang telah disepakati. Selain panitia kecil di atas, adapula panitia Penghalus bahasa yang anggotanya terdiri dari Prof. Dr. Mr. Soepomo, Prof. Dr. P.A.A. Hoesein Djayadiningrat.
Tanggal 13 Juli 1945 panitia perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD.
Pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rapat pleno BPUPKI menerima laporan panitia perancang UUD yang dibacakan Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tiga masalah pokok yaitu:
a. pernyataan Indonesia merdeka
b. pembukaan UUD
c. batang tubuh UUD.
Konsep pernyataan Indonesia merdeka
disusun dengan mengambil tiga alenia pertama piagam Jakarta. Sedangkan konsep
Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat piagam
Jakarta. Hasil kerja panitia perancang UUD yang dilaporkan akhirnya diterima
oleh BPUPKI. Kejadian ini merupakan momentum yang sangat penting karena
disinilah masa depan bangsa dan negara dibentuk. Pada tanggal 7 Agustus 1945,
BPUPKI atau Dokurtsu Junbi Cosakai dibubarkan oleh Jepang karena dianggap
terlalu cepat mewujudkan kehendak Indonesia merdeka dan mereka menolak adanya
keterlibatan pemimpin pendudukan Jepang dalam persiapan kemerdekaan Indonesia. Pada
tanggal itu pula dibentuk PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota
berjumlah 21 orang terdiri dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2
orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1
orang dari Maluku, 1 orang dari Tionghoa.
PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul
Saleh, Sukarni, dan Wikana --yang konon kabarnya terbakar gelora
heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar
Datuk Tan Malaka --yang
tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari
tanggal 16 Agustus1945. Bersama Shodanco
Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno
(bersama Fatmawati dan Gunturyang baru
berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah
agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini,
mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang
telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda,
Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr.
Ahmad Soebardjo melakukan
perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad
Soebardjo ke Rengasdengklok.
Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad
Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru
memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah
masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di
Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka
tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum
perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh
Indonesia.
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor
Jenderal Moichiro
Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala
pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia
Belanda tidak mau menerima
Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi
Maeda dan memerintahkan agar
Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala
Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan
rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945telah diterima
perintah dari Tokio bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi
izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah
dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta
menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang
perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu.
Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI,
mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu
Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura
agar Maeda mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira
penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak
punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana
Maeda (kini Jalan Imam Bonjol
No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.
Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura,
Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi
dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah,
Sudiro (Mbah) dan Sayuti
Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan
penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima
seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar
pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini
Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of
power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak
ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim
Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan
mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor
perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[2] Pada awalnya pembacaan proklamasi akan
dilakukan di Lapangan
Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56[3] (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam
penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 -
04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi
Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir.
Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi
ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik,
Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi
harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabranidan Trimurti.
Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan
disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah
dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta
saat itu dan Moewardi,
pimpinan Barisan
Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun
ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang
prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi
muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah
bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia
Raya.[4].
Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen
Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang
anggota Barisan
Pelopor yang dipimpin S.Brata
datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak
dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan
Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada
mereka.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang
Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal
sebagai UUD 45. Dengan
demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk
Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto
Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden
Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh
sebuah Komite Nasional.
Naskah Klad
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan
Indonesia.
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-05
Wakil-wakil bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-05
Wakil-wakil bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta
Naskah baru setelah
mengalami perubahan
Di dalam teks
proklamasi terdapat beberapa perubahan yaitu terdapat pada:
Kata tempoh diubah menjadi tempo
Kata Wakil-wakil bangsa Indonesia diubah menjadi Atas nama bangsa Indonesia
Kata Djakarta, 17-8-05 diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 08 tahun
'05
Naskah
proklamasi klad yang tidak ditandatangani kemudian menjadi otentik dan
ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta
Kata Hal2 diubah menjadi Hal-hal
Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal² jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-'05
Wakil2 bangsa Indonesia.
Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi
sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Di samping itu,
hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang
di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi
mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Namun dengan
penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui
oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini.
Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan
segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai
di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B.
Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama
Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita
proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz
melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil
marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui
udara.
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian
siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk
terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam
sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan
tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan
sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh
Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei
disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio
Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di
antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan
pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah
selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita
proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir
seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat
berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat
berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers
antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga
disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster,
maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan
slogan Respect our
Constitution, August 17!(Hormatilah Konstitusi kami tanggal 17 Agustus!)
Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar
negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan
secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut
ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi.
a.
Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.
b.
Sam Ratulangi dari Sulawesi.
c.
Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).
d.
A. Hamidan dari Kalimantan.
Pada tanggal 16
September 1945 rombongan perwakilan Sekutu mendarat di tanjung priok Jakarta
dengan menggunakan kapal Cumberland. Rombongan ini dipimpin laksamana Muda W.R.
Petterson. Dalam rombongan ini ikut pula C.H.O. Van Der Plas yang mewakili Dr.
H.J. Van mook, kepala Nica. Sekutu menugaskan sebuah komando khusus untuk
mengurus Indonesia dengan nama Allied Forces Neherlands East Indies (AFNEI).
Komando khusus yang dipimpin Letnan jenderal Sir Philip Christison ini
mempunyai tugas sebagai berikut:
Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Indonesia.
Membebaskan para tawanan perang dan interniran sekutu
Melucuti dan memulangkan tentara jepang
Memulihkan keamanan dan ketertiban
Mencari dan mengadili para penjahat perang.
AFNEI mulai mendaratkan
pasukannya di Jakarta pada tanggal 29 September 1945. Passukan ini hanya di
Sumatera dan Jawa, sedangkan daerah Indonesia lainnya diserahkan kepada
angkatan perang Australia.
Kedatangan sekutu ke
Indonesia semula mendapatkan sambutan hangat dari rakyat Indonesia, seperti
kedatangan Jepang dulu. Akan tetapi setelah diketahui mereka datang disertai
orang-orang NICA, sikap rakyat Indonesia berubah menjadi penuh kecurigaan dan
bahkan akhirnya bermusuhan. Bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA berniat
menegakkan kembali kekuasaannya. Situasi berubah memburuk tatkala NICA
mempersenjatai kembali bekas anggota Koninklijk Nederlands Indies Leger (KNIL).
Satuan – satuan KNIL yang telah dibebaskan Jepang kemudian bergabung dengan
tentara NICA. Diberbagai daerah, NICA dan KNIL yang didukung Inggris/Sekutu
melancarkan provokasi dan melakukan teror terhadap para pemimpin nasional
sehingga pecahlah berbagai pertempuran didaerah-daerah seperti Surabaya,
Sukabumi, medan, Ambarawa, Menado dan Bandung.
PERJUANGAN
BERSENJATA BANGSA INDONESIA UNTUK MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
1. Pertempuran Surabaya
Tokoh: Bung Tomo
Tanggal: 10 November 1945
Tempat: Surabaya, Indonesia
Alasan Terjadi: Rakyat Surabaya
menolak ultimatum yg diberikan Inggris melalui Gubernur Suryo
Hasil: Berhasil
2. Pertempuran Medan Area dan Sekitarnya
Tokoh: Teuku M. Hassan, Achmad
Tahir, TED Kelly
Tanggal: 10 Desember 1945
Tempat: Medan dan sekitarnya,
Indonesia
Alasan Terjadi: TED Kelly
memberikan ultimatum agar pemuda medan memberikan senjatanya
Hasil: Belum berhasil, tapi tetap berjuang
3. Palagan Ambarawa
Tokoh: Letkol Sarbini, Kol.
Isdiman, Kol. Soedirman
Tanggal: 12-15 Desember 1945
Tempat: Ambarawa, Jawa Tengah,
Indonesia
Alasan Terjadi: Jend, Bethel
memboncengi NICA
Hasil: berhasil, rakyat ambarawa
mengepung benteng Willem
4. Bandung Lautan Api
Tokoh: Muhammad Toha
Tanggal: 23 Maret 1946
Tempat: Bandung Selatan, Indonesia
Alasan Terjadi: menolak ultimatum
sekutu untuk mengosongi bandung utara
Hasil: berhasil, membumihanguskan
bandung selatan setelah menyerang sekutu
5. Puputan Margarana
Tokoh: I Gusti Ngurah Rai
Tanggal: 29 November 1946
Tempat: Bali, Indonesia
Alasan Terjadi: karena, hasil dari
perjanjian Linggarjati mengecewakan, bali tidak menjadi bagian dr RI. dan
belanda mengajak I Gusti Ngurah Rai untuk membentuk negara Indonesia Timur
Hasil: kalah persenjataan, dan
perang habis-habisan an
6. Peristiwa Westerling
Tokoh: Raymond Westerling, Rivai,
Paersi
Tanggal: 7-25 Desember 1946
Tempat: Makassar, Indonesia
Alasan Terjadi: memecah belah
rakyat
Hasil: membunuh beribu-ribu rakyat
tak berdosa
7. Agresi Militer I
Tokoh:
Tanggal: 27 Juli 1947
Tempat: Jakarta, Indonesia
Alasan Terjadi: Belanda tidak puas
dengan janji yg dibuatnya sendiri ( Perjanjian Linggarjati)
Hasil: Belanda menduduki bbrapa
wilayah Indonesia
8. Agresi Militer II
Tokoh:
Tanggal: 19 Desember 1948
Tempat: Indonesia
Alasan Terjadi: Perbedaan pendapat
antara Wakil Tinggi Mahkota Belanda dg Van Mook, dan menyatakan tidak terikat
dg perjanjian apapun
Hasil: Belanda berhasil menduduki
Yogyakarta, dan dibentuknya PDRI ( Pemerintahan Darurat RI) di Bukittinggi
dipimpin oleh Syafrudin Prawiranegara
9. Serangan Umum 1 Maret 1949
Tokoh: Sri Sultan Hamengkubuwono
IX, Letkol Soeharto
Tanggal: 1 Maret 1949
Tempat: Yogyakarta, Indonesia
Alasan Terjadi: krn, Yogyakarta
diduduki Belanda dan rakyat Indonesia ingin menunjukkan bahwa Indonesia masih
ada
Hasil: Merubah AS menekan Belanda
untuk mengadakan perundingan, menunjukkan kpd dunia bahwa Indonesia ada
PERJUANGAN
DIPLOMASI BANGSA INDONESIA UNTUK MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
1. Pertemuan Soekarno – Van Mook
Tokoh: Pihak Indonesia: Soekarno,
Moh. Hatta, Ahmad Soebardjo, H.Agus Salim.. Pihak Belanda: Van Mook, Van Der
Plas..
Tanggal: 25 Oktober 1945
Tempat: ?
Hasil: Van Mook mengemukakan
masalah Indonesia, menjadi negara persemakmuran berbentuk federal dan
memasukkan Indonesia ke dalam anggota PBB
2. Pertemuan Sjahrir – Van Mook:
Tokoh: Pihak Sekutu: Jend.
Christison.. Pihak Belanda: Van Mook.. Pihak Indonesia: Sutan Sjahrir
Tanggal: 17 November 1945
Tempat: Markas Besar Tentara
Inggris, Jl. Imam Bondjol No. 1, Jakarta
Hasil: gagal.
