Plus Minus

Rabu, 11 Januari 2012

beberapa sumber menyebutkan

PERKEMBANGAN KEHIDUPAN POLITIK, EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA PADA AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA
Pada 1944, dengan kejatuhan pemerintahan Hideki Tojo, Koiso dipilih sebagai PM baru Jepang meski mengalami perjuangan kuat dari pejabat tentara senior. Selama masa pemerintahannya, angkatan Jepang menghadapi banyak kekalahan di tangan Militer AS. Untuk mempertahankan pengaruh Jepang di antara penduduk negeri-negeri yang dikuasainya, dalam pidatonya tanggal 7 September 1944 ia memberikan janji kemerdekaan di kemudian hari
PEMBENTUKAN BPUPKI
Memasuki awal tahun 1944, kedudukan Jepang dalam perang Pasifik semakin terdesak. Angkatan Laut Amerika Serikat dipimpin Laksamana Nimitz berhasil menduduki posisi penting di Kepulauan Mariana seperti Saipan, Tidian dan Guan yang memberi kesempatan untuk Sekutu melakukan serangan langsung ke Kepulauan Jepang. Sementara posisi Angkatan Darat Amerika Serikat yang dipimpin oleh Jendral Douglas Mac Arthur melalui siasat loncat kataknya berhasil pantai Irian dan membangun markasnya di Holandia (Jayapura). Dari Holandia inilah Mac Arthur akan menyerang Filipina untuk memenuhi janjinya. Di sisi lain kekuatan Angkatan Laut Sekutu yang berpusat di Biak dan Morotai berhasil menghujani bom pada pusat pertahanan militer Jepang di Maluku, Sulawesi, Surabaya dan Semarang.
Kondisi tersebut menyebabkan jatuhnya pusat pertahanan Jepang dan merosotnya semangat juang tentara Jepang. Kekuatan tentara Jepang yang semula ofensif (menyerang) berubah menjadi defensif (bertahan). Kepada bangsa Indonesia, pemerintah militer Jepang masih tetap menggembar gemborkan (meyakinkan) bahwa Jepang akan menang dalam perang pasifik. Pada tanggal 18 Juli 1944, Perdana Menteri Hideki Tojo terpaksa mengundurkan diri dan diganti oleh Perdana Menteri Koiso Kuniaki. Dalam rangka menarik simpati bangsa Indonesia agar lebih meningkatkan bantuannya baik moril maupun materiil, maka dalam sidang istimewa ke-85 Parlemen Jepang (Teikoku Ginkai) pada tanggal 7 September 1944 (ada yang menyebutkan 19 September 1944), Perdana Menteri Koiso mengumumkan bahwa Negara-negara yang ada di bawah kekuasaan Jepang diperkenankan merdeka “kelak di kemudian hari”.
Janji kemerdekaan ini sering disebut dengan istilah Deklarasi Kaiso. Pada saat itu, Koiso dianggap menciptakan perdamaian dengan Sekutu, namun ia tak bisa menemukan solusi yang akan menenteramkan militer Jepang atau Amerika. Sejak saat itu pemerintah Jepang memberi kesempatan pada bangsa Indonesia untuk mengibarkan bendera merah putih berdampingan dengan Hinomaru (bendera Jepang), begitu pula lagu kebangsaan Indonesia Raya boleh dinyanyikan setelah lagu Kimigayo. Di satu sisi ada sedikit kebebasan, namun di sisi lain pemerintah Jepang semakin meningkatkan jumlah tenga pemuda untuk pertahanan.
Selain dari organisasi pertahanan yang sudah ada ditambah lagi dengan organisasi lainnya seperti: Barisan Pelajar (Suishintai), Barisan Berani Mati (Jikakutai) beranggotakan 50.000 orang yang diilhami oleh pasukan Kamikaze Jepang yang jumlahnya 50.000 orang (pasukan berani mati pada saat penyerangan ke Pearl Harbour). Pada akhir 1944, posisi Jepang semakin terjepit dalam Perang Asia Timur Raya dimana Sekutu berhasil menduduki wilayah-wilayah kekuasaan Jepang, seperti Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Kepulauan Marshall, bahkan Kepulauan Saipan yang letaknya sudah sangat dekat dengan Jepang berhasil diduduki oleh Amerika pada bulan Juli 1944. Sekutu kemudian menyerang Ambon, Makasar, Manado, Tarakan, Balikpapan, dan Surabaya.
Menghadapi situasi yang kritis itu, maka pada tanggal 1 Maret 1945 pemerintah pendudukan Jepang di Jawa yang dipimpin oleh Panglima tentara ke-16 Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tujuan pembentukan badan tersebut adalah menyelidiki dan mengumpulkan bahan-bahan penting tentang ekonomi, politik dan tata pemerintahan sebagai persiapan untuk kemerdekaan Indonesia. Walaupun dalam penyusunan keanggotaan berlangsung lama karena terjadi tawar menawar antara pihak Indonesia dan Jepang, namun akhirnya BPUPKI berhasil dilantik 28 Mei 1945 bertepatan dengan hari kelahiran Kaisar Jepang, yaitu Kaisar Hirohito. Adapun keanggotaan yang terbentuk berjumlah 67 orang dengan ketua Dr. K.R.T. Radjiman Widiodiningrat dan R. Suroso dan seorang Jepang sebagai wakilnya Ichi Bangase ditambah 7 anggota Jepang yang tidak memiliki suara.
Ir. Soekarno yang pada waktu itu juga dicalonkan menjadi ketua, menolak pencalonannya karena ingin memperoleh kebebasan yang lebih besar dalam perdebatan, karena biasanya peranan ketua sebagai moderator atau pihak yang menegahi dalam memberi keputusan tidak mutlak. Pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkanlah upacara peresmian BPUPKI bertempat di Gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon Jakarta, dihadiri oleh Panglima Tentara Jepang Wilayah Ketujuh Jenderal Itagaki dan Panglima Tentara Keenam Belas di Jawa Letnan Jenderal Nagano. BPUPKI mulai melaksanakan tugasnya dengan melakukan persidangan untuk merumuskan undang-undang dasar bagi Indonesia kelak. Hal utama yang dibahas adalah dasar negara bagi negara Indonesia merdeka. Selama masa tugasnya BPUPKI hanya mengadakan sidang dua kali. Sidang pertama dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 di gedung Chou Sang In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang sekarang dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada sidang pertama, Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat selaku ketua dalam pidato pembukaannya menyampaikan masalah pokok menyangkut dasar negara Indonesia yang ingin dibentuk pada tanggal 29 Mei 1945.Ada tiga orang yang memberikan pandangannya mengenai dasar negara Indonesia yaitu Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Supomo dan Ir. Soekarno. Orang pertama yang memberikan pandangannya adalah Mr. Muhammad Yamin. Dalam pidato singkatnya,ia mengemukakan lima asas yaitu:
a. peri kebangsaan
b. peri ke Tuhanan
c. kesejahteraan rakyat
d. peri kemanusiaan
e. peri kerakyatan

Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Soepomo dalam pidatonya mengusulkan pula lima asas yaitu:

a. persatuan
b. mufakat dan demokrasi
c. keadilan social
d. kekeluargaan
e. musyawarah

Pada sidang hari ketiga tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar negara Indonesia merdeka yaitu:
a. Kebangsaan Indonesia
b. Internasionalisme dan peri kemanusiaan
c. Mufakat atau demokrasi
d. Kesejahteraan social
e. Ketuhanan yang Maha Esa.

Kelima asas dari Ir. Soekarno itu disebut Pancasila yang menurut beliau dapat diperas menjadi Tri Sila atau Tiga Sila yaitu:

a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan yang berkebudayaan

Bahkan menurut Ir. Soekarno Trisila tersebut di atas masih dapat diperas menjadi Eka sila yaitu sila Gotong Royong.

Meskipun sudah ada tiga usulan tentang dasar negara, namun sampai 1 Juni 1945 sidang BPUPKI belum berhasil mencapai kata sepakat tentang dasar negara. Maka diputuskan untuk membentuk panitia khusus yang diserahi tugas untuk membahas dan merumuskan kembali usulan dari anggota, baik lisan maupun tertulis dari hasil sidang pertama. Panitia khusus ini yang dikenal dengan Panitia 9 atau panitia kecil yang terdiri dari:

1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
3. KH. Wachid Hasyim (anggota)
4. Abdoel Kahar Muzakar (anggota)
5. A.A. Maramis (anggota)
6. Abikoesno Tjokrosoeyoso (anggota)
7. H. Agus Salim (anggota)
8. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
9. Mr. Muhammad Yamin (anggota).

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan mengadakan pertemuan. Hasil dari pertemuan tersebut, direkomondasikan Rumusan Dasar Negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisi

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Coba Anda perhatikan rumusan piagam Jakarta point pertama, konsep inilah yang pada akhirnya mengalami perubahan karena adanya kritik bahwa bangsa Indonesia majemuk dalam beragama. Di sisi lain konsep tersebut saat ini sedang gencar-gencarnya untuk diusahakan kembali yaitu upaya untuk menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya mengingat agama Islam merupakan mayoritas di Indonesia.

Setelah piagam Jakarta berhasil disusun, BPUPKI membentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Ini merupakan sidangnya yang ke-2 pada tanggal 10 - 16 Juli 1945. Panitia ini diketuai oleh Ir. Soekarno dan beranggotakan 19 orang. Pada sidang tanggal 11 Juli 1945, panitia Perancang UUD membentuk panitia kecil yang beranggotakan 7 orang.

a. Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
b. Mr. Wongsonegoro
c. Mr. Achmad Soebardjo
d. A.A. Maramis
e. Mr. R.P. Singgih
f. H. Agus Salim
g. Dr. Sukiman.

Tugas panitia kecil adalah menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan UUD yang telah disepakati. Selain panitia kecil di atas, adapula panitia Penghalus bahasa yang anggotanya terdiri dari Prof. Dr. Mr. Soepomo, Prof. Dr. P.A.A. Hoesein Djayadiningrat.

Tanggal 13 Juli 1945 panitia perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD.

Pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rapat pleno BPUPKI menerima laporan panitia perancang UUD yang dibacakan Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tiga masalah pokok yaitu:

a. pernyataan Indonesia merdeka
b. pembukaan UUD
c. batang tubuh UUD.

Konsep pernyataan Indonesia merdeka disusun dengan mengambil tiga alenia pertama piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat piagam Jakarta. Hasil kerja panitia perancang UUD yang dilaporkan akhirnya diterima oleh BPUPKI. Kejadian ini merupakan momentum yang sangat penting karena disinilah masa depan bangsa dan negara dibentuk. Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI atau Dokurtsu Junbi Cosakai dibubarkan oleh Jepang karena dianggap terlalu cepat mewujudkan kehendak Indonesia merdeka dan mereka menolak adanya keterlibatan pemimpin pendudukan Jepang dalam persiapan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal itu pula dibentuk PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang terdiri dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari Tionghoa.


PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana --yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Gunturyang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945telah diterima perintah dari Tokio bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[2] Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56[3] (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabranidan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[4]. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Naskah Klad
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan

dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-05
Wakil-wakil bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta
Naskah baru setelah mengalami perubahan
Di dalam teks proklamasi terdapat beberapa perubahan yaitu terdapat pada:
Kata tempoh diubah menjadi tempo
Kata Wakil-wakil bangsa Indonesia diubah menjadi Atas nama bangsa Indonesia
Kata Djakarta, 17-8-05 diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 08 tahun '05
Naskah proklamasi klad yang tidak ditandatangani kemudian menjadi otentik dan ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh.Hatta
Kata Hal2 diubah menjadi Hal-hal
Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta


Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal² jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-'05
Wakil2 bangsa Indonesia.
Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan Respect our Constitution, August 17!(Hormatilah Konstitusi kami tanggal 17 Agustus!) Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi.
a.      Teuku Mohammad Hassan dari Aceh.
b.      Sam Ratulangi dari Sulawesi.
c.       Ktut Pudja dari Sunda Kecil (Bali).
d.      A. Hamidan dari Kalimantan.
Pada tanggal 16 September 1945 rombongan perwakilan Sekutu mendarat di tanjung priok Jakarta dengan menggunakan kapal Cumberland. Rombongan ini dipimpin laksamana Muda W.R. Petterson. Dalam rombongan ini ikut pula C.H.O. Van Der Plas yang mewakili Dr. H.J. Van mook, kepala Nica. Sekutu menugaskan sebuah komando khusus untuk mengurus Indonesia dengan nama Allied Forces Neherlands East Indies (AFNEI). Komando khusus yang dipimpin Letnan jenderal Sir Philip Christison ini mempunyai tugas sebagai berikut:
Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Indonesia.
Membebaskan para tawanan perang dan interniran sekutu
Melucuti dan memulangkan tentara jepang
Memulihkan keamanan dan ketertiban
Mencari dan mengadili para penjahat perang.
AFNEI mulai mendaratkan pasukannya di Jakarta pada tanggal 29 September 1945. Passukan ini hanya di Sumatera dan Jawa, sedangkan daerah Indonesia lainnya diserahkan kepada angkatan perang Australia.
Kedatangan sekutu ke Indonesia semula mendapatkan sambutan hangat dari rakyat Indonesia, seperti kedatangan Jepang dulu. Akan tetapi setelah diketahui mereka datang disertai orang-orang NICA, sikap rakyat Indonesia berubah menjadi penuh kecurigaan dan bahkan akhirnya bermusuhan. Bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA berniat menegakkan kembali kekuasaannya. Situasi berubah memburuk tatkala NICA mempersenjatai kembali bekas anggota Koninklijk Nederlands Indies Leger (KNIL). Satuan – satuan KNIL yang telah dibebaskan Jepang kemudian bergabung dengan tentara NICA. Diberbagai daerah, NICA dan KNIL yang didukung Inggris/Sekutu melancarkan provokasi dan melakukan teror terhadap para pemimpin nasional sehingga pecahlah berbagai pertempuran didaerah-daerah seperti Surabaya, Sukabumi, medan, Ambarawa, Menado dan Bandung.


PERJUANGAN BERSENJATA BANGSA INDONESIA UNTUK MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
1. Pertempuran Surabaya
Tokoh: Bung Tomo
Tanggal: 10 November 1945
Tempat: Surabaya, Indonesia
Alasan Terjadi: Rakyat Surabaya menolak ultimatum yg diberikan Inggris melalui Gubernur Suryo
Hasil: Berhasil
2. Pertempuran Medan Area dan Sekitarnya
Tokoh: Teuku M. Hassan, Achmad Tahir, TED Kelly
Tanggal: 10 Desember 1945
Tempat: Medan dan sekitarnya, Indonesia
Alasan Terjadi: TED Kelly memberikan ultimatum agar pemuda medan memberikan senjatanya
Hasil: Belum berhasil, tapi  tetap berjuang
3. Palagan Ambarawa
Tokoh: Letkol Sarbini, Kol. Isdiman, Kol. Soedirman
Tanggal: 12-15 Desember 1945
Tempat: Ambarawa, Jawa Tengah, Indonesia
Alasan Terjadi: Jend, Bethel memboncengi NICA
Hasil: berhasil, rakyat ambarawa mengepung benteng Willem
4. Bandung Lautan Api
Tokoh: Muhammad Toha
Tanggal: 23 Maret 1946
Tempat: Bandung Selatan, Indonesia
Alasan Terjadi: menolak ultimatum sekutu untuk mengosongi bandung utara
Hasil: berhasil, membumihanguskan bandung selatan setelah menyerang sekutu
5. Puputan Margarana
Tokoh: I Gusti Ngurah Rai
Tanggal: 29 November 1946
Tempat: Bali, Indonesia
Alasan Terjadi: karena, hasil dari perjanjian Linggarjati mengecewakan, bali tidak menjadi bagian dr RI. dan belanda mengajak I Gusti Ngurah Rai untuk membentuk negara Indonesia Timur
Hasil: kalah persenjataan, dan perang habis-habisan an
6. Peristiwa Westerling
Tokoh: Raymond Westerling, Rivai, Paersi
Tanggal: 7-25 Desember 1946
Tempat: Makassar, Indonesia
Alasan Terjadi: memecah belah rakyat
Hasil: membunuh beribu-ribu rakyat tak berdosa
7. Agresi Militer I
Tokoh:
Tanggal: 27 Juli 1947
Tempat: Jakarta, Indonesia
Alasan Terjadi: Belanda tidak puas dengan janji yg dibuatnya sendiri ( Perjanjian Linggarjati)
Hasil: Belanda menduduki bbrapa wilayah Indonesia
8. Agresi Militer II
Tokoh:
Tanggal: 19 Desember 1948
Tempat: Indonesia
Alasan Terjadi: Perbedaan pendapat antara Wakil Tinggi Mahkota Belanda dg Van Mook, dan menyatakan tidak terikat dg perjanjian apapun
Hasil: Belanda berhasil menduduki Yogyakarta, dan dibentuknya PDRI ( Pemerintahan Darurat RI) di Bukittinggi dipimpin oleh Syafrudin Prawiranegara
9. Serangan Umum 1 Maret 1949
Tokoh: Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Letkol Soeharto
Tanggal: 1 Maret 1949
Tempat: Yogyakarta, Indonesia
Alasan Terjadi: krn, Yogyakarta diduduki Belanda dan rakyat Indonesia ingin menunjukkan bahwa Indonesia masih ada
Hasil: Merubah AS menekan Belanda untuk mengadakan perundingan, menunjukkan kpd dunia bahwa  Indonesia  ada
PERJUANGAN DIPLOMASI BANGSA INDONESIA UNTUK MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
1. Pertemuan Soekarno – Van Mook
Tokoh: Pihak Indonesia: Soekarno, Moh. Hatta, Ahmad Soebardjo, H.Agus Salim.. Pihak Belanda: Van Mook, Van Der Plas..
Tanggal: 25 Oktober 1945
Tempat: ?
Hasil: Van Mook mengemukakan masalah Indonesia, menjadi negara persemakmuran berbentuk federal dan memasukkan Indonesia ke dalam anggota PBB
2. Pertemuan Sjahrir – Van Mook:
Tokoh: Pihak Sekutu: Jend. Christison.. Pihak Belanda: Van Mook.. Pihak Indonesia: Sutan Sjahrir
Tanggal: 17 November 1945
Tempat: Markas Besar Tentara Inggris, Jl. Imam Bondjol No. 1, Jakarta
Hasil: gagal.
3. Perundingan Sjahrir – Van Mook:
Tokoh: Pihak Inggris (penengah): Sir Archibald.. Pihak Belanda: Van Mook.. Pihak Indonesia: Sutan Sjahrir
Tanggal: 10 Februari 1946
Tempat: Jakarta, Indonesia
Hasil:
- Van Mook: Indonesia negara commonwealth (berbentuk federasi), urusan dalam negeri di atur Indonesia, urusan luar negeri di atur Belanda,
- Sjahrir: Indonesia harus diakui, urusan luar negeri diatur oleh Indonesia dan Belanda (ditolak)
- Sjahrir: Belanda harus mengakui de facto RI, RIS, RIS bersama” dg  peserta dalam ikatan negara belanda
4. Perundingan di Hooge Veluwe:
Tokoh: delegasi RI: mr. suwandi, dr. sudarsono, mr. prianggodigdo.. delegasi belanda: van mook, prof. logemann, idenburgh, van royen, van asbeck, sultan hamid II, surio santosa.. penengah: Sir Archibald
Tanggal: 14-26 April 1946
Tempat: Hooge Veluwe, Belanda
Hasil: tidak ada, karena belanda menolak hasil perundingan antara Sjahrir – Van Mook sebelumnya..
5. Perundingan Linggarjati:
Tokoh: belanda: prof. scermerhorn, max van pool, de baer, van mook.. indonesia: sutan sjahrir, moh. roem, amir syarifudin, soesanto t, gani, ali boediarjo.. penengah: Lord Killearn
tanggal: 10 November 1946
tempat: Linggarjati, Indonesia
Hasil:
Belanda harus mengakui RI secara de facto dan meninggalkannya paling lambat 1 januari 1949
Belanda – Indonesia kerjasama memberntuk RIS
RIS dan Belanda membentuk uni Indonesia – Belanda
kedudukan RI kuat di mata internasional karena Inggris dan Amerika telah mengakui RI secara de facto. Tapi belanda melakukan Agresi Militer I, 21 Juli 1947
6. Perundingan Renville:
Tokoh: Indonesia: Amir Syarifudin.. Belanda: Abdulkadir Widjodjoatmodjo
Tanggal: 8 Desember 1947
Tempat: Kapal USS Renville, milik Amerika
Hasil:
RI harus mengakui kedaulatan Belanda di Hindia-Belanda untuk mengakui NIS
Diadakan pemungutan suara untuk mengetahui apakah rakyat ingin bergabung dg RI atau belanda
Tiap negara bagian berhak tinggal di luar NIS dan mengadakan hubungan
ada perbedaan pendapat antara wakil tinggi mahkota belanda dg Van Mook dan menyatakan tidak terikat dg perjanjian apapun. maka, dilaksanakanlah Agresi Militer II, 18 Desember 1948
7. Persetujuan Roem-Royen:
Tokoh: Indonesia: Moh. Roem.. Belanda: Van Royen
Tanggal: 7 Mei 1948
Tempat: hotel des indes, Jakarta
Hasil:
Mr. Roem: menghentikan perang gerilya, bekerjasama mengembalikan perdamaian, ikut menghadiri KMB
Van Royen: pemerintah RI kembali ke yogyakarta, penghentian gerakan militer dan pembebasan tahanan, tidak akan mengakui negara dalam kekuasaan RI sebelum tanggal 19 Desember 1948, setuju RI bagian dr NIS, berusaha agar KMB ada
8. Konferensi Meja Bundar (KMB):
Tokoh: ketua: Willem Drees.. Indonesia: Moh. Hatta.. Belanda: Van Marseveen.. Mediator: Chritchley.. BFO: Sultan Hamid II
Tanggal: 23 Agustus-2 November 1949
Tempat: Den Haag, Belanda
Hasil:
Belanda mengakui kedaulatan RI akhir Desember 1949
Penyelesaian masalah Irian Barat ditunda 1 tahun
RIS dan Belanda mengadakan hubungan uni Indonesia-Belanda, diketuai oleh Ratu Belanda
Penarikan mundur tentara Belanda
Pembentukan APRIS dg TNI sbg. Intinya
Masa demokrasi parlementer
Era 1950-1959 adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959.
Latar Belakang
Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.
Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.
Konstituante
Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945. Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.
Kabinet-kabinet
Pada masa ini terjadi banyak pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada 7 kabinet pada masa ini.
1950-1951 - Kabinet Natsir
1951-1952 - Kabinet Sukiman-Suwirjo
1952-1953 - Kabinet Wilopo
1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
1955-1956 - Kabinet Burhanuddin Harahap
1956-1957 - Kabinet Ali Sastroamidjojo II
1957-1959 - Kabinet Djuanda
Kabinet Natsir 
Kabinet Natsir adalah kabinet pertama pada masa demokrasi liberal. Kabinet ini terbentuk pada tanggal 6 September 1950 dan dilantik pada tanggal 7 September 1950. Perdana Menteri kabinet ini adalah Moh. Natsir dari Masyumi. Menteri kabinetnya berasal dari Masyumi ditambah tokoh-tokoh yang mempunyai keahlian istimewa, seperti Sri Sultan Hamengku Buana IX, Prof. Dr. Sumitro Joyohadikusumo, Assaat, dan Ir Juanda. 

