Plus Minus

Rabu, 11 Januari 2012

norma dasar

Norma Dasar Terpenting : Martabat Manusia
Ada banyak sekali norma moral dan tentu saja tidak semua sama penting. Sebelumnya sudah kita bedakan antara norma dasar dan norma konkret (atau beberapa norma konkret) yang mewujudkan norma dasar dengan cara tertentu. Tapi tidak mustahil bahwa norma-norma dasar pun ada lebih dari satu saja. Kami mengakui kemungkinan adanya beberapa norma dasar , tapi berpendapat juga bahwa norma dasar terpenting-sekurang-kurangnya menurut kesadaran moral dewasa ini – adalah martabat manusia. Tapi orang mudah sekali berbicara tentang martabat manusia, sehingga selalu ada bahaya bahwa  pengertian ini menjadi suatu slogan yang hampa, tanpa isi sedikit pun. Di sini kita akan berusaha mencari dasar rasional bagi pengertian “martabat manusia” ini.
Dalam mengusahakan refleksi tentang martabat manusia  ini sekali lagi kita mengikuti pandangan filsuf Jerman, Immanuel Kant. Menurut Kant, kita harus menghormati martabat manusia,  karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang merupakan tujuan pada dirinya. Benda jasmani kita gunakan untuk tujuan-tujuan kita. Binatang juga kita pakai sejauh bermanfaat bagi kita. Tapi manusia adalah tujuan sendiri yang tidak boleh ditaklukkan pada tujuan lain. Mengapa ? karena manusia adalah makhluk bebas dan otonom yang sanggup mengambil keputusannya sendiri.
Manusia adalah pusat kemandirian. Ini kita maksudkan, kalau kita katakan bahwa manusia adalah “pesona”. Dialah satu-satunya makhluk yang memiliki harkat intrinsik dan karena itu harus   dihormati sebagai tujuan pada dirinya.
Dalam konteks ini menurut Kant harus dibedakan antara “harga” dan “martabat”. “Harga” dimiliki oleh sesuatu yang kita cari sebagai tujuan, tapi pada prinsipnya hal itu selalu bisa diganti dengna sesuatu yang lain. Untuk sesuatu yang mempunyai “harga” selalu tersedia sebuah ekuivalen, artinya, sesuatu yang bisa menjadi penggantinya. Jika saya menjual barang dengan mendapat uang rupiah atau uang asing, sama saja, sebab yang satu bisa ditukar dengan yang lain. Atau jika saya membeli komputer, umpamanya  itu tidak  berarti bahw asaya membeli komputer tertentu saja, sebab yang ini dapat diganti dengan yang lain dengan merek, tipe, dan kualitas yang persis sama. Tapi yang mempunyai martabat adalah unik dan tidak pernah dapat  disetarafkan atau diganti dengan sesuatu yang lain. Untuk yang mempunyai martabat tidak ada ekuivalen. Apa yang mempunyai harga mempunyai nilai relatif, sedangkan apa yang mempunyai martabat mempunyai nilai intrinsik dan karena itu tidak bisa diganti dengan sesuatu yang lain. Dengan demikian Kant memberi isi moral yang khusus kepada istilah “martabat”: yang mempunyai martabat harus dihormati karena dirinya sendiri atau sebagai tujuan pada dirinya.
Kewajiban untuk menghormati martabat manusia, oleh Kant dirumuskan sebagai perintah dalam bentuk berikut ini : “Hendaklah memperlakukan manusia selalu juga sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka”21. Sering kali kita memakai jasa orang lain, artinya, kita menggunakan orang itu sebagai “sarana”. Misalnya, jika saya naik taksi, saya menggunakan sopir taksi itu sebagai sarana untuk mencapai tujuan saya. Demikian juga jika saya menggunakan jasa pemangkas rambut, pembantu rumah tangga, dan setiap orang lain yang bekerja untuk saya. Hal seperti itu tidak dilarang. Sebab, disamping menggunakan jasanya, saya harus  menghormati mereka sebagai “persona”. Tidak pernah boleh saya menggunakan orang lain sebagai sarana belaka. Dalam contoh naik taksi tadi syarat ini dipenuhi, jika saya berlaku sopan terhadap sopir dan sebagai imbalan memberikan jumlah uang yang menjadi haknya. Disamping menggunakan jasanya, saya juga menghormatinya sebagai tujuan pada dirinya dan tidak memakainya sebagai sarana belaka.