3. Perundingan Sjahrir – Van Mook:
Tokoh: Pihak Inggris (penengah):
Sir Archibald.. Pihak Belanda: Van Mook.. Pihak Indonesia: Sutan Sjahrir
Tanggal: 10 Februari 1946
Tempat: Jakarta, Indonesia
Hasil:
- Van Mook: Indonesia negara
commonwealth (berbentuk federasi), urusan dalam negeri di atur Indonesia,
urusan luar negeri di atur Belanda,
- Sjahrir: Indonesia harus diakui,
urusan luar negeri diatur oleh Indonesia dan Belanda (ditolak)
- Sjahrir: Belanda harus mengakui
de facto RI, RIS, RIS bersama” dg peserta dalam ikatan negara belanda
4. Perundingan di Hooge Veluwe:
Tokoh: delegasi RI: mr. suwandi,
dr. sudarsono, mr. prianggodigdo.. delegasi belanda: van mook, prof. logemann,
idenburgh, van royen, van asbeck, sultan hamid II, surio santosa.. penengah:
Sir Archibald
Tanggal: 14-26 April 1946
Tempat: Hooge Veluwe, Belanda
Hasil: tidak ada, karena belanda
menolak hasil perundingan antara Sjahrir – Van Mook sebelumnya..
5. Perundingan Linggarjati:
Tokoh: belanda: prof. scermerhorn,
max van pool, de baer, van mook.. indonesia: sutan sjahrir, moh. roem, amir
syarifudin, soesanto t, gani, ali boediarjo.. penengah: Lord Killearn
tanggal: 10 November 1946
tempat: Linggarjati, Indonesia
Hasil:
Belanda harus mengakui RI secara de
facto dan meninggalkannya paling lambat 1 januari 1949
Belanda – Indonesia kerjasama
memberntuk RIS
RIS dan Belanda membentuk uni
Indonesia – Belanda
kedudukan RI
kuat di mata internasional karena Inggris dan Amerika telah mengakui RI secara
de facto. Tapi belanda melakukan Agresi Militer I, 21 Juli 1947
6. Perundingan Renville:
Tokoh: Indonesia: Amir Syarifudin..
Belanda: Abdulkadir Widjodjoatmodjo
Tanggal: 8 Desember 1947
Tempat: Kapal USS Renville, milik
Amerika
Hasil:
RI harus mengakui kedaulatan
Belanda di Hindia-Belanda untuk mengakui NIS
Diadakan pemungutan suara untuk
mengetahui apakah rakyat ingin bergabung dg RI atau belanda
Tiap negara bagian berhak tinggal
di luar NIS dan mengadakan hubungan
ada perbedaan
pendapat antara wakil tinggi mahkota belanda dg Van Mook dan menyatakan tidak
terikat dg perjanjian apapun. maka, dilaksanakanlah Agresi Militer II, 18
Desember 1948
7. Persetujuan Roem-Royen:
Tokoh: Indonesia: Moh. Roem..
Belanda: Van Royen
Tanggal: 7 Mei 1948
Tempat: hotel des indes, Jakarta
Hasil:
Mr. Roem: menghentikan perang
gerilya, bekerjasama mengembalikan perdamaian, ikut menghadiri KMB
Van Royen: pemerintah RI kembali ke
yogyakarta, penghentian gerakan militer dan pembebasan tahanan, tidak akan
mengakui negara dalam kekuasaan RI sebelum tanggal 19 Desember 1948, setuju RI
bagian dr NIS, berusaha agar KMB ada
8. Konferensi Meja Bundar (KMB):
Tokoh: ketua: Willem Drees..
Indonesia: Moh. Hatta.. Belanda: Van Marseveen.. Mediator: Chritchley.. BFO:
Sultan Hamid II
Tanggal: 23 Agustus-2 November 1949
Tempat: Den Haag, Belanda
Hasil:
Belanda mengakui kedaulatan RI
akhir Desember 1949
Penyelesaian masalah Irian Barat
ditunda 1 tahun
RIS dan Belanda mengadakan hubungan
uni Indonesia-Belanda, diketuai oleh Ratu Belanda
Penarikan mundur tentara Belanda
Pembentukan APRIS dg TNI sbg. Intinya
Masa demokrasi parlementer
Era 1950-1959 adalah
era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang
Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17
Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada
saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan.
Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia,
Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian
pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan
menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut
sistem kabinet parlementer.
Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang
baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa
membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang
Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada
UUD 1945. Akhirnya, Soekarno mengeluarkan
Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.
Kabinet-kabinet
Pada masa ini terjadi banyak
pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada
7 kabinet pada masa ini.
1950-1951 - Kabinet Natsir
1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
1952-1953 - Kabinet Wilopo
1953-1955 - Kabinet Ali
Sastroamidjojo I
1955-1956 - Kabinet Burhanuddin
Harahap
1956-1957 - Kabinet Ali
Sastroamidjojo II
1957-1959 - Kabinet Djuanda
Kabinet Natsir
Kabinet Natsir adalah kabinet pertama pada masa demokrasi
liberal. Kabinet ini terbentuk pada tanggal 6 September 1950 dan dilantik pada
tanggal 7 September 1950. Perdana Menteri kabinet ini adalah Moh. Natsir dari
Masyumi. Menteri kabinetnya berasal dari Masyumi ditambah tokoh-tokoh yang
mempunyai keahlian istimewa, seperti Sri Sultan Hamengku Buana IX, Prof. Dr.
Sumitro Joyohadikusumo, Assaat, dan Ir Juanda.
Program kerja kabinet Natsir :
1) Mempersiapkan dan menyelengarakan pemilihan umum untuk
memilih Dewan Konstituante
2) Menyempurnakan susunan pemerintahan dan memebentuk
kelengkapan negara
3) Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman
4) Meningkatkan kesejahteraan rakyat
5) Menyempurnakan organisasi angkatan perang
6) Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat
Akan tetapi, belum sampai program tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21 Maret 1951 dalam usia 6,5 bulan. Jatuhnya kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam rangka pembebtukan DPRD dinilai oleh golongan oposisi terlalu banyak menguntungkan Masyumi.
Akan tetapi, belum sampai program tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21 Maret 1951 dalam usia 6,5 bulan. Jatuhnya kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam rangka pembebtukan DPRD dinilai oleh golongan oposisi terlalu banyak menguntungkan Masyumi.
Kabinet Sukiman
Kabinet Sukiman merupakan kabimet koalisi. Partai-partai yang
berkoalisi adalah kedua partai terbesar waktu itu, yaitu Masyumi dan PNI. Dr.
Sukiman dari Masyumi terpilih menjadi perdana menteri dan Suwiryo dari PNI
sebagai wakilnya. Kabinet Sukiman terbentuk apada tanggal 20 April 1951
Program kerja kabinet Sukiman :
1) Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum
untuk menjamin keamanan dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi
alat-alat kekuasaan negara
2) Membuat dan melakukan rencana kemakmuran nasional dalam
jangka pendek untuk mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan
mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam pembangunan
3) Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan
Konstituante dan menyelengarakan pemilu itu dalam waktu singkat serta
mempercepat terlaksananya otonomi daerah
4) Menyiapakan undang-undang pengakuan serikat buruh, perjanjian
kerja sama, penetapan uapah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh
5) Menjalankan polotik luar negeri bebas aktif
6)
Memasukkan
Irian Barat ke dalam wilayah RI secapatnya
Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab jatuhnya kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat kebijakan politik luar negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika Serikat.
Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan bantuan ekonomi, teknologi, dan persenjataan dengan Amerika Serikat. Dan persetujuan ini ditafsirkan sebagai masuknya Indonesia ke Blok Barat sehingga bertentangan dengan program kabinet tentang politik luar negeri bebas aktif.
Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab jatuhnya kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat kebijakan politik luar negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika Serikat.
Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan bantuan ekonomi, teknologi, dan persenjataan dengan Amerika Serikat. Dan persetujuan ini ditafsirkan sebagai masuknya Indonesia ke Blok Barat sehingga bertentangan dengan program kabinet tentang politik luar negeri bebas aktif.
Kabinet Wilopo
Kabinet yang ketiga ini berhasil dibentuk pada 30 Maret 1952.
kabinet ini juga merupakan kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Wilopo dari
PNI terpilih sebagai perdana menteri
Program kerja kabint Wilopo :
1)
Mempersiapkan pemilihan umum
2)
Berusaha
mengembalikan IrianBarat ke dalam pangkuan RI
3)
Meningkatkan
keamanan dan kesejahteraan
4)
Memperbarui
bidang pendidikan dan pengajaran
5)
Melaksanakan
politik luar negeri bebas aktif
Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan dalam mengatasi timbulnya gerakan-gerakan kedaerahan dan benih-benih perpecahan yang akan menggangu stabilitas polotik Indonesia. Ketika kabinet Wilopo berusaha menyelesaikan sengketa tanah perusahaan asing di Sumatera Utara, kebijakan itu ditentang oleh wakil-wakil partai oposisi di DPR sehingga menyebabkan kabinetnya jatuh pada 2 Juni 1953 dalam usia 14 bulan.
Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan dalam mengatasi timbulnya gerakan-gerakan kedaerahan dan benih-benih perpecahan yang akan menggangu stabilitas polotik Indonesia. Ketika kabinet Wilopo berusaha menyelesaikan sengketa tanah perusahaan asing di Sumatera Utara, kebijakan itu ditentang oleh wakil-wakil partai oposisi di DPR sehingga menyebabkan kabinetnya jatuh pada 2 Juni 1953 dalam usia 14 bulan.
Kabinet Ali
Satroamijoyo (Kabinet Ali-Wongsonegoro)
Kabinet keempat berhasil dibentuk pada tanggal 31 Juli 1953
yang dipimpin oleh Ali Satroamijoyo dari PNI dan wakilnya Wongsonegoro dari PIR
(Partai Indonesia Raya)
Program kerja Kabinet Ali-Wongsonegoro :
1) Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah
2) Melaksanakan pemilihan umum
3)
Memperjuangkan
kembalinya Irian Barat kepada RI
4) Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika
Pada masa kabinet
Ali-Wongsonegoro, gangguan keamanan makin meningkat, antara lain munculnya
pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Daud Beureuh Aceh, dan Kahar Muzakar di
Sulawesi Selatan. Meskipun dihinggapi berbagai kesulitan, kabinet
Ali-Wongsonegoro berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karena
itu, kabinet Ali-Wongsonegoro ikut terangkat namanya. Kabinet Ali-Wongsonegoro
akhirnya jatuh pada bulan Juli 1955 dalam usia 2 tahun (usia terpanjang).
Penyebab jatuhnya kabinet Ali-Wongsonegoro adalah perselisihan pendapat anatara
TNI-AD dan pemerintah tentang tata cara pengangkatan Kepala Staf TNI-AD.
Kabinet Burhanuddin Harahap
Kabinet kelima terbentuk pada tanggal 12 Agustus 1955 yang
dipimpin oleh Burhanuddin Harahap dari Masyumi.
Program kerja Kabinet Burhanuddin :
1) Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini
kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat
2) Akan dilaksankan
pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan pemberantasan
korupsi
3)
Perjuangan
mengembalikan Irian Barat
Pada masa Kabinet
Burhanuddin Harahap, dilaksanakan pemilihan umum pertama di Indonesia. Kabinet
ini menyerahkan mandatnya setelah DPR hasil pemilihan umum terbentuk pada bulan
Maret 1956.
Kabinet Ali
Satroamijoyo II
Kabinet keenam terbentuk pada tanggal 24 Maret 1956 di pimpin
oleh Ali Satroamijoyo. Kabinet Ali II merupakan kabinet pertama hasil pemilihan
umum.
Program kerja Kabinet Ali II
1) Menyelesaikan pembatasan hasil
KMB
2) Menyelesaikan masalah Irian
Barat
3) Pembentukan provinsi Irian Barat
4) Menjalankan politik luar negeri
bebas aktif
Kabinet Ali II ini pun tidak berumur lebih dari satu tahun
dan akhirnya digantikan oleh kabinet Juanda.
Kabinet Juanda
Kabinet Juanda disebut juga Kabinet Karya. Ir. Juanda diambil
sumpahnya sebagai perdana menteri pada tanggal 9 April 1957.