Program kerja kabinet Natsir : 
1)      Mempersiapkan dan menyelengarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan Konstituante 
2)      Menyempurnakan susunan pemerintahan dan memebentuk kelengkapan negara 
3)      Menggiatkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman 
4)      Meningkatkan kesejahteraan rakyat 
5)      Menyempurnakan organisasi angkatan perang 
6)      Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat 
Akan tetapi, belum sampai program tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21 Maret 1951 dalam usia 6,5 bulan. Jatuhnya kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam rangka pembebtukan DPRD dinilai oleh golongan oposisi terlalu banyak menguntungkan Masyumi. 
Kabinet Sukiman 
Kabinet Sukiman merupakan kabimet koalisi. Partai-partai yang berkoalisi adalah kedua partai terbesar waktu itu, yaitu Masyumi dan PNI. Dr. Sukiman dari Masyumi terpilih menjadi perdana menteri dan Suwiryo dari PNI sebagai wakilnya. Kabinet Sukiman terbentuk apada tanggal 20 April 1951 

Program kerja kabinet Sukiman : 
1)      Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara
2)      Membuat dan melakukan rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam pembangunan 
3)      Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan menyelengarakan pemilu itu dalam waktu singkat serta mempercepat terlaksananya otonomi daerah 
4)      Menyiapakan undang-undang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan uapah minimum, dan penyelesaian pertikaian buruh 
5)      Menjalankan polotik luar negeri bebas aktif 
6)      Memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secapatnya 
Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab jatuhnya kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat kebijakan politik luar negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika Serikat. 
Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan bantuan ekonomi, teknologi, dan persenjataan dengan Amerika Serikat. Dan persetujuan ini ditafsirkan sebagai masuknya Indonesia ke Blok Barat sehingga bertentangan dengan program kabinet tentang politik luar negeri bebas aktif.
Kabinet Wilopo 
Kabinet yang ketiga ini berhasil dibentuk pada 30 Maret 1952. kabinet ini juga merupakan kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi. Wilopo dari PNI terpilih sebagai perdana menteri 

Program kerja kabint Wilopo : 
1)       Mempersiapkan pemilihan umum 
2)      Berusaha mengembalikan IrianBarat ke dalam pangkuan RI 
3)      Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan 
4)      Memperbarui bidang pendidikan dan pengajaran 
5)      Melaksanakan politik luar negeri bebas aktif 
Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan dalam mengatasi timbulnya gerakan-gerakan kedaerahan dan benih-benih perpecahan yang akan menggangu stabilitas polotik Indonesia. Ketika kabinet Wilopo berusaha menyelesaikan sengketa tanah perusahaan asing di Sumatera Utara, kebijakan itu ditentang oleh wakil-wakil partai oposisi di DPR sehingga menyebabkan kabinetnya jatuh pada 2 Juni 1953 dalam usia 14 bulan. 
Kabinet Ali Satroamijoyo (Kabinet Ali-Wongsonegoro) 
Kabinet keempat berhasil dibentuk pada tanggal 31 Juli 1953 yang dipimpin oleh Ali Satroamijoyo dari PNI dan wakilnya Wongsonegoro dari PIR (Partai Indonesia Raya) 

Program kerja Kabinet Ali-Wongsonegoro : 
1)      Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah 
2)      Melaksanakan pemilihan umum 
3)      Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI
4)      Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika 
Pada masa kabinet Ali-Wongsonegoro, gangguan keamanan makin meningkat, antara lain munculnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Daud Beureuh Aceh, dan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Meskipun dihinggapi berbagai kesulitan, kabinet Ali-Wongsonegoro berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karena itu, kabinet Ali-Wongsonegoro ikut terangkat namanya. Kabinet Ali-Wongsonegoro akhirnya jatuh pada bulan Juli 1955 dalam usia 2 tahun (usia terpanjang). Penyebab jatuhnya kabinet Ali-Wongsonegoro adalah perselisihan pendapat anatara TNI-AD dan pemerintah tentang tata cara pengangkatan Kepala Staf TNI-AD.
Kabinet Burhanuddin Harahap 
Kabinet kelima terbentuk pada tanggal 12 Agustus 1955 yang dipimpin oleh Burhanuddin Harahap dari Masyumi. 

Program kerja Kabinet Burhanuddin : 
1)      Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat 
2)       Akan dilaksankan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan pemberantasan korupsi 
3)      Perjuangan mengembalikan Irian Barat
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, dilaksanakan pemilihan umum pertama di Indonesia. Kabinet ini menyerahkan mandatnya setelah DPR hasil pemilihan umum terbentuk pada bulan Maret 1956.
Kabinet Ali Satroamijoyo II 
Kabinet keenam terbentuk pada tanggal 24 Maret 1956 di pimpin oleh Ali Satroamijoyo. Kabinet Ali II merupakan kabinet pertama hasil pemilihan umum. 
Program kerja Kabinet Ali II
1) Menyelesaikan pembatasan hasil KMB 
2) Menyelesaikan masalah Irian Barat 
3) Pembentukan provinsi Irian Barat 
4) Menjalankan politik luar negeri bebas aktif 
Kabinet Ali II ini pun tidak berumur lebih dari satu tahun dan akhirnya digantikan oleh kabinet Juanda. 
Kabinet Juanda 
Kabinet Juanda disebut juga Kabinet Karya. Ir. Juanda diambil sumpahnya sebagai perdana menteri pada tanggal 9 April 1957.
Program kerja Kabinet Karya disebut Pancakarya yang meliputi :
1)      Membentuk Dewan Nasional 
2)      Normalisasi keadaan RI 
3)      Melanjutkan pembatalan KMB 
4)      Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI
5)      Mempercepat pembangunan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin
Isinya ialah:
1)      Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2)      Pembubaran Konstituante
3)      Pembentukan MPRS dan DPAS
Pemilihan Umum adalah salah satu prasyarat agar sistem pemerintahan yang demokratis berfungsi. Pemilihan tercantum sebagai salah satu program dari kabinet parlementer RI.
Persiapan mendasar pemilu dapat diselesaikan di masa pemerintahan Kabinet Ali-Wongso. Kabinet ini diresmikan pada tanggal 31 Juli 1953. Salah satu persoalan di dalam negeri yang harus diselesaikan adalah persiapan pemilihan umum yang direncanakan akan diadakan pada pertengahan tahun 1955.

Pada tanggal 31 Mei 1954, Panitia Pemilihan Umum Pusat dibentuk. Panitia ini diketuai oleh Hadikusumo (PNI). Pada tanggal 16 April 1955 Hadikusumo mengumumkan bahwa pemilihan umum untuk parlemen akan diadakan pada tanggal 29 September 1955. Pengumuman ini mendorong partai-partai untuk meningkatkan kampanyenya. Mereka berkampanye sampai ke pelosok-pelosok desa. Sudut-sudut desa dan kota dipenuhi oleh tanda gambar mereka yang bersaing. Mereka masing-masing berusaha untuk mendapatkan suara yang terbanyak. Kabinet Ali-Wongso berakhir tanggal 24 Juli 1955.
 PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM 1955
 Pada tanggal 29 Juli 1955, Moh. Hatta mengumumkan tiga orang formatur untuk membentuk kabinet baru. Ketiga formatur itu terdiri dari Sukiman (Masyumi), Wilopo (PNI) dan Assaat (non-partai). Pada waktu itu, Presiden sedang ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji.
Kabinet baru itu bertugas untuk melaksanakan hal-hal berikut:
Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan angkatan darat dan masyarakat kepada pemerintah.
-          Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan  dan mempercepat terbentuknya parlemen baru.
Pemilihan Umum I berlangsung pada Masa Kabinet  Burhanuddin Harahap. Pemilihan berlangsung II tahap  yaitu :
1)      Tahap I untuk memilih Anggota Parlemen, diselenggarakan pada tanggal 29 september 1955. Lebih dari 39 juta  rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak-kotak suara. Hasil Pemilihan Umum I dimenangkan 4 partai, yaitu : PNI, Masyumi, NU dan PKI. Partai-partai lain menerima suara lebih kecil dari ke empat partai tersebut.
2)      Tahap II untuk memilih Anggota Konstituante, tanggal 15 Desember 1955
Pemilihan Umum Indonesia 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia  dan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis.
-          Pemilu ini bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR danKonstituante. Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260, sedangkan kursi Konstituante berjumlah 520 (dua kali lipat kursi DPR) ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
-          Pemilu ini dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diridan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan kemudian dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
-          Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu :
Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu. Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Hasil Pemilu 1955
Peserta pemilu 1955 yang berjumlah 29 partai memperoleh kursi masing-masing sebagai berikut :
5 besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) mendapatkan 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen),Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen), Nahdlatul Ulama (NU) 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante (18,4 persen), Partai Komunis Indonesia (PKI) 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 8 kursi DPR dan16 kursi Konstituante (2,89 persen).
Partai-partai lainnya, mendapat kursi DPR di bawah 10. Yaitu PSII(Partai Syarikat Islam Indonesia) 8 kursi, Parkindo (Partai Kristen Indonesia) 8 kursi, Partai Katolik 6 kursi, Partai Sosialis Indonesia(PSI) 5 kursi. Dua partai mendapat 4 kursi (IPKI / Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia dan Perti / Pergerakan Tarbiyah Islamiyah).6 partai mendapat 2 kursi (PRN / Partai Rakyat Nasional, Partai Buruh, GPPS / Gerakan Pembela Panca Sila, PRI / Partai Rakyat Indonesia, PPPRI / Persatuan Pegawai Polisi RI, dan Murba). Sisanya, 12 partai, mendapat 1 kursi (Baperki, PIR (Persatuan Indonesia Raya) Wongsonegoro, PIR (Persatuan Indonesia Raya) Hazairin, Grinda, Permai (Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia),Partai Persatuan Dayak, PPTI (Partai Politik Tarikat Islam), AKUI,PRD (Persatuan Rakyat Desa), PRIM (Partai Republik Indonesis Merdeka), ACOMA (Angkatan Comunis Muda) dan R. Soedjono Prawirisoedarso.
Kegagalan konstituate menyusun UU baru
20 November 1956 sidang I, Presiden Sukarno memberi kewenangan untuk menyusun UUD. Konstituate menghadapi tantangan untuk bersatu merumuskan UUD baru. Terutama konflik NU-PKI-PNI menyangkut pemberlakuan kembali UUD’45 dan pemasukan kembali butir Piagam Jakarta “dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya” dalam preambule UUD’45. Maka, diadakan sidang untuk menjawab masalah itu. Sidang 29 Mei 1959, 30 Mei 1959, 2 Juni 1959 berturut-turut tidak mencapai kuorum. Maka, 3 Juni 1959 Konstituate reses

Kehidupan ekonomi Indonesia masa Demokrasi Parlementer
Pada masa cabinet Sukiman, ada nasionalisasi ekonomi: nasionalisasi de Javasche Bank menjadi BI sebagai bank sentral (UU No. 11 / 1953), pembentukan BNI Perpu No. 2 / 1946 (5 Juli 1946), pemberlakuan ORI 1 Oktober 1946 (UU No. 17 / 1946).
Perubahan ekonomi juga terlihat pada masa kabinet Ali II dengan penandatanganan UU pembatalan KMB oleh Presiden Sukarno 3 Mei 1956 berakibat berpindahnya asset-aset milik pengusaha Belanda ke pengusaha pribumi.


