Norma Dasar
Terpenting : Martabat Manusia
Ada banyak
sekali norma moral dan tentu saja tidak semua sama penting. Sebelumnya sudah
kita bedakan antara norma dasar dan norma konkret (atau beberapa norma konkret)
yang mewujudkan norma dasar dengan cara tertentu. Tapi tidak mustahil bahwa
norma-norma dasar pun ada lebih dari satu saja. Kami mengakui kemungkinan
adanya beberapa norma dasar , tapi berpendapat juga bahwa norma dasar
terpenting-sekurang-kurangnya menurut kesadaran moral dewasa ini – adalah
martabat manusia. Tapi orang mudah sekali berbicara tentang martabat manusia,
sehingga selalu ada bahaya bahwa
pengertian ini menjadi suatu slogan yang hampa, tanpa isi sedikit pun.
Di sini kita akan berusaha mencari dasar rasional bagi pengertian “martabat
manusia” ini.
Dalam
mengusahakan refleksi tentang martabat manusia
ini sekali lagi kita mengikuti pandangan filsuf Jerman, Immanuel Kant.
Menurut Kant, kita harus menghormati martabat manusia, karena manusia adalah satu-satunya makhluk
yang merupakan tujuan pada dirinya. Benda jasmani kita gunakan untuk
tujuan-tujuan kita. Binatang juga kita pakai sejauh bermanfaat bagi kita. Tapi
manusia adalah tujuan sendiri yang tidak boleh ditaklukkan pada tujuan lain.
Mengapa ? karena manusia adalah makhluk bebas dan otonom yang sanggup mengambil
keputusannya sendiri.
Manusia adalah
pusat kemandirian. Ini kita maksudkan, kalau kita katakan bahwa manusia adalah
“pesona”. Dialah satu-satunya makhluk yang memiliki harkat intrinsik dan karena
itu harus dihormati sebagai tujuan pada
dirinya.
Dalam konteks
ini menurut Kant harus dibedakan antara “harga” dan “martabat”. “Harga”
dimiliki oleh sesuatu yang kita cari sebagai tujuan, tapi pada prinsipnya hal
itu selalu bisa diganti dengna sesuatu yang lain. Untuk sesuatu yang mempunyai
“harga” selalu tersedia sebuah ekuivalen, artinya, sesuatu yang bisa menjadi
penggantinya. Jika saya menjual barang dengan mendapat uang rupiah atau uang
asing, sama saja, sebab yang satu bisa ditukar dengan yang lain. Atau jika saya
membeli komputer, umpamanya itu
tidak berarti bahw asaya membeli
komputer tertentu saja, sebab yang ini dapat diganti dengan yang lain dengan
merek, tipe, dan kualitas yang persis sama. Tapi yang mempunyai martabat adalah
unik dan tidak pernah dapat disetarafkan
atau diganti dengan sesuatu yang lain. Untuk yang mempunyai martabat tidak ada
ekuivalen. Apa yang mempunyai harga mempunyai nilai relatif, sedangkan apa yang
mempunyai martabat mempunyai nilai intrinsik dan karena itu tidak bisa diganti
dengan sesuatu yang lain. Dengan demikian Kant memberi isi moral yang khusus
kepada istilah “martabat”: yang mempunyai martabat harus dihormati karena dirinya
sendiri atau sebagai tujuan pada dirinya.
Kewajiban untuk
menghormati martabat manusia, oleh Kant dirumuskan sebagai perintah dalam
bentuk berikut ini : “Hendaklah memperlakukan manusia selalu juga sebagai
tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana belaka”21. Sering
kali kita memakai jasa orang lain, artinya, kita menggunakan orang itu sebagai
“sarana”. Misalnya, jika saya naik taksi, saya menggunakan sopir taksi itu
sebagai sarana untuk mencapai tujuan saya. Demikian juga jika saya menggunakan
jasa pemangkas rambut, pembantu rumah tangga, dan setiap orang lain yang
bekerja untuk saya. Hal seperti itu tidak dilarang. Sebab, disamping
menggunakan jasanya, saya harus menghormati
mereka sebagai “persona”. Tidak pernah boleh saya menggunakan orang lain
sebagai sarana belaka. Dalam contoh naik taksi tadi syarat ini dipenuhi, jika
saya berlaku sopan terhadap sopir dan sebagai imbalan memberikan jumlah uang
yang menjadi haknya. Disamping menggunakan jasanya, saya juga menghormatinya
sebagai tujuan pada dirinya dan tidak memakainya sebagai sarana belaka.
Martabat manusia
selalu harus dihormati. Tidak pernah manusia boleh diperalat. Tidak pernah ia
boleh dimanipulasi demi tercapainya tujuan yang terletak di luar manusia itu.
Kant sendiri memberi contoh yang cukup jelas. Andaikan saya membutuhkan uang.