Program kerja Kabinet Karya disebut Pancakarya yang meliputi :
1)
Membentuk
Dewan Nasional
2)
Normalisasi
keadaan RI
3)
Melanjutkan
pembatalan KMB
4)
Memperjuangkan
Irian Barat kembali ke RI
5)
Mempercepat
pembangunan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa
parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut
masa Demokrasi Terpimpin
Isinya ialah:
1)
Kembali
berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2)
Pembubaran
Konstituante
3)
Pembentukan
MPRS dan DPAS
Pemilihan Umum adalah salah satu prasyarat agar sistem
pemerintahan yang demokratis berfungsi. Pemilihan tercantum sebagai salah satu
program dari kabinet parlementer RI.
Persiapan mendasar pemilu dapat diselesaikan di masa
pemerintahan Kabinet Ali-Wongso. Kabinet ini diresmikan pada tanggal 31 Juli
1953. Salah satu persoalan di dalam negeri yang harus diselesaikan adalah
persiapan pemilihan umum yang direncanakan akan diadakan pada pertengahan tahun
1955.
Pada tanggal 31 Mei 1954, Panitia Pemilihan Umum Pusat dibentuk. Panitia ini diketuai oleh Hadikusumo (PNI). Pada tanggal 16 April 1955 Hadikusumo mengumumkan bahwa pemilihan umum untuk parlemen akan diadakan pada tanggal 29 September 1955. Pengumuman ini mendorong partai-partai untuk meningkatkan kampanyenya. Mereka berkampanye sampai ke pelosok-pelosok desa. Sudut-sudut desa dan kota dipenuhi oleh tanda gambar mereka yang bersaing. Mereka masing-masing berusaha untuk mendapatkan suara yang terbanyak. Kabinet Ali-Wongso berakhir tanggal 24 Juli 1955.
Pada tanggal 31 Mei 1954, Panitia Pemilihan Umum Pusat dibentuk. Panitia ini diketuai oleh Hadikusumo (PNI). Pada tanggal 16 April 1955 Hadikusumo mengumumkan bahwa pemilihan umum untuk parlemen akan diadakan pada tanggal 29 September 1955. Pengumuman ini mendorong partai-partai untuk meningkatkan kampanyenya. Mereka berkampanye sampai ke pelosok-pelosok desa. Sudut-sudut desa dan kota dipenuhi oleh tanda gambar mereka yang bersaing. Mereka masing-masing berusaha untuk mendapatkan suara yang terbanyak. Kabinet Ali-Wongso berakhir tanggal 24 Juli 1955.
PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM 1955
Pada
tanggal 29 Juli 1955, Moh. Hatta mengumumkan tiga orang formatur untuk
membentuk kabinet baru. Ketiga formatur itu terdiri dari Sukiman (Masyumi),
Wilopo (PNI) dan Assaat (non-partai). Pada waktu itu, Presiden sedang ke tanah
suci untuk menunaikan ibadah haji.
Kabinet baru itu bertugas untuk melaksanakan hal-hal berikut:
Kabinet baru itu bertugas untuk melaksanakan hal-hal berikut:
Mengembalikan kewibawaan
pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan angkatan darat dan masyarakat kepada
pemerintah.
-
Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah
ditetapkan dan mempercepat terbentuknya
parlemen baru.
Pemilihan Umum I
berlangsung pada Masa Kabinet Burhanuddin Harahap. Pemilihan berlangsung
II tahap yaitu :
1) Tahap I
untuk memilih Anggota Parlemen, diselenggarakan pada tanggal 29 september 1955.
Lebih dari 39 juta rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak-kotak
suara. Hasil Pemilihan Umum I dimenangkan 4 partai, yaitu : PNI, Masyumi, NU
dan PKI. Partai-partai lain menerima suara lebih kecil dari ke empat partai
tersebut.
2) Tahap II
untuk memilih Anggota Konstituante, tanggal 15 Desember 1955
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum
pertama di Indonesia dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini
sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis.
-
Pemilu ini bertujuan untuk memilih
anggota-anggota DPR danKonstituante. Jumlah kursi DPR yang
diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi
Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR)
ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
-
Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri
Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan
diridan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan kemudian dipegang
oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
-
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi 2 tahap,
yaitu :
Tahap pertama adalah Pemilu untuk
memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29
September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu. Tahap
kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Hasil
Pemilu 1955
Peserta pemilu 1955 yang berjumlah 29 partai memperoleh kursi
masing-masing sebagai berikut :
5 besar dalam Pemilu ini adalah Partai
Nasional Indonesia (PNI) mendapatkan 57 kursi DPR dan 119
kursi Konstituante (22,3 persen),Masyumi (Majelis Syuro Muslimin
Indonesia) 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9
persen), Nahdlatul Ulama (NU) 45 kursi DPR dan 91
kursi Konstituante (18,4 persen), Partai Komunis
Indonesia (PKI) 39 kursi DPR dan 80 kursi
Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII) 8 kursi DPR dan16 kursi Konstituante (2,89
persen).
Partai-partai lainnya, mendapat kursi DPR di
bawah 10. Yaitu PSII(Partai Syarikat Islam Indonesia) 8 kursi, Parkindo (Partai Kristen Indonesia) 8
kursi, Partai Katolik 6 kursi, Partai Sosialis
Indonesia(PSI) 5 kursi. Dua partai mendapat 4 kursi
(IPKI / Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia dan Perti / Pergerakan
Tarbiyah Islamiyah).6 partai mendapat 2 kursi (PRN / Partai Rakyat Nasional, Partai
Buruh, GPPS / Gerakan Pembela Panca
Sila, PRI / Partai Rakyat
Indonesia, PPPRI / Persatuan Pegawai Polisi RI, dan Murba).
Sisanya, 12 partai, mendapat 1
kursi (Baperki, PIR (Persatuan Indonesia
Raya) Wongsonegoro, PIR (Persatuan Indonesia Raya)
Hazairin, Grinda, Permai (Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia),Partai Persatuan
Dayak, PPTI (Partai Politik Tarikat
Islam), AKUI,PRD (Persatuan Rakyat Desa), PRIM (Partai
Republik Indonesis Merdeka), ACOMA (Angkatan Comunis
Muda) dan R. Soedjono Prawirisoedarso.
Kegagalan
konstituate menyusun UU baru
20 November 1956 sidang I, Presiden Sukarno memberi
kewenangan untuk menyusun UUD. Konstituate
menghadapi tantangan untuk bersatu merumuskan UUD baru. Terutama konflik
NU-PKI-PNI menyangkut pemberlakuan kembali UUD’45 dan pemasukan kembali butir
Piagam Jakarta “dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya”
dalam preambule UUD’45. Maka, diadakan sidang untuk menjawab masalah itu.
Sidang 29 Mei 1959, 30 Mei 1959, 2 Juni 1959 berturut-turut tidak mencapai
kuorum. Maka, 3 Juni 1959 Konstituate reses
Kehidupan ekonomi Indonesia masa Demokrasi Parlementer
Pada masa cabinet Sukiman, ada nasionalisasi ekonomi:
nasionalisasi de Javasche Bank menjadi BI sebagai bank sentral (UU No. 11 /
1953), pembentukan BNI Perpu No. 2 / 1946 (5 Juli 1946), pemberlakuan ORI 1
Oktober 1946 (UU No. 17 / 1946).
Perubahan ekonomi juga terlihat pada masa kabinet Ali II dengan penandatanganan UU pembatalan KMB oleh Presiden Sukarno 3 Mei 1956 berakibat berpindahnya asset-aset milik pengusaha Belanda ke pengusaha pribumi.
Perubahan ekonomi juga terlihat pada masa kabinet Ali II dengan penandatanganan UU pembatalan KMB oleh Presiden Sukarno 3 Mei 1956 berakibat berpindahnya asset-aset milik pengusaha Belanda ke pengusaha pribumi.
Kehidupan politik Indonesia masa Demokrasi Terpimpin
Puncak kebuntuan Konstituate adalah Dekrit Presiden 5 Juli
1959: Pembubaran konstituate, berlakunya kembali UUD’45, pembentukan MPRS dan
DPAS. Ini menandai pergantian Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Presidensial. Bidang politik Tindak lanjut
Dekrit Presiden, 10 Juli 1959 dibentuk Kabinet Kerja. Memakai sistem kabinet Presidensial, Ir Sukarno sebagai PM.
Dalam Demokrasi Terpimpin, semua lembaga harus
berasal dari aliran NASAKOM.
Presiden Sukarno juga membentuk DPA, Front Nasional (Penpres No. 13 tahun 1959), DEPERNAS. Dalam sidang DPA September 1959, DPA mengusulkan agar pidato pertanggungjawaban Presiden 17 Agustus 1959 sebelumnya atas Dekrit Presiden dijadikan GBHN dengan nama MANIPOL. Usul DPA diterima Presiden. 24 Juni 1960, DPR hasil pemilu 1955 dibubarkan dan diganti DPR-GR. Pada upacara pelantikan anggota DPR-GR 25 Juni 1960, Ir Sukarno menegaskan tugas DPR-GR adalah melaksanakan MANIPOL, melaksanakan Demokrasi Terpimpin, merealisasi AMPERA.
Penpres No.2 tahun 1959 menetapkan bahwa anggota MPRS ditunjuk Presiden. Kalangan partai yang tidak setuju atas pembubaran DPR bergabung dalam Liga Demokrasi.
Presiden Sukarno juga membentuk DPA, Front Nasional (Penpres No. 13 tahun 1959), DEPERNAS. Dalam sidang DPA September 1959, DPA mengusulkan agar pidato pertanggungjawaban Presiden 17 Agustus 1959 sebelumnya atas Dekrit Presiden dijadikan GBHN dengan nama MANIPOL. Usul DPA diterima Presiden. 24 Juni 1960, DPR hasil pemilu 1955 dibubarkan dan diganti DPR-GR. Pada upacara pelantikan anggota DPR-GR 25 Juni 1960, Ir Sukarno menegaskan tugas DPR-GR adalah melaksanakan MANIPOL, melaksanakan Demokrasi Terpimpin, merealisasi AMPERA.
Penpres No.2 tahun 1959 menetapkan bahwa anggota MPRS ditunjuk Presiden. Kalangan partai yang tidak setuju atas pembubaran DPR bergabung dalam Liga Demokrasi.
Kehidupan
Ekonomi Indonesia masa Demokrasi Terpimpin
Kebijakan ekonomi terpimpin berubah menjadi “Sistem Lisensi”.
Maka, 23 Maret 1963, Presiden Sukarno mengumumkan DEKON.
Pada masa kabinet Djuanda, pemerintah membuat UU pembentukan badan Dewan Perancang Nasional pimpinan Moh Yamin. Tugas badan ini ditetapkan dalam UU No. 80 / 1958: mempersiapkan rancangan UU Pembangunan Nasional Indonesia Berencana Dan Bertahap. Setelah kerja keras, 26 Juli 1960, badan ini mengeluarkan UU Pembangunan Nasional Indoensia Berencana Tahapan 1961-1969.
Pada masa kabinet Djuanda, pemerintah membuat UU pembentukan badan Dewan Perancang Nasional pimpinan Moh Yamin. Tugas badan ini ditetapkan dalam UU No. 80 / 1958: mempersiapkan rancangan UU Pembangunan Nasional Indonesia Berencana Dan Bertahap. Setelah kerja keras, 26 Juli 1960, badan ini mengeluarkan UU Pembangunan Nasional Indoensia Berencana Tahapan 1961-1969.
Tahun 1959, Indonesia mengalami inflasi tinggi. Pemerintah
bereaksi dengan mengeluarkan kebijakan: mengurangi jumlah uang yang beredar
dalam negeri (Perpu No. 2
/ 1959), pembekuan simpanan uang-uang di bank-bank Indonesia. Terjadinya krisis likuiditas membuat pemerintah membentuk PPOK, pengetatan APBN. Kondisi membaik kemudian mulai memburuk kembali dengan meningginya jumlah uang yang beredar.