Kehidupan politik Indonesia masa Demokrasi Terpimpin
Puncak kebuntuan Konstituate adalah Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Pembubaran konstituate, berlakunya kembali UUD’45, pembentukan MPRS dan DPAS. Ini menandai pergantian Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Presidensial. Bidang politik Tindak lanjut Dekrit Presiden, 10 Juli 1959 dibentuk Kabinet Kerja. Memakai sistem kabinet Presidensial, Ir Sukarno sebagai PM.
Dalam Demokrasi Terpimpin, semua lembaga harus berasal dari aliran NASAKOM.
Presiden Sukarno juga membentuk DPA, Front Nasional (Penpres No. 13 tahun 1959), DEPERNAS. Dalam sidang DPA September 1959, DPA mengusulkan agar pidato pertanggungjawaban Presiden 17 Agustus 1959 sebelumnya atas Dekrit Presiden dijadikan GBHN dengan nama MANIPOL. Usul DPA diterima Presiden. 24 Juni 1960, DPR hasil pemilu 1955 dibubarkan dan diganti DPR-GR. Pada upacara pelantikan anggota DPR-GR 25 Juni 1960, Ir Sukarno menegaskan tugas DPR-GR adalah melaksanakan MANIPOL, melaksanakan Demokrasi Terpimpin, merealisasi AMPERA.
Penpres No.2 tahun 1959 menetapkan bahwa anggota MPRS ditunjuk Presiden. Kalangan partai yang tidak setuju atas pembubaran DPR bergabung dalam Liga Demokrasi.

Kehidupan Ekonomi Indonesia masa Demokrasi Terpimpin
Kebijakan ekonomi terpimpin berubah menjadi “Sistem Lisensi”. Maka, 23 Maret 1963, Presiden Sukarno mengumumkan DEKON. 
Pada masa kabinet Djuanda, pemerintah membuat UU pembentukan badan Dewan Perancang Nasional pimpinan Moh Yamin. Tugas badan ini ditetapkan dalam UU No. 80 / 1958: mempersiapkan rancangan UU Pembangunan Nasional Indonesia Berencana Dan Bertahap. Setelah kerja keras, 26 Juli 1960, badan ini mengeluarkan UU Pembangunan Nasional Indoensia Berencana Tahapan 1961-1969.
Tahun 1959, Indonesia mengalami inflasi tinggi. Pemerintah bereaksi dengan mengeluarkan kebijakan: mengurangi jumlah uang yang beredar dalam negeri (Perpu No. 2
/ 1959), pembekuan simpanan uang-uang di bank-bank Indonesia. Terjadinya krisis likuiditas membuat pemerintah membentuk PPOK, pengetatan APBN. Kondisi membaik kemudian mulai memburuk kembali dengan meningginya jumlah uang yang beredar.
Proyek mercusuar Ganefo turut menghambat pembangunan moneter Indonesia.
Tahun 1963, Badan Perancang Nasional menjadi Bappenas dipimpin Ir Sukarno. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan: pendirian Bank Tunggal Negara sebagai wadah sirkulasi antar-bank (Penpres No. 7 / 1965), pengeluaran rupiah baru yang nilainya 10 X rupiah lama (Penpres No. 27 / 1965). Adanya tumpang tindih antara kebijakan perekonomian yang dikeluarkan Presiden-Pemerintah berujung pada mundurnya perekonomian Indonesia hingga tahun 1966
Sistem Politik dan Ekonomi Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal dan Terpimpin.
Demokrasi Terpimpin maksudnya adalah demokrasi yang berdasarkan ”Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaaan dalam permusyawaratan / perwakilan”, namun ”terpimpin” tersebut ditafsirkan Soekarno sebagai demokrasi yang dipimpin oleh dirinya sendiri secara mutlak dan Soekarno mendapat julukan “Pemimpin Besar Revolusi”.
A. Keadaan Politik Pemerintahan pada Masa Demokrasi Terpimpin
Pemerintahan pada masa Presiden Soekarno memberikan kesempatan kepada PKI dalam pemerintahan atau disebut nasakomisasi lembaga-lembaga negara seperti DPAS, DPRGR, Front Nasional, MPRS, dan MA. PKI sangat lihai dalam memanfaatkan lembaga-lembaga negara dan orang yang berusaha menghalangi tuntutannya akan diserang. Kedekatan Presiden dengan PKI benar-benar dimanfaatkan oleh PKI. Mereka berusaha terlibat dalam segala keputusan Presiden dan berusaha menguasainya. Contohnya : PKI mendesak Presiden agar Pancasila sebagai alat pemersatu diganti atau disingkirkan. Karena tidak setuju para wartawan membentuk BPS ( badan pendukung Soekarnoisme), namun badan ini pada akhirnya dibubarkan Presiden atas desakan PKI. Demikian pula TNI-AD yang sulit dipengaruhi PKI digoyang dengan isu adanya “Dewan Jendral”. PNI sebagai partai terbesar dipecah belah oleh PKI menjadi dua, yaitu PNI asli dan PNI Osa-Usep karena PKI berhasil menyusup kedalam PNI. Di bidang kebudayaan PKI berhasil mendirikan LEKRA ( Lembaga Kesenian Rakyat). Kemudian sekelompok budayawan mendirikan MANIKEBU ( Manifes Kebudayaan ), namun atas desakan PKI Manikebu organisasi ini dibubarkan oleh Pemerintah.
B. Kondisi Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin
Ada beberapa sebab ekonomi Indonesia semakin buruk, yaitu :
1. Menumpas pemberontakan PRRI/PERMESTA.
2. Adanya inflasi yang cukup tinggi ± 400.
3. Konfrontasi dengan Malaysia (Dwikora).
4. Defisit negara mencapai 7,5 miliar rupiah.
Langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk mengatasi kondisi ekonomi dan keuangan yang semakin buruk yaitu :
1.      Mata uang bernilai nominal Rp. 500,00 didevaluasi menjadi Rp. 50,00 dan bernilai Rp. 1.000,00 dihapuskan.
2.      Semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000,00 dibekukan.
3.      Tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan Dekon ( Deklarasi Ekonomi) untuk mencapai ekonomi yang bersifat nasinal, demokrasi, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme.
Usaha-usaha tersebut mengalami kegagalan karena :
1.      Penanganan ekonomi tidak rasional, lebih bersifat politis, dan tidak ada kontrol.
2.      Tidak adanya ukuran yang objektif dalam menilai suatu usaha atau hasil orang.
Pelaksanaan Demokrasi Liberal
Demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional) adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal, keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung) diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi. Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan mentri ( kabinet ) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada parlemen ( DPR ).
A. Keadaan Politik Pemerintahan pada Masa Demokrasi Liberal
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai – partai politik, karena dalam system kepartaian maenganut system multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan system politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan system multi partai yang dianut, maka partai –partai inilah yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959, PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan pada masa demokrasi liberal, sebagai berikut.
1. Kabinet Natsir ( 6 September 1950 – 21 Maret 1951 ).
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir ( Masyumi ) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan cabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini pun sesungguhnya merupakan kabinet yang kuat pormasinya di mana tokoh – tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo,sehingga cabinet ini merupakan Zaken Kabinet.