Martabat manusia selalu harus dihormati. Tidak pernah manusia boleh diperalat. Tidak pernah ia boleh dimanipulasi demi tercapainya tujuan yang terletak di luar manusia itu. Kant sendiri memberi contoh yang cukup jelas. Andaikan saya membutuhkan uang. Saya ingin meminjam uang, walaupun saya tahu saya tidak sanggup mengembalikannya. Akhirnya saya pergi ke seorang teman, minta pinjam uang dengna janji akan mengembalikannya  dalam 6 bulan. Tapi karena saya sadari tidak bisa menepati janji ini, maka janji saya palsu. Boleh saya melakukan hal seperti itu ? tentu tidak. Barangkali saya membutuhkan uang itu untuk suatu tujuan yang mendesak sekali. Tapi kalau saya berjanji akan mengembalikan pinjaman itu pada waktunya, padahal saya tahu sebelumnya bahwa saya tidak bisa, maka saya memanipulasi teman itu. Saya mempergunakannya sebagai sarana belaka demi tujuan saya. Dalam situasi seperti itu bagaimana dapat saya perlakukan teman saya sebagai tujuan pada dirinya ? Dengan mengatakan yang benar kepadanya. Saya bisa menjelaskan terus terang apa sebabnya saya butuhkan uang dan mengapa saya tidak sanggup mengembalikannya. Kalau begitu, terserah pada teman saya apa yang akan dilakukannya. Ia bisa mengambil keputusan yang bebas dan otonom. Entah ia memutuskan untuk memberikan uang itu kepada saya atau tidak, dia sendirilah akan menentukan tujuannya dan dalam hal ini ia tidak diperalat demi suatu tujuan lain.
Kant telah memberikan alasan tepat mengapa martabat manusia harus dihormati. Tentu ada juga yang mengeritik pandangannya, tapi kritik seperti itu sampai kini belum disertai alternatif yang lebih menyakinkan. Manusia pantas dihormati karena dia suatu tujuaan pada dirinya. Otonomi manusia tidak pernah boleh diganggu gugat. Ini sekaligus juga menunjukkan persamaan derajat manusia. Martabat manusia mengandung pengertian bahwa manusia harus dihormati sebagai manusia. Bukan kedudukan dalam masyarakat, faktor keturunan, atau sebagainya menjadi alasan terakhir saya menghormati  seorang manusia, melainkan semata-mata martabatnya sebagai manusia. Alasan ini dengan cara yang sama berlaku untuk semua manusia, kaya atau miskin, cerdas atau bodoh, berkedudukan tinggi atau rendah, berprestasi banyak atau gagal terus.
Sampai sekarang diandaikan begitu saja bahwa martabat manusia menyangkut kewajiban saya terhadap orang lain. Dan itu memang aspek paling penting, yang antara lain mengakibatkan bahwa martabat manusia dapat dioperalisasikan dalam hak-hak asasi manusia.22Tapi martabat manusia menyangkut juga kewajiban  saya terhadap diri saya sendiri sebagai manusia. Martabat manusia sebagai norma dasar moralitas tidak saja harus saya terapkan terhadap orang-orang disekitar saya, melainkan juga terhadap diri saya sendiri. Demikian juga pendapat Kant. Karena itu perumusan yang diberikan di atas sebenarnya tidak lengkap. Perintah yang merumuskan kewajiban untuk menghormati manusia diungkapkannya secara lengkap sebagai berikut :”Hendaklah memperlakukan kemanusiaan, baik dalam diri anda sendiri maupun dalam orang lain,” selalu juga sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka”.23Bagi Kant, martabat manusia menjadi sumber kewajiban baik terhadap diri kita sendiri maupun terhadap orang lain.
Akhirnya perlu ditambah suatu catatan penting lagi, martabat manusia sebagai norma dasar bisa salah ditafsirkan, jika dalam hal ini manusia dipertentangkan dengan alam. Manusia sendiri termasuk alam dan karena itu tidak boleh ditempatkan dalam posisi bertentangan dengan alam. Karena manusia adalah sebagian  alam, maka alam itu tidak boleh diperlakukan sebagai sarana belaka bagi keperluan manusia. Alam tidak pernah boleh dirusak atau dihabiskan atas nama martabat manusia. Jadi, selain manusia alam pun mempunyai martabat dalam arti seperti dijelaskan di atas. Alam pun merupakan tujuan yang tidak bisa diganti oleh tujuan lain. Martabat manusia tidak bisa dilepaskan dari martabat alam, karena alam juga merupakan suatu tujuan pada dirinya dan akibatnya tidak bisa dijadikan sarana begitu saja bagi tujuan manusia. Mengapa hal itu begitu penting ? karena dengan bertolak dari martabat manusia  saja tidak pernah dapat kita susun suatu etika lingkungan hidup. Hal itu tentu belum disadari pada zaman Kant. Pada waktu itu orang masih sangat optimistis terhadap prospek yang dibuka oleh ilmu dan teknologi yang mulai berkembang itu. Baru dalam abad ke – 20 kita menyadari efek-efek buruknya untuk lingkungan hidup, jika perkembangan ilmu dan teknologi tidak diarahkan. Perkembangan itu tidak memaksa kita untuk meninggalkan martabat manusia sebagai norma dasar, hanya perlu kita menempatkannya dalam kerangka lebih luas. Yang harus dihormati adalah manusia yang bersatu dengan alam dan tidak bisa diterima, jika alam dikorbankan kepada kepentingan manusia yang beras sebelah