/ 1959), pembekuan simpanan uang-uang di bank-bank Indonesia. Terjadinya krisis likuiditas membuat pemerintah membentuk PPOK, pengetatan APBN. Kondisi membaik kemudian mulai memburuk kembali dengan meningginya jumlah uang yang beredar.
Proyek mercusuar Ganefo turut menghambat pembangunan moneter
Indonesia.
Tahun 1963, Badan Perancang Nasional menjadi Bappenas dipimpin Ir Sukarno. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan: pendirian Bank Tunggal Negara sebagai wadah sirkulasi antar-bank (Penpres No. 7 / 1965), pengeluaran rupiah baru yang nilainya 10 X rupiah lama (Penpres No. 27 / 1965). Adanya tumpang tindih antara kebijakan perekonomian yang dikeluarkan Presiden-Pemerintah berujung pada mundurnya perekonomian Indonesia hingga tahun 1966
Tahun 1963, Badan Perancang Nasional menjadi Bappenas dipimpin Ir Sukarno. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan: pendirian Bank Tunggal Negara sebagai wadah sirkulasi antar-bank (Penpres No. 7 / 1965), pengeluaran rupiah baru yang nilainya 10 X rupiah lama (Penpres No. 27 / 1965). Adanya tumpang tindih antara kebijakan perekonomian yang dikeluarkan Presiden-Pemerintah berujung pada mundurnya perekonomian Indonesia hingga tahun 1966
Sistem Politik dan Ekonomi Indonesia
Pada Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin.
Demokrasi Terpimpin maksudnya adalah demokrasi
yang berdasarkan ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaaan dalam
permusyawaratan / perwakilan”, namun ”terpimpin” tersebut ditafsirkan Soekarno
sebagai demokrasi yang dipimpin oleh dirinya sendiri secara mutlak dan Soekarno
mendapat julukan “Pemimpin Besar Revolusi”.
A. Keadaan
Politik Pemerintahan pada Masa Demokrasi Terpimpin
Pemerintahan pada masa Presiden Soekarno
memberikan kesempatan kepada PKI dalam pemerintahan atau disebut nasakomisasi
lembaga-lembaga negara seperti DPAS, DPRGR, Front Nasional, MPRS, dan MA. PKI
sangat lihai dalam memanfaatkan lembaga-lembaga negara dan orang yang berusaha menghalangi
tuntutannya akan diserang. Kedekatan Presiden dengan PKI benar-benar
dimanfaatkan oleh PKI. Mereka berusaha terlibat dalam segala keputusan Presiden
dan berusaha menguasainya. Contohnya : PKI mendesak Presiden agar Pancasila
sebagai alat pemersatu diganti atau disingkirkan. Karena tidak setuju para
wartawan membentuk BPS ( badan pendukung Soekarnoisme), namun badan ini pada
akhirnya dibubarkan Presiden atas desakan PKI. Demikian pula TNI-AD yang sulit
dipengaruhi PKI digoyang dengan isu adanya “Dewan Jendral”. PNI sebagai partai
terbesar dipecah belah oleh PKI menjadi dua, yaitu PNI asli dan PNI Osa-Usep
karena PKI berhasil menyusup kedalam PNI. Di bidang kebudayaan PKI berhasil
mendirikan LEKRA ( Lembaga Kesenian Rakyat). Kemudian sekelompok budayawan
mendirikan MANIKEBU ( Manifes Kebudayaan ), namun atas desakan PKI Manikebu
organisasi ini dibubarkan oleh Pemerintah.
B. Kondisi
Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin
Ada
beberapa sebab ekonomi Indonesia semakin buruk, yaitu :
1. Menumpas pemberontakan PRRI/PERMESTA.
2. Adanya inflasi yang cukup tinggi ± 400.
3. Konfrontasi dengan Malaysia (Dwikora).
4. Defisit negara mencapai 7,5 miliar rupiah.
1. Menumpas pemberontakan PRRI/PERMESTA.
2. Adanya inflasi yang cukup tinggi ± 400.
3. Konfrontasi dengan Malaysia (Dwikora).
4. Defisit negara mencapai 7,5 miliar rupiah.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk mengatasi
kondisi ekonomi dan keuangan yang semakin buruk yaitu :
1.
Mata uang bernilai nominal Rp. 500,00 didevaluasi menjadi Rp. 50,00 dan
bernilai Rp. 1.000,00 dihapuskan.
2.
Semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000,00 dibekukan.
3.
Tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan Dekon ( Deklarasi Ekonomi) untuk mencapai
ekonomi yang bersifat nasinal, demokrasi, dan bebas dari sisa-sisa
imperialisme.
Usaha-usaha tersebut mengalami kegagalan karena :
1.
Penanganan ekonomi tidak rasional, lebih bersifat politis, dan tidak ada
kontrol.
2. Tidak adanya ukuran yang objektif dalam menilai
suatu usaha atau hasil orang.
Pelaksanaan
Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional)
adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu
dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan
mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian
besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan
agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu
seperti tercantum dalam konstitusi. Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950
RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem
parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia
dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang –
undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan
mentri ( kabinet ) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung
jawab kepada parlemen ( DPR ).
A. Keadaan
Politik Pemerintahan pada Masa Demokrasi Liberal
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah
mendorong untuk lahirnya partai – partai politik, karena dalam system
kepartaian maenganut system multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan
system politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan system multi
partai yang dianut, maka partai –partai inilah yang menjalankan pemerintahan
melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959, PNI dan
Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun (
1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat
kabinet. Adapun susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan pada masa
demokrasi liberal, sebagai berikut.
1. Kabinet
Natsir ( 6 September 1950 – 21 Maret 1951 ).
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan
Mohammad Natsir ( Masyumi ) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan
cabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak
turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini pun
sesungguhnya merupakan kabinet yang kuat pormasinya di mana tokoh – tokoh
terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono
IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo,sehingga cabinet
ini merupakan Zaken Kabinet.
Program Kabinet ini yang penting di antaranya meliputi:
a.
mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante;
b.
mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta
membentuk peralatan negara yang kuat dan daulat;
c.
menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman;
d.
menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas
anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat;
e.
memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya;
f.
mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi
pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat;
g.
membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha
meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat;
Kegagalan menyelaskan masalah Irian Barat dan pencabutan PP
No.39/ 1950 tentara DPRS dan DPRDS yang dianggap menguntungkan Masyumi telah
menimbulkan adanya mosi – mosi tidak kembali kekuasaan / mandatnya kepada
Presiden.
2. Kabinet
Soekiman ( 27 April 1951 – 3 April 1952 )
Setelah
jatuhnya kabinet Natsir, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukatro ( PNI
) dan Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi ) sebagai formatur dan berhasil membentuk
kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet
Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh Soekiman, tetapi
kabinet ini tidak berumur panjang akibat ditandatanganinya persetujuan bantuan
ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar
Mutual Security Act ( MSA ). Peretujuan ini menimbulkan tafsiran bahwa
Indonesia telah memasuki Blok Barat, yang berarti bertentangan dengan prinsip
dasar politik luar negri Indonesia yang bebas aktif, jatuhlah Kabinet Soekiman.
Adapun program kabinet Soekiman sebagai berikut.
a) Bidang keamanan, menjalankan tindakan – tindakan yang tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
b) Sosial – ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan memperbaruhi hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Juga mempercepat usaha penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
c) Mempercepat persiapan – persiapan pemilihan umum.
d) Di bidang politik luar negri: menjalankan politik luar negri secara bebas – aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
e) Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.
a) Bidang keamanan, menjalankan tindakan – tindakan yang tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
b) Sosial – ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan memperbaruhi hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Juga mempercepat usaha penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
c) Mempercepat persiapan – persiapan pemilihan umum.
d) Di bidang politik luar negri: menjalankan politik luar negri secara bebas – aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
e) Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.
3. Kabinet
Wilopo ( 3 April 1952 – 3 Juni 1953 ).
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno
menunjukan Sidik Djojosukarto ( PNI ) dan Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi )
menjadi formatur, namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai
formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di
bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo,sehingga bernama kabinet Wilopo. Adapun
program dari kabinet ini terutama ditunjukan pada persiapan pelaksaan pemilihan
umum unutuk konstituante, DPR dan DPRD, kemakmuran, pendidikan rakyat, dan
keamananan. Sedang program luar negri terutama ditunjukan pada penyelesaian
masalah hubungan Indonesia – Belanda dan pengembalian Irian Brat ke Indonesia
serta menjalankan politik luar negri bebas – aktif menuju perdamaian dunia.
Kabinet Wilopo berusaha menjalankan program itu
dengan sebaik –baiknya, tetapi kesukaran – kesukaran yang dihadapi sangat
banyak. Di antaranya timbulnya provinsialisme dan bahkan menuju separatisme
yang harus diselesaikan dengan segera.di beberapa tempat,terutama di Sumatera
dan Sulawesi timbul rasa tidak puas terhadap pemerintahan pusat. Alasan yang
terutama adalah kekecewaan karena tidak seimbangnya alokasi keuangan yang
diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Daerah merasa bahwa
sumbangan yang mereka berikan kepada pusat hasil ekspor lebih besar dari pada
yang dikembalikanke daerah.
Mereka juga menuntut diperluasanya hak otonomi
daerah. Timbul pula perkumpulan – perkumpulan yang berlandaskan semangat
kedaerahan seperi, paguyuban Daya Sunda di Bndung dan Gerakan Pemuda federal
Republik Indonesia di Makassar.
Keadaan ini sudah tentu membahayakan bagi kehidupan negara kesatuan dan merupakan langkah mundur dari Sumpah Pemuda 1928. kemudian pada tanggal 17 Oktober 1952 timbul soal dalam angkatan darat yang terkenal dengan nama peristiwa17 Oktiber. Peristiwa ini dimulai dengan perdebatan sengit di DPR selama berbulan – bulan mengenai masalah pro dan kontra kebijaksanaan Menteri pertahanan dan pimpinan angkatan darat.
Aksi dari para kaum politisi itu akhirnya menimbulkan reaksi yang keras dari pihak angkatan darat.aksi ini diikuti dengan penangkapan enam orang anggota parlemen dan pemberangsungan surat kabar dan demokrasi – demokrasi pembubaran parlemen.akibatnya kabinet menjadai goyah.kabinet yang sudah goyah semakin goyah karena soal tanah di Sumatera Timur yang terkenal dengan nama peristiwa Tanjungan Morawa.
Keadaan ini sudah tentu membahayakan bagi kehidupan negara kesatuan dan merupakan langkah mundur dari Sumpah Pemuda 1928. kemudian pada tanggal 17 Oktober 1952 timbul soal dalam angkatan darat yang terkenal dengan nama peristiwa17 Oktiber. Peristiwa ini dimulai dengan perdebatan sengit di DPR selama berbulan – bulan mengenai masalah pro dan kontra kebijaksanaan Menteri pertahanan dan pimpinan angkatan darat.
Aksi dari para kaum politisi itu akhirnya menimbulkan reaksi yang keras dari pihak angkatan darat.aksi ini diikuti dengan penangkapan enam orang anggota parlemen dan pemberangsungan surat kabar dan demokrasi – demokrasi pembubaran parlemen.akibatnya kabinet menjadai goyah.kabinet yang sudah goyah semakin goyah karena soal tanah di Sumatera Timur yang terkenal dengan nama peristiwa Tanjungan Morawa.