Program Kabinet ini yang penting di antaranya meliputi:
a.       mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante;
b.      mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta membentuk peralatan negara yang kuat dan daulat;
c.       menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman;
d.      menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat;
e.       memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya;
f.       mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar bagi pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat;
g.      membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat;
Kegagalan menyelaskan masalah Irian Barat dan pencabutan PP No.39/ 1950 tentara DPRS dan DPRDS yang dianggap menguntungkan Masyumi telah menimbulkan adanya mosi – mosi tidak kembali kekuasaan / mandatnya kepada Presiden.
2. Kabinet Soekiman ( 27 April 1951 – 3 April 1952 )
Setelah jatuhnya kabinet Natsir, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukatro ( PNI ) dan Soekiman Wijosandjojo ( Masyumi ) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Soekiman ( Masyumi )- Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh Soekiman, tetapi kabinet ini tidak berumur panjang akibat ditandatanganinya persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar Mutual Security Act ( MSA ). Peretujuan ini menimbulkan tafsiran bahwa Indonesia telah memasuki Blok Barat, yang berarti bertentangan dengan prinsip dasar politik luar negri Indonesia yang bebas aktif, jatuhlah Kabinet Soekiman. Adapun program kabinet Soekiman sebagai berikut.
a) Bidang keamanan, menjalankan tindakan – tindakan yang tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
b) Sosial – ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan memperbaruhi hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Juga mempercepat usaha penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
c) Mempercepat persiapan – persiapan pemilihan umum.
d) Di bidang politik luar negri: menjalankan politik luar negri secara bebas – aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
e) Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.
3. Kabinet Wilopo ( 3 April 1952 – 3 Juni 1953 ).
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto ( PNI ) dan Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi ) menjadi formatur, namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo,sehingga bernama kabinet Wilopo. Adapun program dari kabinet ini terutama ditunjukan pada persiapan pelaksaan pemilihan umum unutuk konstituante, DPR dan DPRD, kemakmuran, pendidikan rakyat, dan keamananan. Sedang program luar negri terutama ditunjukan pada penyelesaian masalah hubungan Indonesia – Belanda dan pengembalian Irian Brat ke Indonesia serta menjalankan politik luar negri bebas – aktif menuju perdamaian dunia.
Kabinet Wilopo berusaha menjalankan program itu dengan sebaik –baiknya, tetapi kesukaran – kesukaran yang dihadapi sangat banyak. Di antaranya timbulnya provinsialisme dan bahkan menuju separatisme yang harus diselesaikan dengan segera.di beberapa tempat,terutama di Sumatera dan Sulawesi timbul rasa tidak puas terhadap pemerintahan pusat. Alasan yang terutama adalah kekecewaan karena tidak seimbangnya alokasi keuangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Daerah merasa bahwa sumbangan yang mereka berikan kepada pusat hasil ekspor lebih besar dari pada yang dikembalikanke daerah.
Mereka juga menuntut diperluasanya hak otonomi daerah. Timbul pula perkumpulan – perkumpulan yang berlandaskan semangat kedaerahan seperi, paguyuban Daya Sunda di Bndung dan Gerakan Pemuda federal Republik Indonesia di Makassar.
Keadaan ini sudah tentu membahayakan bagi kehidupan negara kesatuan dan merupakan langkah mundur dari Sumpah Pemuda 1928. kemudian pada tanggal 17 Oktober 1952 timbul soal dalam angkatan darat yang terkenal dengan nama peristiwa17 Oktiber. Peristiwa ini dimulai dengan perdebatan sengit di DPR selama berbulan – bulan mengenai masalah pro dan kontra kebijaksanaan Menteri pertahanan dan pimpinan angkatan darat.
Aksi dari para kaum politisi itu akhirnya menimbulkan reaksi yang keras dari pihak angkatan darat.aksi ini diikuti dengan penangkapan enam orang anggota parlemen dan pemberangsungan surat kabar dan demokrasi – demokrasi pembubaran parlemen.akibatnya kabinet menjadai goyah.kabinet yang sudah goyah semakin goyah karena soal tanah di Sumatera Timur yang terkenal dengan nama peristiwa Tanjungan Morawa.
Peristiwa ini terjadi akibat pengusiran penduduk yang mangarap tanah perkebunan yang sudah lama ditinggalkan dengan kekerasaan oleh aparat kepolisian. Sementara pendudukan sudah terkena hasutan kader – kader komunis sehingga menolak untuk pergi, maka terjadilah bentrokan senjata dan memakan korban. Peritiwa ini mendarat sorotan tajam dan emosional dari masyarakat, sehingga meluncurlah mosi tidak percaya dari sidik kertapati, sarekat tani indonesia ( sakti ) dan akjirnya pada tanggal 2 juni 1952, wilopo menyerahkan kembali mandatnya kepada presiden.
4. Kabinet Ali II [ 31 Juli 1954-24 Juli 1955 ].
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk pada tanggal 31 juli 1953. betapapun kabinet ini tanpa dukungan masyumi, namun kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai yang diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil perdana Menteri Mr. Wongsonegoro ( partai Indonesia Raya PIR ).Kabinet ini dikenal dengan nama kabinet Ali – Wongso.
Program kabinet adalah:
a.       Dalam negri mencangkup soal keamanan,pemilihan umum,kemakmuran dan keuangan negara,perburuh dan perundang – undangan.
b.      Pengembalian Irian barat.
c.       Politik luar negri bebas aktif.
Gangguan keamanan dalam negri masih ada,namun dalam masa ini dapat dilaksanakan konferensi Asia Afrika I.. konferensi asia afrika I ini disenggarakan di bandung pada tanggal 18-24 April 1955.konferensi dihadiri oleh 29 negara – negara Asia – Afrika,terdiri 5 negara pengundang dan 24 negara yang diundang.KAA I itu ternyata memilikipengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa – bangsa Asia – Afrika dan juga membawa akibat yang lain, seperti :
a.       Berkurangnya ketegangan dunia.
b.       Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di negaranya.
c.       Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda masih bertahan di Irian Barat.
Konferensi Asia – Afrika I ini menghasikan beberapa kesepakatan yaitu : Basic peper on Racial Discrimination dan basic peper on Radio Activity. Kesepakatan yang lain terkenal dengan dasa sila bandung, dengan terlaksananya Konferensi Asia Afrika I merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa indonesia.
MENGATASI PERGOLAKAN DALAM NEGERI
Pemberontakan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII) terjadi di empat daerah, yaitu :
DI/TII Jawa Barat
Sekar Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (DI) dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda. Dengan taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.
DI/TII Jawa Tengah
Gerakan DI/TII juga menyebar ke Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fatah di bagian utara, yang bergerak di daerah Tegal, Brebes dan Pekalongan. Setelah bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah kemudian diangkat sebagai : komandan pertemburan Jawa Tengah  dengan pangkat  Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia.
Untuk menghancurkan gerakan ini, Januari 1950 dibentuk Komando Gerakan Banteng Negara (GBN) dibawah Letkol Sarbini. Pemberontakan di Kebumen dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdulrachman (Romo Pusat atau Kiai Sumolanggu) Gerakan ini berhasil dihancurkan pada tahun 1957 dengan operasi militer yang disebut Operasi Gerakan Banteng Nasional dari Divisi Diponegoro. Gerakan DI/TII itu pernah menjadi kuat karena pemberontakan Batalion 426 di Kedu dan Magelang/ Divisi Diponegoro. Didaerah Merapi-Merbabu juga telah terjadi kerusuhan-kerusuhan yang dilancarkan oleh Gerakan oleh Gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC). Gerakan ini juga dapat dihancurkan. Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah Gerakan Banteng Nasional dilancarkan operasi Banteng Raiders.
DI/TII Aceh
Adanya berbagai masalah antara lain masalah otonomi daerah, pertentangan antargolongan, serta rehabilitasi dan modernisasi daerah yang tidak lancar menjadi penyebab meletusnya pemberontakan DI/TII di Aceh. Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Tengku Daud Beureueh yang pada tanggal 20 September 1953 memproklamasikan daerah Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia dibawah pimpinan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII di Aceh diselesaikan dengan kombonasi operasi militer dan musyawarah. Hasil nyata dari musyawarah tersebut ialah pulihnya kembali keamanan di daerah Aceh.
DI/TII Sulawesi Selatan
Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakar menuntut agar Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak diantara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakar beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan mengadakan pengacauan. Kahar Muzakar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakar tertembak mati oleh pasukan TNI.
Pada bulan Januari 1950 di Jawa Barat di kalangan KNIL timbul Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Federal Pasundan di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara sendiri pada setiap negara bagian Republik Indonesia Serikat. APRA mengajukan ultimatum menuntut supaya APRA diakui sebagai Tentara Pasundan  dan menolak dibubarkannya Pasundan/negara Federal tersebut. Ultimatum ini tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung APRA melancarkan teror, APRA berhasil ditumpas. Ternyata dalang gerakan APRA ini berada di Jakarta, yakni Sultan Hamid II. Rencana gerakannya di Jakarta ialah menangkap beberapa menteri Republik Indonesia Serikat yang sedang menghadiri sidang kabinet dan membunuh Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sekertaris Jenderal Kementerian Pertahanan Mr. A. Budiardjo, dan Pejabat Kepada Staf Angkatan Perang Kolonel T.B Simatupang. Rencana tersebut berhasil diketahui dan diambil tindakan preventif, sehingga sidang kabinet ditunda. Sultan Hamid II berhasil ditangkap pada tanggal 4 April 1950. Akan tetapi, Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri.
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan adalah : Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur. Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI, Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.
Karena tindakan Andi Azis tersebut maka pemerintah pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan. Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Pada tanggal 25 April 1950 di Ambon diproklamasikan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) yang dilakukan oleh Dr. Ch. R. S. Soumokil mantan Jaksa Agung Negara Indonesia Timur. Soumokil sebenarnya terlibat dalam pemberontakan Andi Azis. Namun, setelah gagalnya gerakan itu ia melarikan diri ke Maluku Tengah dengan Ambon sebagai pusat kegiatannya. Untuk itu pemerintah mengutus Dr. Leimena untuk mengajak berunding. Misi Leimena tidak berhasil karena RMS menolak untuk berunding. Pemerintah bertindak tegas, pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang dikirimkan ke Ambon. Dalam pertempuran memperebutkan benteng New Victoria, Letkol Slamet Riyadi tertembak dan gugur. Pada tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi mendarat di Ambon dan bagian utara pulau itu berhasil dikuasai. Tanggal 2 Desember 1963 Dr. Soumokil berhasil ditangkap selanjutnya tanggal 21 April 1964 diadili oleh Mahkamah Militer Laut Luar Biasa dan dijatuhi hukuman mati
Pemberontakan PRRI/Permesta didahului dengan pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain Dewan Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein (20 Desember 1956) ; Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956) dan Dewan Manguni di Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957). Tanggal 10 1958 didirikan organisasi yang bernama Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia yang diketuai oleh Letnan Kolonel Achamad Husein. Gerakan Husein ini akhirnya mendirikan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai pejabat presiden. Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) pada hari berikutnya mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Samba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade.
Untuk menumpas pemberontakan PRRI/Permesta dilaksanakan operasi gabungan yang terdiri atas unsur-unsur darat, laut, udara, dan kepolisian. Serangkaian operasi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Operasi Tegas dengan sasaran Riau dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution. Tujuan mengamankan instansi dan berhasil menguasai kota. Pekanbaru pada tanggal 12 Maret 1958.
Operasi 17 Agustus dengan sasaran Sumatera Barat dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani berhasil menguasai kota Padang pada tanggal 17 April 1958 dan menguasai Bukittinggi 21 Mei 1958.
Operasi Saptamarga dengan sasaran Sumatera Utara dipimpin oleh Brigjen Jatikusumo.
Operasi Sadar dengan sasaran Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Dr. Ibnu Sutowo.
Sedangkan untuk menumpas pemberontakan Permesta dilancarkan operasi gabungan dengan nama Merdeka di bawah pimpinan Letkol Rukminto Hendraningrat, yang terdiri dari :
Operasi Saptamarga I dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Tengah, dipimpin oleh Letkol Sumarsono.
Operasi Saptamarga II dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan, dipimpin oleh Letkol Agus Prasmono.
Operasi Saptamarga III dengan sasaran Kepulauan Sebelah Utara Manado, dipimpin oleh Letkol Magenda.
Operasi Saptamarga IV dengan sasaran Sulawesi Utara, dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat
PELAKSANAAN DEMOKRASI TERPIMPIN
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ditindak lanjuti dengan penataan bidang politik, social ekonomi, dan pertahanan keamanan. Sebagai realisasinya, pada 20 Agustus 1959 Presiden Soekarno menyampaikan surat No. 2262/ HK/59 kepada DPR yang isinya menekankan kepada kewenangan presiden untuk memberlakukan “peraturan negara baru” selain membuat peraturan negara menurut UUD 1945. Atas dasar peraturan negara barn tersebut, presiden membentuk lembaga-lembaga negara, seperti MPRS, DPAS, DPR-GR, dan Front Nasional.
Pembentukan MPRS
Presiden Soekarno membentukMajelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) melalui Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Keanggotaan MPRS terdiri atas anggota-anggota DPR sebanyak 261 orang, utusan daerah 94 orang, dan waki 1 golongan sebanyak 200 orang.
Menurut Penpres No. 12 Tahun 1959, tugas MPRS hanya terbatas pada kewenangan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal ini menunjukkan bahwa presiden berusaha membatasi kewenangan MPRS. Demikian pula tentang keberadaan semua pimpinan MPRS yang dalam praktiknya diangkat oleh presiden.
Pada tahun 1960-1965 MPRS telah melakukan tiga kali persidangan yang dilaksanakan di Gedung Merdeka, Bandung. Adapun sidang-sidang tersebut adalah sebagai berikut.
a. Sidang Umum pertama (10 November - 7 Desember 1960) menghasilkan ketetapan,yakni
1) Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 yang menetapkan Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara.
2) Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang Garis-garis Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama 1961-1969.
b. Sidang Umum kedua (15-22 Mei 1963) yang menghasilkan Ketetapan MPRS No. Ill/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Presiden Soekarno/Mandataris MPRS MenjadiPresiden Seumur Hidup.
c. Sidang Umum ketiga (11-16 April 1965) yang menghasilkan Ketetapan MPRSNo. V/MPRS/1965 tentang pidato Presiden Soekarno berjudul Berdiri di atas KakiSendiri (Berdikari) sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri Indonesia.
Pembentukan DPAS
Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penpres No.3 Tahun 1959. Ada beberapa hal penting yang perlu diketahui dari penpres tersebut.
a.       Anggota DPAS diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
b.      Tugas DPAS adalah memberi jawaban ataspertanyaan presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah.
c.       Anggota DPAS sebanyak 45 orang yang terdiri atas wakil golongan politik, utusan daerah, wakil golongan, dan seorang ketua.
d.      DPAS dipimpin oleh presiden sebagai ketua.
e.       Sebelum memangku jabatan, wakil ketua dan anggota DPAS mengangkat sumpah janji di hadapan presiden.
Pembentukan DPR-GR
Melalui Penpres No.4 Tahun 1960 pemerintah membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Parlemen ini dibentuk menggantikan DPR hasil pemilu 1955 yang dibubarkan sejak 5 Maret 1960 karena berselisih dengan pemerintah mengena: Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk tahun 1961. Padt saat itu, DPR menolak mengesahkan RAPBN tersebut.
Komposisi keanggotaan DPR-GR tidak didasarkan atas perimbangan kekuatan parta: yang dihasilkan pemilu, tetapi diatur sedemikian rupa oleh presiden. Semua anggott DPR-GR diangkat oleh presiden sebanyak 283 orang yang terdiri atas 153 anggota mewakili partai politik dan 130 anggota mewakili golongan-golongan.
Pembentukan Kabinet Kerja
Dengan berlakunya UUD 1945, Kabinet Djuanda (Kabinet Karya) dibubarkan. Terhitung mulai 10 Juli 1959. Sebagai gantinya dibentuk kabinet yang perdana menterinya presiden sendiri, sedangkan Ir. Djuanda ditunjuk sebagai menteri pertama.
Kabinet baru ini dinamakan Kabinet Kerja yang mempunyai program, yakni
A.    mencukupi kebutuhan sandang pangan,
B.     menciptakan keamanan negara, dan
C.     melanjutkan perjuangan merebut Irian Barat.
Pembentukan Front Nasional
Melalui Penpres No. 13 Tahun 1959 dibentukFront Nasional. Lembaga ini merupakan organisasi massa yang berusaha memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita bangsa yang terkandung dalam UUD 1945. Front Nasional diketuai oleh Presiden Soekarno dan memiliki tujuan, yaitu
a. menyelesaikan revolusi nasional Indonesia,
b. melaksanakan pembangunan semesta nasional, dan
c. mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah RI