Saya ingin meminjam uang, walaupun saya tahu saya tidak sanggup
mengembalikannya. Akhirnya saya pergi ke seorang teman, minta pinjam uang
dengna janji akan mengembalikannya dalam
6 bulan. Tapi karena saya sadari tidak bisa menepati janji ini, maka janji saya
palsu. Boleh saya melakukan hal seperti itu ? tentu tidak. Barangkali saya
membutuhkan uang itu untuk suatu tujuan yang mendesak sekali. Tapi kalau saya
berjanji akan mengembalikan pinjaman itu pada waktunya, padahal saya tahu
sebelumnya bahwa saya tidak bisa, maka saya memanipulasi teman itu. Saya
mempergunakannya sebagai sarana belaka demi tujuan saya. Dalam situasi seperti
itu bagaimana dapat saya perlakukan teman saya sebagai tujuan pada dirinya ?
Dengan mengatakan yang benar kepadanya. Saya bisa menjelaskan terus terang apa
sebabnya saya butuhkan uang dan mengapa saya tidak sanggup mengembalikannya. Kalau
begitu, terserah pada teman saya apa yang akan dilakukannya. Ia bisa mengambil
keputusan yang bebas dan otonom. Entah ia memutuskan untuk memberikan uang itu
kepada saya atau tidak, dia sendirilah akan menentukan tujuannya dan dalam hal
ini ia tidak diperalat demi suatu tujuan lain.
Kant telah
memberikan alasan tepat mengapa martabat manusia harus dihormati. Tentu ada
juga yang mengeritik pandangannya, tapi kritik seperti itu sampai kini belum
disertai alternatif yang lebih menyakinkan. Manusia pantas dihormati karena dia
suatu tujuaan pada dirinya. Otonomi manusia tidak pernah boleh diganggu gugat.
Ini sekaligus juga menunjukkan persamaan derajat manusia. Martabat manusia mengandung
pengertian bahwa manusia harus dihormati sebagai manusia. Bukan kedudukan dalam
masyarakat, faktor keturunan, atau sebagainya menjadi alasan terakhir saya
menghormati seorang manusia, melainkan
semata-mata martabatnya sebagai manusia. Alasan ini dengan cara yang sama
berlaku untuk semua manusia, kaya atau miskin, cerdas atau bodoh, berkedudukan
tinggi atau rendah, berprestasi banyak atau gagal terus.
Sampai sekarang
diandaikan begitu saja bahwa martabat manusia menyangkut kewajiban saya
terhadap orang lain. Dan itu memang aspek paling penting, yang antara lain
mengakibatkan bahwa martabat manusia dapat dioperalisasikan dalam hak-hak asasi
manusia.22Tapi martabat manusia menyangkut juga kewajiban saya terhadap diri saya sendiri sebagai
manusia. Martabat manusia sebagai norma dasar moralitas tidak saja harus saya
terapkan terhadap orang-orang disekitar saya, melainkan juga terhadap diri saya
sendiri. Demikian juga pendapat Kant. Karena itu perumusan yang diberikan di
atas sebenarnya tidak lengkap. Perintah yang merumuskan kewajiban untuk
menghormati manusia diungkapkannya secara lengkap sebagai berikut :”Hendaklah
memperlakukan kemanusiaan, baik dalam diri anda sendiri maupun dalam orang
lain,” selalu juga sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah sebagai sarana
belaka”.23Bagi Kant, martabat manusia menjadi sumber kewajiban baik
terhadap diri kita sendiri maupun terhadap orang lain.
Akhirnya perlu
ditambah suatu catatan penting lagi, martabat manusia sebagai norma dasar bisa
salah ditafsirkan, jika dalam hal ini manusia dipertentangkan dengan alam.
Manusia sendiri termasuk alam dan karena itu tidak boleh ditempatkan dalam
posisi bertentangan dengan alam. Karena manusia adalah sebagian alam, maka alam itu tidak boleh diperlakukan
sebagai sarana belaka bagi keperluan manusia. Alam tidak pernah boleh dirusak
atau dihabiskan atas nama martabat manusia. Jadi, selain manusia alam pun
mempunyai martabat dalam arti seperti dijelaskan di atas. Alam pun merupakan
tujuan yang tidak bisa diganti oleh tujuan lain. Martabat manusia tidak bisa
dilepaskan dari martabat alam, karena alam juga merupakan suatu tujuan pada
dirinya dan akibatnya tidak bisa dijadikan sarana begitu saja bagi tujuan
manusia. Mengapa hal itu begitu penting ? karena dengan bertolak dari martabat
manusia saja tidak pernah dapat kita
susun suatu etika lingkungan hidup. Hal itu tentu belum disadari pada zaman
Kant. Pada waktu itu orang masih sangat optimistis terhadap prospek yang dibuka
oleh ilmu dan teknologi yang mulai berkembang itu. Baru dalam abad ke – 20 kita
menyadari efek-efek buruknya untuk lingkungan hidup, jika perkembangan ilmu dan
teknologi tidak diarahkan. Perkembangan itu tidak memaksa kita untuk
meninggalkan martabat manusia sebagai norma dasar, hanya perlu kita
menempatkannya dalam kerangka lebih luas. Yang harus dihormati adalah manusia
yang bersatu dengan alam dan tidak bisa diterima, jika alam dikorbankan kepada
kepentingan manusia yang beras sebelah