Peristiwa ini terjadi akibat pengusiran penduduk
yang mangarap tanah perkebunan yang sudah lama ditinggalkan dengan kekerasaan
oleh aparat kepolisian. Sementara pendudukan sudah terkena hasutan kader –
kader komunis sehingga menolak untuk pergi, maka terjadilah bentrokan senjata
dan memakan korban. Peritiwa ini mendarat sorotan tajam dan emosional dari
masyarakat, sehingga meluncurlah mosi tidak percaya dari sidik kertapati,
sarekat tani indonesia ( sakti ) dan akjirnya pada tanggal 2 juni 1952, wilopo
menyerahkan kembali mandatnya kepada presiden.
4. Kabinet
Ali II [ 31 Juli 1954-24 Juli 1955 ].
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang
terbentuk pada tanggal 31 juli 1953. betapapun kabinet ini tanpa dukungan masyumi,
namun kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai
yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini
dengan Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro ( partai Indonesia Raya PIR
).Kabinet ini dikenal dengan nama kabinet Ali – Wongso.
Program kabinet adalah:
a.
Dalam negri mencangkup soal keamanan,pemilihan umum,kemakmuran dan
keuangan negara,perburuh dan perundang – undangan.
b.
Pengembalian Irian barat.
c.
Politik luar negri bebas aktif.
Gangguan keamanan dalam negri masih ada,namun
dalam masa ini dapat dilaksanakan konferensi Asia Afrika I.. konferensi asia
afrika I ini disenggarakan di bandung pada tanggal 18-24 April 1955.konferensi
dihadiri oleh 29 negara – negara Asia – Afrika,terdiri 5 negara pengundang dan
24 negara yang diundang.KAA I itu ternyata memilikipengaruh dan arti penting
dagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa – bangsa Asia – Afrika dan
juga membawa akibat yang lain, seperti :
a.
Berkurangnya ketegangan dunia.
b.
Australia dan Amerika mulai
berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di negaranya.
c.
Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda
masih bertahan di Irian Barat.
Konferensi Asia – Afrika I ini menghasikan
beberapa kesepakatan yaitu : Basic peper on Racial Discrimination dan basic
peper on Radio Activity. Kesepakatan yang lain terkenal dengan dasa sila
bandung, dengan terlaksananya Konferensi Asia Afrika I merupakan prestasi
tersendiri bagi bangsa indonesia.
MENGATASI PERGOLAKAN DALAM NEGERI
Pemberontakan Darul Islam/ Tentara
Islam Indonesia (DI/TII) terjadi di empat daerah, yaitu :
DI/TII Jawa Barat
Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (DI) dengan
tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin
kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII)
pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia
(TII). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi
Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo
berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa
Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.
DI/TII Jawa Tengah
Gerakan DI/TII juga menyebar ke Jawa Tengah, Aceh, dan
Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah
di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Setelah
bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudian diangkat sebagai : komandan pertemburan
Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia.
Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk
Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan di
Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh.
Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan ini berhasil
dihancurkan pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan
Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat
karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro.
Didaerah Merapi-Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan
oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat
dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional
dilancarkan operasi Banteng Raiders.
DI/TII Aceh
Adanya berbagai masalah antara lain masalah otonomi daerah,
pertentangan antargolongan, serta rehabilitasi dan modernisasi daerah yang
tidak lancar menjadi penyebab meletusnya pemberontakan DI/TII di Aceh. Gerakan
DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh yang pada tanggal 20
September 1953 memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam
Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII di Aceh
diselesaikan dengan kombonasi operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata dari
musyawarah tersebut ialah pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.
DI/TII Sulawesi Selatan
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi
Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakar
menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya
dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah
pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara mereka yang tidak
memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan
menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat
dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar
beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan
lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya
menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII
Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar
Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.
Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL timbul
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Tujuan
APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia dan
mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian Republik
Indonesia Serikat. APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA diakui
sebagai Tentara Pasundan dan menolak dibubarkannya Pasundan/negara
Federal tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka pada
tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA melancarkan teror, APRA berhasil
ditumpas. Ternyata dalang gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan
Hamid II. Rencana gerakannya di Jakarta ialah menangkap beberapa menteri
Republik Indonesia Serikat yang sedang menghadiri sidang kabinet dan membunuh
Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal
Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada Staf Angkatan
Perang Kolonel T.B Simatupang. Rencana tersebut berhasil diketahui dan diambil
tindakan preventif, sehingga sidang kabinet ditunda. Sultan Hamid II berhasil
ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan
diri ke luar negeri.
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan adalah : Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab
atas keamanan di Negara Indonesia Timur. Menentang
masuknya pasukan APRIS dari TNI, Mempertahankan tetap
berdirinya Negara Indonesia Timur.
Karena tindakan Andi Azis tersebut maka pemerintah pusat
bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu
4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi,
senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan. Kedatangan
pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin
oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua
brigade dan satu batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin
oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer
di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15
tahun penjara.
Pada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan
berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) yang dilakukan oleh Dr. Ch. R. S.
Soumokil mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur. Soumokil sebenarnya
terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Namun, setelah gagalnya gerakan itu ia
melarikan diri ke Maluku Tengah dengan Ambon sebagai pusat kegiatannya. Untuk
itu pemerintah mengutus Dr. Leimena untuk mengajak berunding. Misi Leimena
tidak berhasil karena RMS menolak untuk berunding. Pemerintah bertindak tegas,
pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang dikirimkan ke
Ambon. Dalam pertempuran memperebutkan benteng New Victoria, Letkol Slamet
Riyadi tertembak dan gugur. Pada tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi
mendarat di Ambon dan bagian utara pulau itu berhasil dikuasai. Tanggal 2
Desember 1963 Dr. Soumokil berhasil ditangkap selanjutnya tanggal 21 April 1964
diadili oleh Mahkamah Militer Laut Luar Biasa dan dijatuhi hukuman mati
Pemberontakan PRRI/Permesta didahului dengan pembentukan
dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain Dewan Banteng di
Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein (20 Desember 1956) ; Dewan Gajah
di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956) dan Dewan Manguni di
Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957). Tanggal 10 1958
didirikan organisasi yang bernama Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara
Republik Indonesia yang diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein. Gerakan
Husein ini akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara
sebagai pejabat presiden. Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari
berikutnya mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu
disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan
Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J.
Samba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan
operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara, dan
kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol
Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota.
Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin
oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April
1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.
Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin
oleh Brigjen Jatikusumo.
Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh
Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta dilancarkan
operasi gabungan dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto
Hendraningrat, yang terdiri dari :
Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian
Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian
Selatan, dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono.
Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara
Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda.
Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin
oleh Letkol Rukminto Hendraningrat
PELAKSANAAN DEMOKRASI TERPIMPIN
Dekrit Presiden 5 Juli
1959 ditindak lanjuti dengan penataan bidang politik, social ekonomi, dan
pertahanan keamanan. Sebagai realisasinya, pada 20 Agustus 1959 Presiden
Soekarno menyampaikan surat No. 2262/ HK/59 kepada DPR yang isinya menekankan
kepada kewenangan presiden untuk memberlakukan “peraturan negara baru” selain
membuat peraturan negara menurut UUD 1945. Atas dasar peraturan negara barn
tersebut, presiden membentuk lembaga-lembaga negara, seperti MPRS, DPAS,
DPR-GR, dan Front Nasional.
Pembentukan MPRS
Presiden Soekarno membentukMajelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melalui Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Keanggotaan MPRS terdiri atas anggota-anggota DPR sebanyak 261 orang, utusan daerah 94 orang, dan waki 1 golongan sebanyak 200 orang.
Presiden Soekarno membentukMajelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melalui Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Keanggotaan MPRS terdiri atas anggota-anggota DPR sebanyak 261 orang, utusan daerah 94 orang, dan waki 1 golongan sebanyak 200 orang.
Menurut Penpres No. 12
Tahun 1959, tugas MPRS hanya terbatas pada kewenangan menetapkan Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN). Hal ini menunjukkan bahwa presiden berusaha
membatasi kewenangan MPRS. Demikian pula tentang keberadaan semua pimpinan MPRS
yang dalam praktiknya diangkat oleh presiden.
Pada tahun 1960-1965
MPRS telah melakukan tiga kali persidangan yang dilaksanakan di Gedung Merdeka,
Bandung. Adapun sidang-sidang tersebut adalah sebagai berikut.
a. Sidang Umum pertama (10 November - 7 Desember 1960) menghasilkan ketetapan,yakni
1) Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 yang menetapkan Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara.
2) Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang Garis-garis Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969.
a. Sidang Umum pertama (10 November - 7 Desember 1960) menghasilkan ketetapan,yakni
1) Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 yang menetapkan Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara.
2) Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang Garis-garis Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969.
b. Sidang Umum kedua (15-22 Mei 1963) yang menghasilkan Ketetapan MPRS No.
Ill/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Presiden Soekarno/Mandataris MPRS MenjadiPresiden
Seumur Hidup.
c. Sidang Umum ketiga (11-16 April 1965) yang menghasilkan Ketetapan
MPRSNo. V/MPRS/1965 tentang pidato Presiden Soekarno berjudul Berdiri di atas
KakiSendiri (Berdikari) sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri
Indonesia.
Pembentukan DPAS
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk
berdasarkan Penpres No.3 Tahun 1959. Ada beberapa hal penting yang perlu
diketahui dari penpres tersebut.
a.
Anggota
DPAS diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
b.
Tugas
DPAS adalah memberi jawaban ataspertanyaan presiden dan mengajukan
usul kepada pemerintah.
c.
Anggota
DPAS sebanyak 45 orang yang terdiri atas wakil golongan politik,
utusan daerah, wakil golongan, dan seorang ketua.
d.
DPAS
dipimpin oleh presiden sebagai ketua.
e.
Sebelum
memangku jabatan, wakil ketua dan anggota DPAS mengangkat sumpah janji di
hadapan presiden.
Pembentukan DPR-GR
Melalui Penpres No.4 Tahun 1960 pemerintah membentuk Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Parlemen ini dibentuk menggantikan
DPR hasil pemilu 1955 yang dibubarkan sejak 5 Maret 1960 karena berselisih
dengan pemerintah mengena: Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN) untuk tahun 1961. Padt saat itu, DPR menolak mengesahkan RAPBN
tersebut.
Komposisi keanggotaan DPR-GR tidak didasarkan atas
perimbangan kekuatan parta: yang dihasilkan pemilu, tetapi diatur sedemikian
rupa oleh presiden. Semua anggott DPR-GR diangkat oleh presiden sebanyak 283
orang yang terdiri atas 153 anggota mewakili partai politik dan 130 anggota
mewakili golongan-golongan.
Pembentukan Kabinet Kerja
Dengan berlakunya UUD 1945, Kabinet Djuanda (Kabinet Karya)
dibubarkan. Terhitung mulai 10 Juli 1959. Sebagai gantinya dibentuk kabinet
yang perdana menterinya presiden sendiri, sedangkan Ir. Djuanda ditunjuk
sebagai menteri pertama.
Kabinet baru ini dinamakan Kabinet Kerja yang mempunyai
program, yakni
A.
mencukupi
kebutuhan sandang pangan,
B.
menciptakan
keamanan negara, dan
C.
melanjutkan
perjuangan merebut Irian Barat.
Pembentukan Front
Nasional
Melalui Penpres No. 13 Tahun 1959 dibentukFront Nasional.
Lembaga ini merupakan organisasi massa yang berusaha memperjuangkan cita-cita
proklamasi dan cita-cita bangsa yang terkandung dalam UUD 1945. Front Nasional
diketuai oleh Presiden Soekarno dan memiliki tujuan, yaitu
a. menyelesaikan
revolusi nasional Indonesia,
b. melaksanakan pembangunan semesta nasional, dan
c. mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah RI
b. melaksanakan pembangunan semesta nasional, dan
c. mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah RI
PERJUANGAN MEMBEBASKAN IRIAN BARAT
Perjuangan diplomasi
a. Perundingan
Bilateral Indonesia Belanda
Pada tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan
Konferensi Tingkat Menteri Uni Belanda - Indonesia. Konferensi memutuskan untuk
membentuk suatu komisi yang anggotanya wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk
menyelidiki masalah Irian Barat. Hasil kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam
Konferensi Tingkat Menteri II di Den Haag pada bulan Desember 1950. Ternyata
pembicaraan dalam tingkat ini tidak menghasilkan penyelesaian masalah Irian
Barat.