PERJUANGAN  MEMBEBASKAN IRIAN BARAT
Perjuangan diplomasi
a. Perundingan Bilateral Indonesia Belanda
Pada tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri Uni Belanda - Indonesia. Konferensi memutuskan untuk membentuk suatu komisi yang anggotanya wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk menyelidiki masalah Irian Barat. Hasil kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam Konferensi Tingkat Menteri II di Den Haag pada bulan Desember 1950. Ternyata pembicaraan dalam tingkat ini tidak menghasilkan penyelesaian masalah Irian Barat.


Pertemuan Bilateral Indonesia Belanda berturut-turut diadakan pada tahun 1952 dan 1954, namun hasilnya tetap sama, yaitu Belanda enggan mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia sesuai hasil KMB.
b. Melalui Forum PBB
Setelah perundingan bilateral yang dilaksanakan pada tahun 1950, 1952 dan 1954 mengalami kegagalan, Indonesia berupaya mengajukan masalah Irian Barat dalam forum PBB. Sidang Umum PBB yang pertama kali membahas masalah Irian Barat dilaksanakan tanggal 10 Desember 1954. Sidang ini gagal untuk mendapatkan 2/3 suara dukungan yang diperlukan untuk mendesak Belanda.
Indonesia secara bertrurut turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat dalam Majelis Umum X tahun 1955, Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis Umum XII tahun 1957. Tetapi hasil pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3 suara yang diperlukan.
c. Dukungan Negara Negara Asia Afrika (KAA)
Gagal melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh jalur diplomasi secara regional dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika yang diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-negara di kawasan Asia Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh kembali Irian sebagai wilayah yang sah dari RI.
Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat menarik dukungan internasional dalam sidang Majelis Umum PBB.
Perjuangan dengan konfrontasi politik dan ekonomi
Kegagalan pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat baik secara bilateral, Forum PBB dan dukungan Asia Afrika, membuat pemerintah RI menempuh jalan lain pengembalian Irian Barat, yaitu jalur konfrontasi. Berikut ini adalah upaya Indonesia mengembalikan Irian melalui jalur konfrontasi, yang dilakukan secara bertahap.
Setelah menempuh jalur diplomasi sejak tahun 1950, 1952 dan 1954, serta melalui forum PBB tahun 1954 gagal untuk mengembalikan Irian Barat kedalam pangkuan RI, pemerintah RI mulai bertindak tegas dengan tidak lagi mengakui Uni Belanda Indonesia yang dibentuk berdasarkan KMB. Ini berarti bahwa pembatalan Uni Belanda Indonesia secara sepihak oleh pemerintah RI berarti juga merupakan bentuk pembatalan terhadap isi KMB. Tindakan pemerintah RI ini juga didukung oleh kalangan masyarakat luas, partai-partai dan berbagai organisasi politik, yang menganggap bahwa kemerdekaan RI belum lengkap / sempurna selama Indonesia masih menjadi anggota UNI yang dikepalai oleh Ratu Belanda.
Pada tanggal 3 Mei 1956 Indonesia membatalkan hubungan Indonesia Belanda, berdasarkan perjanjian KMB. Pembatalan ini dilakukan dengan Undang Undang No. 13 tahun 1956 yang menyatakan, bahwa untuk selanjutnya hubungan Indonesia Belanda adalah hubungan yang lazim antara negara yang berdaulat penuh, berdasarkan hukum internasional. Sementara itu hubungan antara kedua negara semakin memburuk, karena :
1.    terlibatnya orang-orang Belanda dalam berbagai pergolakan di Indonesia (APRA, Andi Azis, RMS)
2.    Belanda tetap tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.
Sesuai dengan Program Kerja Kabinet, Ali Sastroamidjojo membentuk Propinsi Irian Barat dengan ibu kota Soasiu (Tidore). Pembentukan propinsi itu diresmikan tanggal 17 Agustus 1956. Propinsi ini meliputi wilayah Irian Barat yang masih diduduki Belanda dan daerah Tidore, Oba, Weda, Patrani, serta Wasile di Maluku Utara.


Sepuluh tahun menempuh jalan damai, tidak menghasilkan apapun. Karena itu, pada tanggal 18 Nopember 1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh tanah air. Dalam rapat umum yang diadakan hari itu, segera diikuti pemogokan total oleh buruh-buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan milik Belanda pada tanggal 2 Desember 1957. Pada hari itu juga pemerintah RI mengeluarkan larangan bagi beredarnya semua terbitan dan film yang menggunakan bahasa Belanda. Kemudian KLM dilarang mendarat dan terbang di seluruh wilayah Indonesia.
Pada tanggal 3 Desember 1957 semua kegiatan perwakilan konsuler Belanda di Indonesia diminta untuk dihentikan. Kemudian terjadi serentetan aksi pengambil alihan modal perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia, yang semula dilakukan secara spontan oleh rakyat dan buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan Belanda ini. Namun kemudian ditampung dan dilakukan secara teratur oleh pemerintah. Pengambilalihan modal perusahaan perusahaan milik Belanda tersebut oleh pemerintah kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958.
Hubungan diplomatik Indonesia – Belanda bertambah tegang dan mencapai puncaknya ketika pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Dalam pidato Presiden yang berjudul ”Jalan Revolusi Kita Bagaikan Malaikat Turun Dari Langit (Jarek)” pada peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke 15, tanggal 17 Agustus 1960, presiden memaklumkanpemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda.
Tindakan ini merupakan reaksi atas sikap Belanda yang dianggap tidak menghendaki penyelesaian secara damai pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Bahkan, menjelang bulan Agustus 1960, Belanda mengirimkan kapal induk ” Karel Doorman ke Irian melalui Jepang. Disamping meningkatkan armada lautnya, Belanda juga memperkuat armada udaranya dan angkutan darat nya di Irian Barat.
Karena itulah pemerintah RI mulai menyusun kekuatan bersenjatanya untuk mempersiapkan segala sesuatu kemungkinan. Konfrontasi militer pun dimulai.
 Persetujuan New York
Setelah operasi-operasi infiltrasi mulai mengepung beberapa kota penting di Irian Barat, sadarlah Belanda dan sekutu-sekutunya, bahwa Indonesia tidak main-main untuk merebut kembali Irian Barat. Atas desakan Amerika Serikat, Belanda bersedia menyerahkan irian Barat kepada Indonesia melalui Persetujuan New York / New York Agreement.
Isi Pokok persetujuan :
1.    Paling lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara PBB (UNTEA) akan menerima serah terima pemerintahan dari tangan Belanda dan sejak saat itu bendera merah putih diperbolehkan berkibar di Irian Barat..
2.    Pada tanggal 31 Desember 11962 bendera merah putih berkibar disamping bendera PBB.
3.    Pemulangan anggota anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai tanggal 1 Mei 1963
4.    Selambat lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI secara resmi menerima penyerahan pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB
5.    Indonesia harus menerima kewajiban untuk mengadakan Penentuan Pendapat rakyat di Irian Barat, paling lambat sebelum akhir tahun 1969.
Sesuai dengan perjanjian New York, pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara serah terima Irian Barat dari UNTEA kepada pemerintah RI. Upacara berlangsung di Hollandia (Jayapura). Dalam peristiwa itu bendera PBB diturunkan dan berkibarlah merah putih yang menandai resminya Irian Barat menjadi propinsi ke 26. Nama Irian Barat diubah menjadi Irian Jaya ( sekarang Papua )
Arti penting Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Sebagai salah satu kewajiban pemerintah Republik Indonesia menurut persetujuan New York, adalah pemerintah RI harus mengadakan penentuan pendapat rakyat di Irian Barat paling lambat akhir tahun 1969. pepera ini untuk menentukan apakah rakyat Irian Barat memilih, ikut RI atau merdeka sendiri. Penentuan pendapat Rakyat akhirnya dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai dengan 4 Agustus 1969.Mereka diberi dua opsi, yaitu : bergabung dengan RI atau merdeka sendiri.
Setelah Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan bagian dari Republik Indoenesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk dilaporkan dalam sidang umum PBB ke 24 bulan Nopember 1969. Sejak saat itu secara de yure Irian Jaya sah menjadi milik RI.
Dengan menganalisa fakta-fakta pembebasan Irian Barat sampai kemudian dilaksanakan Pepera, dapat diambil kesimpulan bahwa Pepera mempunyai arti yang sangat penting bagi pemerintah Indonesia, yaitu :
1.        Bukti bahwa pemerintah Indonesia dengan merebut Irian Barat melalui konfrontasi bukan merupakan sebuah tindakan aneksasi / penjajahan kepada bangsa lain, karena secara sah dipandang dari segi de facto dan de jure Irian Barat merupakan bagian dari wilayah RI      
2.        Upaya keras pemerintah Ri merebut kembali Irian Barat bukan merupakan tindakan sepihak, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat Irian Barat. Terbukti hasil Pepera menyatakan rakyat Irian ingin bergabung dengan Republik Indonesia.

Peristiwa G 30S/PKI

Peristiwa G 30S/PKI yang lebih dikenal dengan peristiwa pemberontakan yang dilakukan PKI, bertujuan untuk menyebarkan paham komunis di Indonesia. Pemberontakan ini menimbulkan banyak korban, dan banyak korban berasal dari para Jendral AD. Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak laporan pertanggungjawaban Presiden Soekarno kepada MPRS. Dengan ditolaknya laporan Presiden Soekarno ini, maka Indonesia kembali ke pemerintahan yang berazaskan kepada pancasila dan UUD 1945.    
a. PKI merupakan partai terbesar di Indonesia
Dengan melakukan pendekatan kepada kaum berjunis, PKI berhasil menarik anggota cukup besar, tercatat pada tahun 1965, anggota PKI sudah mencapai 3,5 juta. Hal ini membuat PKI menjadi partai yang besar dan kuat.
PKI melakukan beberapa cara untuk mengembangkan diri, antara lain :
-          Melakukan gerakan gerilia dipedesaan dan melakuan prapaganda-prapaganda menyesatkan.
-          Melakukan gerakan revosioner oleh kaum buruh di perkotaan.
-          Membentukan pekerja intensif dikalangan ABRI.
-          Menyusup ke berbagai organisasi lain untuk mentransparansikan organisasi PKI.
-          Mendekati Presiden Soekarno.


b. Politik luar negeri Indonesia yang lebih condong pada blok timur
Pada masa demokrasi terpimpin, indonesia menganut politik NEFO, sehingga PKI dapat memperoleh dukungan dari Cina dan Unisoviet.
c. Konsep Naskom (Nasionalis, Agama, Komunis)
Dengan konsep ini, PKI dapat memperkuat kedudukannya di Indonesia, sehingga PKI memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mengadakan aksi kudeta.
Para pimpinan PKI telah mengalami pertemuan rahasia selama beberapa kali untuk menyusun rencana kudeta pada tanggal 30 September 1965. Gerakan ini secara fisik dilakukan oleh Kolonel Untung. Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, klonel untuk memerintahkan anggotanya untuk menculik, menyiksan dan membunuh 7 perwira tinggi AD, yaitu :
  1. Letnan Jendral Ahmad Yani yang menjabat sebagai Mentri I Panglima Angkatan Darat.
  2. Mayor Jendral R. Soeprapto yang menjabat sebagai Deputi II Panglima Angkatan Darat.
  3. Mayor Jendral Haryono Mas Tirtodarmo yang menjabay sebagai  Deputi III Panglima Angkatan Darat.
  4. Mayor Jendral Suwondo Parman yang menjabat sebagai Asisten I Panglima Angkatan Darat.
  5. Brigadir Jendral Donald Izaus Panjaitan (Asisten IV Panglima Angkatan Darat).
  6.  Brigadir Jendral Soetoyo Siswomihardjo (Inspektur Kehakiman Ioditur).
  7. Letnan Satu Piere Andreas Tendean (Ajudan Jendral A.H. Nasution).
Jendral A.H. Nasution behasil menyelamatkan diri setelah kakinya tertembak, tetapi putrinya Ade Irma Suryani ditembak kemudian gugur. Korban lainnya adalah Letanan Polisi Karel Satsuit Tubun yang gugur pada saat melakukan perlawanan terhadap gerombolan yang berusaha menculik jendral A.H. Nasution. PKI juga menyerbarkan pengruhnya di berbagai daerah dan mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi melalui siaran berita RRI di Yogyakarta yang dilakukan oleh Letnan Kolonel Untung.
Persaingan PKI dengan Angkatan Darat
 Angkatan Darat sebagai kekuatan pertahanan negara memiliki kepentingan untuk mempertahanakan ideologi Pancasila dari berbagai ancaman, baik dari dalam maupun dari luar, sedangkan dari pihak PKI memiliki kepentingan untuk mendirikan negara komunis. Persaingan yang menjadi di antara mereka dapat dilihat dalam hal-hal berikut ini,
1.      Tindakan provokasi yang dilakukan PKI yaitu,
1.      Menghasut kaum tani dan buruh untuk mengambil alih tanah luas milik perkebunan.
2.      Menggalang demonstrasi menuntut kenaikan upah diperkebunan dan pabrik-pabrik.
3.      Melakukan penyerangan baik secara politis maupun kekerasan terhadap berbagai kelompok yang di nilai antikomunis.
4.      Pada Januari 1965, PKI mengajukan gagasan agar buruh dan petani dipersenjatai dan menjadi angkatan kelima. Tujuan PKI melakukan hal itu adalah untuk menggalang kekuatan menghadapi Nekolim Inggris dari dalam Dwikora.
5.      Pada bulan Mei 1965, PKI mengeluarkan desas-desus munculnya Dewan Jendral dalam Angkatan Darat.
6.      Tindakan Angkatan Darat dalam menghadapi PKI antaralain,
1.      Pada bulan September 1965, Panglima Ankatan Darat memperingatkan Presiden untuk berhhati-hati terhadap tindakan yang dilakukan PKI.
2.      Angkatan Darat secara tegas menentang pembantukan Kabinet Gotong-Royong. Sebab melalui kabinet tersebut, PKI dapat bertindak seluas-luasnya tanpa ada pembatasan.
3.      Angkatan Darat secara tegas menolak gagasan angkatan kelima.
4.      Panglima Angkatan Darat berusaha meyakinkan Presiden akan kesetiaan mereka terhadap masyarakat dalam menghadapi desas-desus munculnya Dewan Jendral
Penumpasan G 30S/PKI
Pada tanggal 1 Oktober 1965, dilakukan operasi penumpasan G 30S/PKI yang dipimpin oleh Mayjen Soeharto. Ada beberapa langkah penting yang dlakukan dalam penumpasan tersebut yaitu,
  1. Menetralisir pasukan yang bearada di Medan Merdeka yang dimanfaatkan PKI. Pasukan yang dimafaatkan oleh PKI berasal dari Batalyon 503/Brawijaya dan Batalyon 545/Diponegoro. Kedua pasukan tersebut akhirnya berhasil ditarik mundur dan berhasil disadarkan dari pengaruh PKI.
  2. Pasukan RPKAD berhasil menduduki kembali gedung RRI pusat, gedung telekomunikasi, dan mengamankan seluruh wilayah Medan Merdeka tanpa terjadi bentrokan senjata atau pertumpahan darah.
  3. Pasukan Batalyon 238 Kujang/Siliwangi berhasil menguasai Lapangan Banteng dan mengamankan Markas Kodam V/Jaya.
  4. Batalyon I Kavaleri berhasil mengamankan BNI Unit I dan percetakan uang di daerah kebayoran.
  5. Pada tanggal 2 Oktober 1965 pasukan RPKAD berhasil menduduki Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma dengan batuan Batalyon 238 Kujang/Siliwangi dan Batalyon I Kavaleri.
  6. Pembersihaan kekampung-kampung disekitar Lubang Buaya dari pengaruh PKI.
  7. Pada tanggal 3 Oktober 1965 berhasil ditemukan jenazah para Jendral yang menjadi korban G 30S/PKI yang kemudian dibersihkan dan disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat dan baru dimakamkan pada tanggal 5 Oktober 1965.
Untuk menentramkan segala ketakutan dan kegelisahan masyarakat, dilakukan siaran RRI yang menghimbau agar rakyat tetap tenang dan waspada.
Gerakan G30S/PKI DI Jakarta telah memengaruhi munculnya pemberontakan-pembenrontakan yang lainya di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Pemimpin PKI di berbagai daerah di Jawa Tengah mengumumkan ikut mendukung Gerakan 30 September yang diumumkan melalui siaran Radio Republik Indonesia.
Kolonel Suhirman yang merupakan Asisten Kodam VII/Diponegoro berhasi menguasai markas Kodam VII/Diponegoro di Jawa Tengah serta menunjuk beberapa orang sebagai pimpinan di beberapa daerah seperti Mayor Supardi memimpin pasukan di Salatiga dan Mayor Kadri memimpin pasukan di Solo. Mereka juga menempatkan pasukan di beberapa tempat strategis seperti di Markas Kodam Diponegoro, RRI, dan telekomunikasi.
Letnan Kolonel Sastrobroto mengambil alih pimpinan Kodam VII/Diponegoro dan beberapa tempat seperti,
1.        Maraks Kodam Resort Militer 071/Purwokerto yang di pimpin oleh Kepala Staf Letnan Kolonel Soemitro.
2.        Makorem 072/Yogyakarta yang dipimpin oleh Kepala Seksi 5 Mayor Mulyono.
3.        Markas Brigade Infantri 6 yang dipimpin oleh Komandan Kompi Markas Kapten Mintraso.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Mayor Mulyono mengumumkan dukunganya terhadap G 30S/PKI. Mereka berhasil menguasai Makorem 072 dan menculik Letnan Kolonel Sugiono. Aksi yang mereka lakukan pertama-tama mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Yogyakarta mendukung G 30S/PKI, membagi-bagikan  senjata kepada anggota veteran setempat, serta melakukan demonstrasi secara besar-besaran bersama dengan organisasi massa di depan Makorem 072 untuk mengatakan dukungannya terhadap G 30S/PKI.
Pada tanggal 2 Oktober 1965 Walikota Solo Oetomo Ramelan melalui siaran di RRI menyatakan dukungannya terhadap G30S/PKI. Mereka menduduki tempat-tempat strategis seperti kantor RRI, telekomunikasi, dan bank-bank negara. Gerkan operasi penumpasan dimulai pada tanggal 2 Oktober 1965 dan berhasil merebut RRI, markas Kodam Diponegoro, dan kota-kota di Jawa Tegah yang telah dikuasai oleh PKI.
Dampak Peristiwa G30S/PKI
Peristiwa G30S/PKI 1965 yang terjadi di Indonesia telah memberi dampak negatif dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat Indonesia yaitu,
  1. Dampak politik
  2. Dampak Ekonomi
Proses Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa G30S/PKI
Setelah super semar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia mengalami masa transisi. Kepemimpinan Soekarno kehhilangan supermasinya. MPRS kemudian meminta Presiden Soekarno untuk mempertanggungjawabkan hasil pemerintahannya, terutama berkaitan dengan G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden Soekarno memberikan pertanggung jawaban pemerintahannya, khususnya mengenai masalah yang menyangkut peristiwa G30S/PKI. Sidang Istimewa MPRS dilakukan pada tanggal 7 sampai 12 Maret 1967.