Pertemuan Bilateral Indonesia Belanda
berturut-turut diadakan pada tahun 1952 dan 1954, namun hasilnya tetap sama,
yaitu Belanda enggan mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia sesuai hasil
KMB.
b. Melalui Forum PBB
Setelah perundingan bilateral yang dilaksanakan
pada tahun 1950, 1952 dan 1954 mengalami kegagalan, Indonesia berupaya
mengajukan masalah Irian Barat dalam forum PBB. Sidang Umum PBB yang pertama
kali membahas masalah Irian Barat dilaksanakan tanggal 10 Desember 1954. Sidang
ini gagal untuk mendapatkan 2/3 suara dukungan yang diperlukan untuk mendesak
Belanda.
Indonesia secara bertrurut turut mengajukan lagi
sengketa Irian Barat dalam Majelis Umum X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun
1956, dan Majelis Umum XII tahun 1957. Tetapi hasil pemungutan suara yang
diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3 suara yang diperlukan.
c. Dukungan Negara Negara Asia Afrika
(KAA)
Gagal melalui cara bilateral, Indonesia juga
menempuh jalur diplomasi secara regional dengan mencari dukungan dari
negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika yang diadakan di Indonesia
tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-negara di kawasan Asia Afrika, secara
bulat mendukung upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh kembali Irian sebagai
wilayah yang sah dari RI.
Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB
tetap tidak dapat menarik dukungan internasional dalam sidang Majelis Umum PBB.
Perjuangan dengan konfrontasi politik dan ekonomi
Kegagalan pemerintah Indonesia untuk
mengembalikan Irian Barat baik secara bilateral, Forum PBB dan dukungan Asia
Afrika, membuat pemerintah RI menempuh jalan lain pengembalian Irian Barat,
yaitu jalur konfrontasi. Berikut ini adalah upaya Indonesia mengembalikan Irian
melalui jalur konfrontasi, yang dilakukan secara bertahap.
Setelah menempuh jalur diplomasi sejak tahun
1950, 1952 dan 1954, serta melalui forum PBB tahun 1954 gagal untuk
mengembalikan Irian Barat kedalam pangkuan RI, pemerintah RI mulai bertindak
tegas dengan tidak lagi mengakui Uni Belanda Indonesia yang dibentuk
berdasarkan KMB. Ini berarti bahwa pembatalan Uni Belanda Indonesia secara
sepihak oleh pemerintah RI berarti juga merupakan bentuk pembatalan terhadap
isi KMB. Tindakan pemerintah RI ini juga didukung oleh kalangan masyarakat
luas, partai-partai dan berbagai organisasi politik, yang menganggap bahwa
kemerdekaan RI belum lengkap / sempurna selama Indonesia masih menjadi anggota
UNI yang dikepalai oleh Ratu Belanda.
Pada tanggal 3 Mei 1956 Indonesia membatalkan
hubungan Indonesia Belanda, berdasarkan perjanjian KMB. Pembatalan ini
dilakukan dengan Undang Undang No. 13 tahun 1956 yang menyatakan, bahwa untuk
selanjutnya hubungan Indonesia
Belanda adalah hubungan yang lazim antara negara yang berdaulat penuh,
berdasarkan hukum internasional. Sementara
itu hubungan antara kedua negara semakin memburuk, karena :
1.
terlibatnya orang-orang Belanda dalam berbagai pergolakan di Indonesia
(APRA, Andi Azis, RMS)
2.
Belanda tetap tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.
Sesuai dengan Program Kerja Kabinet, Ali Sastroamidjojo membentuk Propinsi
Irian Barat dengan ibu kota Soasiu (Tidore). Pembentukan propinsi itu
diresmikan tanggal 17 Agustus 1956. Propinsi ini meliputi wilayah Irian Barat
yang masih diduduki Belanda dan daerah Tidore, Oba, Weda, Patrani, serta Wasile
di Maluku Utara.
Sepuluh tahun menempuh jalan damai, tidak
menghasilkan apapun. Karena itu, pada tanggal 18 Nopember 1957 dilancarkan
aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh tanah air. Dalam rapat umum yang
diadakan hari itu, segera diikuti pemogokan total oleh buruh-buruh yang bekerja
pada perusahaan-perusahaan milik Belanda pada tanggal 2 Desember 1957. Pada hari itu juga pemerintah RI
mengeluarkan larangan bagi beredarnya semua terbitan dan film yang menggunakan
bahasa Belanda. Kemudian KLM dilarang mendarat dan terbang di seluruh wilayah
Indonesia.
Pada tanggal 3 Desember 1957 semua kegiatan
perwakilan konsuler Belanda di Indonesia diminta untuk dihentikan. Kemudian
terjadi serentetan aksi pengambil alihan modal perusahaan-perusahaan milik
Belanda di Indonesia, yang semula dilakukan secara spontan oleh rakyat dan
buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan Belanda ini. Namun kemudian
ditampung dan dilakukan secara teratur oleh pemerintah. Pengambilalihan modal
perusahaan perusahaan milik Belanda tersebut oleh pemerintah kemudian diatur
dengan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958.
Hubungan diplomatik Indonesia – Belanda bertambah
tegang dan mencapai puncaknya ketika pemerintah Indonesia memutuskan hubungan
diplomatik dengan Belanda. Dalam pidato Presiden yang berjudul ”Jalan
Revolusi Kita Bagaikan Malaikat Turun Dari Langit (Jarek)” pada peringatan HUT Proklamasi
Kemerdekaan RI ke 15, tanggal 17 Agustus 1960, presiden memaklumkanpemutusan
hubungan diplomatik dengan Belanda.
Tindakan ini merupakan reaksi atas sikap Belanda
yang dianggap tidak menghendaki penyelesaian secara damai pengembalian Irian
Barat kepada Indonesia. Bahkan, menjelang bulan Agustus 1960, Belanda
mengirimkan kapal induk ” Karel Doorman ke Irian melalui Jepang. Disamping
meningkatkan armada lautnya, Belanda juga memperkuat armada udaranya dan
angkutan darat nya di Irian Barat.
Karena itulah pemerintah RI mulai menyusun
kekuatan bersenjatanya untuk mempersiapkan segala sesuatu kemungkinan.
Konfrontasi militer pun dimulai.
Persetujuan New York
Setelah operasi-operasi infiltrasi mulai
mengepung beberapa kota penting di Irian Barat, sadarlah Belanda dan
sekutu-sekutunya, bahwa Indonesia tidak main-main untuk merebut kembali Irian
Barat. Atas desakan Amerika Serikat, Belanda bersedia menyerahkan irian Barat
kepada Indonesia melalui Persetujuan New York / New York Agreement.
Isi Pokok
persetujuan :
1.
Paling lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara PBB (UNTEA) akan
menerima serah terima pemerintahan dari tangan Belanda dan sejak saat itu
bendera merah putih diperbolehkan berkibar di Irian Barat..
2.
Pada tanggal 31 Desember 11962 bendera merah putih berkibar disamping
bendera PBB.
3.
Pemulangan anggota anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai
tanggal 1 Mei 1963
4.
Selambat lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI secara resmi menerima
penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB
5.
Indonesia harus menerima kewajiban untuk mengadakan Penentuan Pendapat
rakyat di Irian Barat, paling lambat sebelum akhir tahun 1969.
Sesuai dengan perjanjian New York, pada tanggal 1
Mei 1963 berlangsung upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada
pemerintah RI. Upacara berlangsung di Hollandia (Jayapura). Dalam peristiwa itu
bendera PBB diturunkan dan berkibarlah merah putih yang menandai resminya Irian
Barat menjadi propinsi ke 26. Nama Irian Barat diubah menjadi Irian Jaya (
sekarang Papua )
Arti penting Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Sebagai salah satu kewajiban pemerintah Republik
Indonesia menurut persetujuan New York, adalah pemerintah RI harus mengadakan
penentuan pendapat rakyat di Irian Barat paling lambat akhir tahun 1969. pepera
ini untuk menentukan apakah rakyat Irian Barat memilih, ikut RI atau merdeka
sendiri. Penentuan pendapat Rakyat akhirnya dilaksanakan pada tanggal 24 Maret
sampai dengan 4 Agustus 1969.Mereka diberi dua opsi, yaitu : bergabung dengan
RI atau merdeka sendiri.
Setelah Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah
Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya
tetap merupakan bagian dari Republik Indoenesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk dilaporkan dalam sidang umum PBB
ke 24 bulan Nopember 1969. Sejak saat itu secara de yure Irian Jaya sah menjadi
milik RI.
Dengan menganalisa fakta-fakta pembebasan Irian
Barat sampai kemudian dilaksanakan Pepera, dapat diambil kesimpulan bahwa
Pepera mempunyai arti yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia, yaitu :
1.
Bukti bahwa pemerintah Indonesia dengan merebut Irian Barat melalui
konfrontasi bukan merupakan sebuah tindakan aneksasi / penjajahan kepada bangsa
lain, karena secara sah dipandang dari segi de facto dan de jure Irian Barat
merupakan bagian dari wilayah RI
2.
Upaya keras pemerintah Ri merebut kembali Irian Barat bukan merupakan
tindakan sepihak, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat Irian Barat.
Terbukti hasil Pepera menyatakan rakyat Irian ingin bergabung dengan Republik
Indonesia.
Peristiwa G 30S/PKI
Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal dengan
peristiwa pemberontakan yang dilakukan PKI, bertujuan untuk menyebarkan paham
komunis di Indonesia. Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan banyak
korban berasal dari para Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk
menolak laporan pertanggungjawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan
ditolaknya laporan Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan
yang berazaskan kepada pancasila dan UUD 1945.
a. PKI merupakan partai terbesar di
Indonesia
Dengan melakukan pendekatan kepada kaum berjunis, PKI berhasil menarik
anggota cukup besar, tercatat pada tahun 1965, anggota PKI sudah mencapai 3,5
juta. Hal ini membuat PKI menjadi partai yang besar dan kuat.
PKI
melakukan beberapa cara untuk mengembangkan diri, antara lain :
-
Melakukan
gerakan gerilia dipedesaan dan melakuan prapaganda-prapaganda menyesatkan.
-
Melakukan
gerakan revosioner oleh kaum buruh di perkotaan.
-
Membentukan
pekerja intensif dikalangan ABRI.
-
Menyusup
ke berbagai organisasi lain untuk mentransparansikan organisasi PKI.
-
Mendekati
Presiden Soekarno.
b. Politik
luar negeri Indonesia yang lebih condong pada blok timur
Pada masa demokrasi terpimpin, indonesia menganut politik NEFO, sehingga
PKI dapat memperoleh dukungan dari Cina dan Unisoviet.
c. Konsep Naskom (Nasionalis, Agama,
Komunis)
Dengan konsep ini, PKI dapat memperkuat kedudukannya di Indonesia,
sehingga PKI memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mengadakan aksi kudeta.
Para pimpinan PKI telah mengalami pertemuan rahasia selama beberapa kali
untuk menyusun rencana kudeta pada tanggal 30 September 1965. Gerakan ini
secara fisik dilakukan oleh Kolonel Untung. Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini
hari, klonel untuk memerintahkan anggotanya untuk menculik, menyiksan dan
membunuh 7 perwira tinggi AD, yaitu :
- Letnan Jendral Ahmad Yani yang menjabat sebagai Mentri I Panglima Angkatan Darat.