PERKEMBANGAN MASYARAKAT INDONESIA PADA MASA ORDE BARU


PROSES PERTUMBUHAN DAN MOBILITAS PENDUDUK DAN PERKEMBANGAN MASYARAKAT INTELEKTUAL PADA MASA PEMERINTAHAN ORDE BARU
LATAR BELAKANG LAHIRNYA ORDE BARU
a.       Adanya Gerakan 30 S/PKI
b.      Kekosongan pimpinan Angkatan Darat
c.       Demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa, pemuda dan pelajar di depan gedung DPR-GR yang mengajukan tun tutan (Tritura : Pembubaran PKI, Pembersihan Kabinet Dwikora dan Turunkan harga barang )
d.      Perubahan Kabinet ( Dwikora-Seratus menteri )
e.       Tertembaknya mahasiswa Arif Rahman Hakim
Akhirnya pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden mengeluarkan Surat Perintah yang berisi tentang pemulihan keamanan dan jaminan keamanan bagi presiden Soekarno. Dengan berkuasanya Soeharto memegang tampuk pemerintahan dimulailah babak baru yaitu Orde Baru.
PERKEMBANGAN KEKUASAAN ORDE BARU
Pada hakikatnya Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan penyelewengan yang terjadi pada masa lalu
Tritura mengungkapkan keinginan rakyat yang mendalam untuk melaksanakan kehidupan bernegara sesuai dengan aspirasi masyarakat. Jawaban dari tuntutan itu terdapat pada 3 ketetapan sebagai berikut :
a.       Pengukuhan tindakan pengemban Supersemar yang membubarkan PKI dan ormasnya ( TAP MPRS No. IV dan No. IX / MPRS / 1966
b.      Pelarangan paham dan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme di Indonesia ( TAP MPRS No. XXV / MPRS / 1966 )
c.        Pelurusan kembali tertib konstitusional berdasarkan Pancasila dan tertib hukum ( TAP MPRS No. XX / MPRS / 1966 )
Pada tanggal 3 Pebruari 1967 DPR-GR yang menganjurkan kepada Soeharto untuk melaksanakan Sidang Istimewa, sehingga pada 20 Pebruari 1967 Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto.
Tahap selanjutnya adalah :
1.      Penyederhanaan Partai
2.      Memurnikan kembali politik luar negeri bebas aktif
3.      Menghentikan konfrontasi dengan Malaysia dan membentuk
kerjasama ASEAN
4.      Kembali menjadi anggota PBB
KEBIJAKAN PEMERINTAH ORDE BARU
Setelah berhasil memulihkan keamanan kemudian pemerintah melaksanakan pembangunan Nasional jangka pendek dan jangka panjang melalui Pelita yang tidak terlepas dari Trilogi Pembangunan, yaitu
1.      Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat
2.      Pertumbuhan ekonomi yang cukup timggi
3.      Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Pelaksanaan pembangunan tidak akan berjalan lancar tanpa ada pemerataan pembangunan yang menetapkan 8 jalur pemerataan, yakni :
-          Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, hususnya sandang,
pangan dan perumahan.
-          Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
-          Pemerataan pembagian pendapatan
-          Pemerataan kesempatan kerja
-          Pemerataan berusaha
-          Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita
-          Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
-          Pemeratan kesempatan memperoleh keadilan.
PROSES MENGUATNYA PERAN NEGARA PADA MASA ORDE BARU
Sejak Orde Baru berkuasa telah banyak perubahan yang dicapai oleh bangsa Indonesia, langkah yang dilakukannya adalah menciptakan stabilitas ekonomi politik. Tujuan perjuangannya adalah menegakkan tata kehidupan negara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945.
Kabinet yang pertamakali dibentuk adalah Kabinet AMPERA dengan tugas menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional yang disebut DWI DHARMA KABINET AMPERA. Adapun programnya antara lain :
1.      Memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan
2.      Melaksanakan Pemilu
3.      Melaksanakan Politik Luar Negeri yang Bebas dan Aktif
4.      Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk.
Keempat program ini disebut dengan Catur Karya Kabinet Ampera.


PROSES PERTUMBUHAN DAN MOBILITAS PENDUDUK PADA MASA ORDE BARU
a.       Pertumbuhan dan mobilitas penduduk
Menurut Edward Ullman ada 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya interaksi kota, yaitu :
-          Adanya wilayah yang saling melengkapi
-          Adanya kesempatan untuk berinteraksi
-          Adanya kemudahan transfer/pemindahan dalam ruang
Dalam kaitannya dengan interaksi kota tersebut, maka mobilitas penduduk dapat diartikan sebagai suatu perpindahan penduduk baik secara teritorial ataupun geografis. Hubungan timbal balik antara kota dengan kota maupun antara kota dengan desa dapat menyebabkan munculnya gejala-gejala yang baru yang meliputi aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Gejala ini dapat bersifat positif ataupun negatif bagi desa dan kota.
b.      Pusat-Pusat pertumbuhan di Indonesia pada masa Orde Baru
Untuk mengetahui munculnya pusat-pusat pertumbuhan di Indonesia terdapat 2 teori yaitu :
-          Teori Tempat Sentral ( central place theory ) oleh Walter Christaller
Bahwa Pusat lokasi aktivitas yang melayani berbagai kebutuhan penduduk harus berada di suatu tempat sentral yaitu tempat yang memungkinkan partisipasi manusia dengan jumlah yang maksimum.Tempat sentral itu berupa ibukota kabupaten, kecamatan, propinsi ataupun ibukota Negara. Masing-masing titik sentral memiliki daya tarik terhadap penduduk untuk tinggal disekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda.
-          Teori Kutub Pertumbuhan ( Growth Pole Theory ) oleh Lerroux
Bahwa pembangunan yang terjadi di manapun tidak terjadi secara serentak tapi muncul pada tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan identitas yang berbeda. Kawasan yang menjadi pusat pembangunan dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub pertumbuhan. Dari kutub inilah proses pembangunan menyebarke wilayah-wilayah lain di sekitarnya.
c.       Faktor penyebab suatu titik lokasi menjadi pusat pertumbuhan
Suatu titik lokasi menjadi pusat pertumbuhan disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
1.      Kondisi fisik wilayah
2.      Kekayaan sumber daya alam
3.      Sarana dan prasarana transportasi
4.      Adanya industri
DAMPAK REVOLUSI HIJAU DAN INDUSTRIALISASI TERHADAP PERUBAHAN TEKNLOGI DAN LINGKUNGAN DI BERBAGAI DAERAH PADA MASA ORDE BARU
1.      Revolusi Hijau.
Revolusi Hijau merupakan revolusi biji-bijian dari hasil penemuan ilmiah berupa benih unggul dari berbagai varietas gandum, padi, dan jagung yang membuat hasil panen komoditas tersebut meningkat di begara-negara berkembang. Revolusi hijau lahir karena masalah pertambahan penduduk yang pesat. Pertambahan penduduk harus diimbangi dengan peningkatan produksi pertanian.
Upaya peningkatan produksi pertanian digalakkan melalui :
a.       Pembukaan lahan pertanian baru
b.      Mekanisasi pertanian
c.       Penggunaan pupuk baru
d.      Mencari metode yang tepat untuk pemberantasan hama
e.        
Perkembangan Revolusi Hijau di Indonesia

Masyarakat Indonesia yang agraris menjadikan pertabian sebagai sektor penting dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini didasari oleh :
a.       Kebutuhan masyarakat yang meningkat dengan pesat
b.      Tingkat produksi pertanian yang masih sangat rendah
c.       Produksi pertanian belum mampu memenuhiseluruh kebutuhan masyarakat.
Untuk meningkatkan produksi pertanian pemerintah mengupayakan :
-          Intensifikasi
-          Ekstensifikasi
-          Diversifikasi
-          Rehabilitasi
Perkembangan Industrialisasi
a.       Industri Pertanian
ü  Industri pengolahan hasil tanaman pangan termasuk hortikultura
ü  Industri pengolahan hasil perkebunan
ü  Industri pengolahan hasil perikanan
ü  Industri pengolahan hasil hutan
ü  Industri pupuk
ü  Industri Pestisida
ü   Industri Mesin dan peralatan pertanian
b.      Industri Non Pertanian
ü  Industri Semen
ü  Industri Besi baja
ü  Industri Perakitan kendaraan bermotor
ü  Industri elektronik
ü  Industri kapal laut
ü  Industri Kapal terbang\


PERKEMBANGAN MASYARAKAT DI INDONESIA PADA MASA REFORMASI

A. PERKEMBANGAN POLITIK SETELAH 21 MEI 1998
Munculnya Reformasi di Indonesia disebabkan oleh :
1.      Ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum
2.      Pemerintah Orde baru tidak konsisten dan konsekwen terhadap tekad awal munculnya orde baru yaitu melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen dalam tatanan kehidupan bernasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.      Munculnya suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya ( status quo )
4.      Terjadinya penyimpangan dan penyelewengan terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 yang direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa.
5.      Timbulnya krisis politik, hukum, ekonomi dan kepercayaan.
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan kehidupan yang baru dan secara hukum menuju ke arah perbaikan.
Gerakan reformasi yang terjadi di Indonesia tahun 1998 merupakan suatu gerakan untuk mengadakan pembaharuan dan perubahan terutama perbaikan dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan hukum.
Setelah BJ Habibie dilantik menjadi presiden RI pada tanggal 21 Mei 1998 maka tugasnya adalah memimpin bangsa Indonesia dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi rakyat yang berkembang dalam pelaksanaan reformasi secara menyeluruh.
Habibie bertekad untuk mewujudkan pemerintrahan yang bersih dan bebas dari KKN.
Pada tanggal 22 Mei 1998 Habibie membentuk kabinet Reformasi Pembangunan yang terdiri dari 16 orang menteri yang diambil dari unsur militer, Golkar, PPP dan PDI. Tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan I dan berhasil membentuk komite untuk merancang Undang-undang politik yang lebih longgar dalam waktu 1 tahun dan menyetujui masa jabatan presiden maksimal 2 periode.
Usaha dalam bidang ekonomi adalah :
1.      Merekapitulasi perbankan
2.      Merekonstruksi perekonomian Indonesia
3.      Melikuidasi beberapa bank bermasalah
4.      Menaikkan nilai tukar Rupiahterhadap Dollar AS hingga di bawah Rp. 1.000
5.      Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF
Reformasi di bidang hukum disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di kalangan masyarakat dan mendapat sambutan baik karena reformasi hukum yang dilakukan nya mengarah kepada tatanan hukum yang didambakan oleh masyarakat. Selama Orde baru karakter hukum bersifat konservatif, ortodoks yaitu produk hukum lebih mencerminkan keinginan pemerintah dan tertutup terhadap kelompok-kelompok sosial maupun individu dalam masyarakat.

B. KONDISI SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT DI BERBAGAI DAERAH SEJAK REFORMASI
1.      KONDISI SOSIAL MASYARAKAT
Sejak krisis moneter tahun 1997 perusahaan swasta mengalami kerugian dan kesulitan dalam membayar gaji karyawan. Sementara itu harga sembako semakin tinggi sehingga banyak karyawan yang menuntut kenaikan gaji pada perusahaan yang pada akhirnya berimabas pada memPHKkan karyawannya.
Karyawan yang di PHK itu menambah jumlah pengangguran sehingga jumlah pengangguran mencapai 40 juta orang. Dampaknya adalah maraknya tindakan kriminalitas yang terjadi dalam masyarakat.Oleh karena itu pemerintah harus membuka lapangan kerja baru yang dapat menampung para penganggur tersebut. Dan juga menarik kembali para investor untuk menanamkan modalnya ke Indonesia sehingga dapat membuka lapangan kerja.

2. KONDISI EKONOMI

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat, pemerintah melihat 5 sektor kebijakan yang harus digarap yaitu :
a.       Perluasan lapangan kerja secara terus menerus melalui investasi dalam dan luar negeri seefisien mungkin
b.       Penyediaan barang kebutuhan pokok sehari-hari untuk memenuhi permintaan pada harga yang terjangkau
c.       Penyediaan fasilitas umum seperti : rumah, air minum, listrik, bahan bakar, komunikasi, angkutan, dengan harga yang terjangkau
d.      Penyediaan ruang sekolah, guru dan buku-buku untuk pendidikan umum dengan harga terjangkau
e.       Penyediaan klinik, dokter dan obat-obatan untuk kesehatan umum dengan harga yang terjangkau pula