- Mayor Jendral R. Soeprapto yang menjabat sebagai Deputi II Panglima Angkatan Darat.
- Mayor Jendral Haryono Mas Tirtodarmo yang menjabay sebagai Deputi III Panglima Angkatan Darat.
- Mayor Jendral Suwondo Parman yang menjabat sebagai Asisten I Panglima Angkatan Darat.
- Brigadir Jendral Donald Izaus Panjaitan (Asisten IV Panglima Angkatan Darat).
- Brigadir Jendral Soetoyo Siswomihardjo (Inspektur Kehakiman Ioditur).
- Letnan Satu Piere Andreas Tendean (Ajudan Jendral A.H. Nasution).
Jendral A.H. Nasution behasil menyelamatkan diri setelah kakinya
tertembak, tetapi putrinya Ade Irma Suryani ditembak kemudian gugur. Korban
lainnya adalah Letanan Polisi Karel Satsuit Tubun yang gugur pada saat
melakukan perlawanan terhadap gerombolan yang berusaha menculik jendral A.H.
Nasution. PKI juga menyerbarkan pengruhnya di berbagai daerah dan mengumumkan
berdirinya Dewan Revolusi melalui siaran berita RRI di Yogyakarta yang
dilakukan oleh Letnan Kolonel Untung.
Persaingan
PKI dengan Angkatan Darat
Angkatan
Darat sebagai kekuatan pertahanan negara memiliki kepentingan untuk
mempertahanakan ideologi Pancasila dari berbagai ancaman, baik dari dalam
maupun dari luar, sedangkan dari pihak PKI memiliki kepentingan untuk
mendirikan negara komunis. Persaingan yang menjadi di antara mereka dapat
dilihat dalam hal-hal berikut ini,
1.
Tindakan provokasi yang
dilakukan PKI yaitu,
1.
Menghasut kaum tani dan
buruh untuk mengambil alih tanah luas milik perkebunan.
2.
Menggalang demonstrasi
menuntut kenaikan upah diperkebunan dan pabrik-pabrik.
3.
Melakukan penyerangan
baik secara politis maupun kekerasan terhadap berbagai kelompok yang di nilai
antikomunis.
4.
Pada Januari 1965, PKI
mengajukan gagasan agar buruh dan petani dipersenjatai dan menjadi angkatan
kelima. Tujuan PKI melakukan hal itu adalah untuk menggalang kekuatan
menghadapi Nekolim Inggris dari dalam Dwikora.
5.
Pada bulan Mei 1965,
PKI mengeluarkan desas-desus munculnya Dewan Jendral dalam Angkatan Darat.
6.
Tindakan Angkatan Darat
dalam menghadapi PKI antaralain,
1.
Pada bulan September
1965, Panglima Ankatan Darat memperingatkan Presiden untuk berhhati-hati
terhadap tindakan yang dilakukan PKI.
2.
Angkatan Darat secara
tegas menentang pembantukan Kabinet Gotong-Royong. Sebab melalui kabinet
tersebut, PKI dapat bertindak seluas-luasnya tanpa ada pembatasan.
3.
Angkatan Darat secara
tegas menolak gagasan angkatan kelima.
4.
Panglima Angkatan Darat
berusaha meyakinkan Presiden akan kesetiaan mereka terhadap masyarakat dalam
menghadapi desas-desus munculnya Dewan Jendral
Pada tanggal 1 Oktober 1965, dilakukan operasi penumpasan G 30S/PKI yang
dipimpin oleh Mayjen Soeharto. Ada beberapa langkah penting yang dlakukan dalam
penumpasan tersebut yaitu,
- Menetralisir pasukan yang bearada di Medan Merdeka yang dimanfaatkan PKI. Pasukan yang dimafaatkan oleh PKI berasal dari Batalyon 503/Brawijaya dan Batalyon 545/Diponegoro. Kedua pasukan tersebut akhirnya berhasil ditarik mundur dan berhasil disadarkan dari pengaruh PKI.
- Pasukan RPKAD berhasil menduduki kembali gedung RRI pusat, gedung telekomunikasi, dan mengamankan seluruh wilayah Medan Merdeka tanpa terjadi bentrokan senjata atau pertumpahan darah.
- Pasukan Batalyon 238 Kujang/Siliwangi berhasil menguasai Lapangan Banteng dan mengamankan Markas Kodam V/Jaya.
- Batalyon I Kavaleri berhasil mengamankan BNI Unit I dan percetakan uang di daerah kebayoran.
- Pada tanggal 2 Oktober 1965 pasukan RPKAD berhasil menduduki Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma dengan batuan Batalyon 238 Kujang/Siliwangi dan Batalyon I Kavaleri.
- Pembersihaan kekampung-kampung disekitar Lubang Buaya dari pengaruh PKI.
- Pada tanggal 3 Oktober 1965 berhasil ditemukan jenazah para Jendral yang menjadi korban G 30S/PKI yang kemudian dibersihkan dan disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat dan baru dimakamkan pada tanggal 5 Oktober 1965.
Untuk menentramkan segala ketakutan dan kegelisahan masyarakat, dilakukan
siaran RRI yang menghimbau agar rakyat tetap tenang dan waspada.
Gerakan G30S/PKI DI Jakarta telah memengaruhi munculnya
pemberontakan-pembenrontakan yang lainya di Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Pemimpin PKI di berbagai daerah di Jawa Tengah mengumumkan ikut mendukung
Gerakan 30 September yang diumumkan melalui siaran Radio Republik Indonesia.
Kolonel Suhirman yang merupakan Asisten Kodam VII/Diponegoro berhasi
menguasai markas Kodam VII/Diponegoro di Jawa Tengah serta menunjuk beberapa
orang sebagai pimpinan di beberapa daerah seperti Mayor Supardi memimpin
pasukan di Salatiga dan Mayor Kadri memimpin pasukan di Solo. Mereka juga
menempatkan pasukan di beberapa tempat strategis seperti di Markas Kodam
Diponegoro, RRI, dan telekomunikasi.
Letnan
Kolonel Sastrobroto mengambil alih pimpinan Kodam VII/Diponegoro dan beberapa
tempat seperti,
1.
Maraks
Kodam Resort Militer 071/Purwokerto yang di pimpin oleh Kepala Staf Letnan
Kolonel Soemitro.
2.
Makorem
072/Yogyakarta yang dipimpin oleh Kepala Seksi 5 Mayor Mulyono.
3.
Markas
Brigade Infantri 6 yang dipimpin oleh Komandan Kompi Markas Kapten Mintraso.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Mayor Mulyono mengumumkan dukunganya terhadap
G 30S/PKI. Mereka berhasil menguasai Makorem 072 dan menculik Letnan Kolonel
Sugiono. Aksi yang mereka lakukan pertama-tama mengeluarkan perintah agar
seluruh rakyat Yogyakarta mendukung G 30S/PKI, membagi-bagikan senjata
kepada anggota veteran setempat, serta melakukan demonstrasi secara
besar-besaran bersama dengan organisasi massa di depan Makorem 072 untuk
mengatakan dukungannya terhadap G 30S/PKI.
Pada tanggal 2 Oktober 1965 Walikota Solo Oetomo Ramelan melalui siaran di
RRI menyatakan dukungannya terhadap G30S/PKI. Mereka menduduki tempat-tempat
strategis seperti kantor RRI, telekomunikasi, dan bank-bank negara. Gerkan
operasi penumpasan dimulai pada tanggal 2 Oktober 1965 dan berhasil merebut
RRI, markas Kodam Diponegoro, dan kota-kota di Jawa Tegah yang telah dikuasai
oleh PKI.
Dampak Peristiwa
G30S/PKI
Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia telah memberi dampak
negatif dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia yaitu,
- Dampak politik
- Dampak Ekonomi
Setelah super semar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia mengalami
masa transisi. Kepemimpinan Soekarno kehhilangan supermasinya. MPRS kemudian
meminta Presiden Soekarno untuk mempertanggungjawabkan hasil pemerintahannya,
terutama berkaitan dengan G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden
Soekarno memberikan pertanggung jawaban pemerintahannya, khususnya mengenai
masalah yang menyangkut peristiwa G30S/PKI. Sidang Istimewa MPRS dilakukan pada
tanggal 7 sampai 12 Maret 1967.
PERKEMBANGAN MASYARAKAT INDONESIA
PADA MASA ORDE BARU
PROSES PERTUMBUHAN DAN MOBILITAS PENDUDUK DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT INTELEKTUAL PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU
LATAR BELAKANG LAHIRNYA ORDE BARU
a.
Adanya
Gerakan 30 S/PKI
b.
Kekosongan
pimpinan Angkatan Darat
c.
Demonstrasi
yang dilakukan oleh para mahasiswa, pemuda dan pelajar di depan gedung DPR-GR
yang mengajukan tun tutan (Tritura : Pembubaran PKI, Pembersihan Kabinet
Dwikora dan Turunkan harga barang )
d.
Perubahan
Kabinet ( Dwikora-Seratus menteri )
e.
Tertembaknya
mahasiswa Arif Rahman Hakim
Akhirnya pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden mengeluarkan Surat Perintah yang berisi tentang pemulihan keamanan dan jaminan keamanan bagi presiden Soekarno. Dengan berkuasanya Soeharto memegang tampuk pemerintahan dimulailah babak baru yaitu Orde Baru.
Akhirnya pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden mengeluarkan Surat Perintah yang berisi tentang pemulihan keamanan dan jaminan keamanan bagi presiden Soekarno. Dengan berkuasanya Soeharto memegang tampuk pemerintahan dimulailah babak baru yaitu Orde Baru.
PERKEMBANGAN KEKUASAAN ORDE BARU
Pada hakikatnya Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan
rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila
dan UUD 1945 atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan penyelewengan yang
terjadi pada masa lalu
Tritura mengungkapkan keinginan rakyat yang mendalam untuk melaksanakan kehidupan bernegara sesuai dengan aspirasi masyarakat. Jawaban dari tuntutan itu terdapat pada 3 ketetapan sebagai berikut :
Tritura mengungkapkan keinginan rakyat yang mendalam untuk melaksanakan kehidupan bernegara sesuai dengan aspirasi masyarakat. Jawaban dari tuntutan itu terdapat pada 3 ketetapan sebagai berikut :
a.
Pengukuhan
tindakan pengemban Supersemar yang membubarkan PKI dan ormasnya ( TAP MPRS No.
IV dan No. IX / MPRS / 1966
b.
Pelarangan
paham dan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme di Indonesia ( TAP MPRS No. XXV /
MPRS / 1966 )
c.
Pelurusan kembali tertib konstitusional
berdasarkan Pancasila dan tertib hukum ( TAP MPRS No. XX / MPRS / 1966 )
Pada tanggal 3 Pebruari 1967 DPR-GR yang menganjurkan kepada Soeharto untuk melaksanakan Sidang Istimewa, sehingga pada 20 Pebruari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto.
Tahap selanjutnya adalah :
Pada tanggal 3 Pebruari 1967 DPR-GR yang menganjurkan kepada Soeharto untuk melaksanakan Sidang Istimewa, sehingga pada 20 Pebruari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto.
Tahap selanjutnya adalah :
1.
Penyederhanaan Partai
2.
Memurnikan
kembali politik luar negeri bebas aktif
3.
Menghentikan
konfrontasi dengan Malaysia dan membentuk
kerjasama ASEAN
kerjasama ASEAN
4.
Kembali
menjadi anggota PBB
KEBIJAKAN PEMERINTAH ORDE BARU
Setelah berhasil memulihkan keamanan kemudian pemerintah
melaksanakan pembangunan Nasional jangka pendek dan jangka panjang melalui
Pelita yang tidak terlepas dari Trilogi Pembangunan, yaitu
1.
Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat
2.
Pertumbuhan
ekonomi yang cukup timggi
3.
Stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis
Pelaksanaan pembangunan tidak akan berjalan lancar tanpa ada pemerataan pembangunan yang menetapkan 8 jalur pemerataan, yakni :
Pelaksanaan pembangunan tidak akan berjalan lancar tanpa ada pemerataan pembangunan yang menetapkan 8 jalur pemerataan, yakni :
-
Pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, hususnya sandang,
pangan dan perumahan.
pangan dan perumahan.
-
Pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
-
Pemerataan
pembagian pendapatan
-
Pemerataan
kesempatan kerja
-
Pemerataan
berusaha
-
Pemerataan
kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan
kaum wanita
-
Pemerataan
penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
-
Pemeratan
kesempatan memperoleh keadilan.
PROSES MENGUATNYA PERAN NEGARA PADA
MASA ORDE BARU
Sejak Orde Baru berkuasa telah banyak perubahan yang dicapai
oleh bangsa Indonesia, langkah yang dilakukannya adalah menciptakan stabilitas
ekonomi politik. Tujuan perjuangannya adalah menegakkan tata kehidupan negara
yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945.
Kabinet yang pertamakali dibentuk adalah Kabinet AMPERA
dengan tugas menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan
untuk melaksanakan pembangunan nasional yang disebut DWI DHARMA KABINET AMPERA.
Adapun programnya antara lain :
1.
Memperbaiki
kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan
2.
Melaksanakan
Pemilu
3.
Melaksanakan
Politik Luar Negeri yang Bebas dan Aktif
4.
Melanjutkan
perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk.
Keempat program ini disebut dengan Catur Karya Kabinet Ampera.
Keempat program ini disebut dengan Catur Karya Kabinet Ampera.
PROSES PERTUMBUHAN DAN MOBILITAS PENDUDUK PADA MASA ORDE BARU
a.
Pertumbuhan
dan mobilitas penduduk
Menurut Edward Ullman ada 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya interaksi kota, yaitu :
Menurut Edward Ullman ada 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya interaksi kota, yaitu :
-
Adanya
wilayah yang saling melengkapi
-
Adanya
kesempatan untuk berinteraksi
-
Adanya
kemudahan transfer/pemindahan dalam ruang
Dalam kaitannya
dengan interaksi kota tersebut, maka mobilitas penduduk dapat diartikan sebagai
suatu perpindahan penduduk baik secara teritorial ataupun geografis. Hubungan
timbal balik antara kota dengan kota maupun antara kota dengan desa dapat
menyebabkan munculnya gejala-gejala yang baru yang meliputi aspek ekonomi,
sosial maupun budaya. Gejala ini dapat bersifat positif ataupun negatif bagi
desa dan kota.
b.
Pusat-Pusat
pertumbuhan di Indonesia pada masa Orde Baru
Untuk mengetahui munculnya pusat-pusat pertumbuhan di Indonesia terdapat 2 teori yaitu :
Untuk mengetahui munculnya pusat-pusat pertumbuhan di Indonesia terdapat 2 teori yaitu :
-
Teori
Tempat Sentral ( central place theory ) oleh Walter Christaller
Bahwa Pusat lokasi aktivitas yang melayani berbagai kebutuhan penduduk harus berada di suatu tempat sentral yaitu tempat yang memungkinkan partisipasi manusia dengan jumlah yang maksimum.Tempat sentral itu berupa ibukota kabupaten, kecamatan, propinsi ataupun ibukota Negara. Masing-masing titik sentral memiliki daya tarik terhadap penduduk untuk tinggal disekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda.
Bahwa Pusat lokasi aktivitas yang melayani berbagai kebutuhan penduduk harus berada di suatu tempat sentral yaitu tempat yang memungkinkan partisipasi manusia dengan jumlah yang maksimum.Tempat sentral itu berupa ibukota kabupaten, kecamatan, propinsi ataupun ibukota Negara. Masing-masing titik sentral memiliki daya tarik terhadap penduduk untuk tinggal disekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda.
-
Teori
Kutub Pertumbuhan ( Growth Pole Theory ) oleh Lerroux
Bahwa pembangunan yang terjadi di manapun tidak terjadi secara serentak tapi muncul pada tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan identitas yang berbeda. Kawasan yang menjadi pusat pembangunan dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub pertumbuhan. Dari kutub inilah proses pembangunan menyebarke wilayah-wilayah lain di sekitarnya.
Bahwa pembangunan yang terjadi di manapun tidak terjadi secara serentak tapi muncul pada tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan identitas yang berbeda. Kawasan yang menjadi pusat pembangunan dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub pertumbuhan. Dari kutub inilah proses pembangunan menyebarke wilayah-wilayah lain di sekitarnya.
c.
Faktor
penyebab suatu titik lokasi menjadi pusat pertumbuhan
Suatu titik lokasi menjadi pusat pertumbuhan disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
Suatu titik lokasi menjadi pusat pertumbuhan disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
1.
Kondisi
fisik wilayah
2.
Kekayaan
sumber daya alam
3.
Sarana
dan prasarana transportasi
4.
Adanya
industri
DAMPAK REVOLUSI HIJAU DAN
INDUSTRIALISASI TERHADAP PERUBAHAN TEKNLOGI DAN LINGKUNGAN DI BERBAGAI DAERAH
PADA MASA ORDE BARU
1. Revolusi
Hijau.
Revolusi Hijau merupakan revolusi biji-bijian dari hasil penemuan ilmiah
berupa benih unggul dari berbagai varietas gandum, padi, dan jagung yang
membuat hasil panen komoditas tersebut meningkat di begara-negara berkembang.
Revolusi hijau lahir karena masalah pertambahan penduduk yang pesat.
Pertambahan penduduk harus diimbangi dengan peningkatan produksi pertanian.
Upaya peningkatan produksi pertanian digalakkan melalui :
Upaya peningkatan produksi pertanian digalakkan melalui :
a.
Pembukaan
lahan pertanian baru
b.
Mekanisasi
pertanian
c.
Penggunaan
pupuk baru
d.
Mencari
metode yang tepat untuk pemberantasan hama
e.
Perkembangan Revolusi Hijau di
Indonesia
Masyarakat Indonesia yang agraris menjadikan pertabian sebagai sektor penting dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini didasari oleh :
a.
Kebutuhan
masyarakat yang meningkat dengan pesat
b.
Tingkat
produksi pertanian yang masih sangat rendah
c.
Produksi
pertanian belum mampu memenuhiseluruh kebutuhan masyarakat.
Untuk meningkatkan produksi pertanian pemerintah mengupayakan :
Untuk meningkatkan produksi pertanian pemerintah mengupayakan :
-
Intensifikasi
-
Ekstensifikasi
-
Diversifikasi
-
Rehabilitasi
Perkembangan Industrialisasi
a.
Industri
Pertanian
ü
Industri
pengolahan hasil tanaman pangan termasuk hortikultura
ü
Industri
pengolahan hasil perkebunan
ü
Industri
pengolahan hasil perikanan
ü
Industri
pengolahan hasil hutan
ü
Industri
pupuk
ü
Industri
Pestisida
ü
Industri Mesin dan peralatan pertanian
b.
Industri
Non Pertanian
ü
Industri
Semen
ü
Industri
Besi baja
ü
Industri
Perakitan kendaraan bermotor
ü
Industri
elektronik
ü
Industri
kapal laut
ü
Industri
Kapal terbang\
PERKEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI
A. PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998
Munculnya Reformasi di Indonesia disebabkan oleh :
1.
Ketidakadilan
di bidang politik, ekonomi dan hukum
2.
Pemerintah
Orde baru tidak konsisten dan konsekwen terhadap tekad awal munculnya orde baru
yaitu melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen dalam
tatanan kehidupan bernasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.
Munculnya
suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya ( status quo )
4.
Terjadinya
penyimpangan dan penyelewengan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang
direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa.
5.
Timbulnya
krisis politik, hukum, ekonomi dan kepercayaan.
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan kehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan.
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan kehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan.
Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia tahun 1998
merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama
perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum.
Setelah BJ Habibie dilantik menjadi presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 maka tugasnya adalah memimpin bangsa Indonesia dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi rakyat yang berkembang dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruh.
Setelah BJ Habibie dilantik menjadi presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 maka tugasnya adalah memimpin bangsa Indonesia dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi rakyat yang berkembang dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruh.
Habibie bertekad untuk mewujudkan pemerintrahan yang bersih
dan bebas dari KKN.
Pada tanggal 22 Mei 1998 Habibie membentuk kabinet Reformasi Pembangunan yang terdiri dari 16 orang menteri yang diambil dari unsur militer, Golkar, PPP dan PDI. Tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan I dan berhasil membentuk komite untuk merancang Undang-undang politik yang lebih longgar dalam waktu 1 tahun dan menyetujui masa jabatan presiden maksimal 2 periode.
Usaha dalam bidang ekonomi adalah :
Pada tanggal 22 Mei 1998 Habibie membentuk kabinet Reformasi Pembangunan yang terdiri dari 16 orang menteri yang diambil dari unsur militer, Golkar, PPP dan PDI. Tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan I dan berhasil membentuk komite untuk merancang Undang-undang politik yang lebih longgar dalam waktu 1 tahun dan menyetujui masa jabatan presiden maksimal 2 periode.
Usaha dalam bidang ekonomi adalah :
1.
Merekapitulasi
perbankan
2.
Merekonstruksi
perekonomian Indonesia
3.
Melikuidasi
beberapa bank bermasalah
4.
Menaikkan
nilai tukar Rupiahterhadap Dollar AS hingga di bawah Rp. 1.000
5.
Mengimplementasikan
reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF
Reformasi di bidang hukum disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di kalangan masyarakat dan mendapat sambutan baik karena reformasi hukum yang dilakukan nya mengarah kepada tatanan hukum yang didambakan oleh masyarakat. Selama Orde baru karakter hukum bersifat konservatif, ortodoks yaitu produk hukum lebih mencerminkan keinginan pemerintah dan tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu dalam masyarakat.
Reformasi di bidang hukum disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di kalangan masyarakat dan mendapat sambutan baik karena reformasi hukum yang dilakukan nya mengarah kepada tatanan hukum yang didambakan oleh masyarakat. Selama Orde baru karakter hukum bersifat konservatif, ortodoks yaitu produk hukum lebih mencerminkan keinginan pemerintah dan tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu dalam masyarakat.
B. KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT DI BERBAGAI DAERAH SEJAK REFORMASI
1. KONDISI
SOSIAL MASYARAKAT
Sejak krisis moneter tahun 1997 perusahaan swasta mengalami
kerugian dan kesulitan dalam membayar gaji karyawan. Sementara itu harga
sembako semakin tinggi sehingga banyak karyawan yang menuntut kenaikan gaji
pada perusahaan yang pada akhirnya berimabas pada memPHKkan karyawannya.
Karyawan yang di PHK itu menambah jumlah pengangguran
sehingga jumlah pengangguran mencapai 40 juta orang. Dampaknya adalah maraknya
tindakan kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat.Oleh karena itu pemerintah
harus membuka lapangan kerja baru yang dapat menampung para penganggur
tersebut. Dan juga menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya ke
Indonesia sehingga dapat membuka lapangan kerja.
2. KONDISI EKONOMI
Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat 5 sektor kebijakan yang harus digarap yaitu :
a.
Perluasan
lapangan kerja secara terus menerus melalui investasi dalam dan luar negeri
seefisien mungkin
b.
Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari-hari
untuk memenuhi permintaan pada harga yang terjangkau
c.
Penyediaan
fasilitas umum seperti : rumah, air minum, listrik, bahan bakar, komunikasi, angkutan,
dengan harga yang terjangkau
d.
Penyediaan
ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga terjangkau
e.
Penyediaan
klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang
terjangkau pula